Saturday, 17 October 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB DUA PULUH DELAPAN [END]

BAB DUA PULUH DELAPAN
AKHIR PERJALANAN


Kenanganku tentang kejadian-kejadian selanjutnya malam itu membingungkan. Poirot seolah-olah tuli bila kutanya. Dia sedang asyik menghujani Francoise dengan teguran-teguran karena tidak memberitahukan padanya tentang pergantian kamar tidur Nyonya Renauld. Bahunya kucengkeram, untuk menarik perhatiannya, dan supaya dia mendengarkan aku.
"Tapi kau tentu tahu," seruku. "Kau menemuinya tadi sore."
Poirot mengalah, mau memberikan perhatiannya sebentar padaku. "Dia tadi didorong dengan sofa, ke kamar yang di tengah — kamar tamunya," dia menjelaskan.
"Tapi, Tuan," seru Francoise, "Nyonya pindah dari kamarnya hampir segera setelah kejadian itu! Kekalutan-kekalutan itu semua — telah menegangkannya!"
"Lalu mengapa saya tidak diberi tahu," bentak Poirot, sambil menghantam meja. Dia makin lama makin mengamuk. "Saya bertanya — mengapa — saya — tidak — diberi tahu? Kau perempuan tua tolol! Leonie dan Denise itu sama saja! Kalian bertiga ini goblok semua! Kebodohan kalian hampir saja menyebabkan kematian majikan kalian. Kalau bukan karena gadis pemberani ini —"
Poirot berhenti berbicara, lalu dia berjalan cepat ke seberang kamar di mana gadis itu sedang membungkuk mengurus Nyonya Renauld. Poirot merangkul gadis itu dengan penuh kasih sayang—hal mana agak menjengkelkan aku. Aku merasa agak terbangun dari keadaanku yang seolah-olah diselubungi awan mendengar Poirot memerintahku dengan tegas supaya segera memanggil seorang dokter untuk kepentingan Nyonya Renauld.
Setelah itu aku harus memanggil polisi. Dan untuk menambah kemarahanku ditambahkannya, "Kau tak perlu kembali ke sini. Aku akan terlalu sibuk hingga aku tidak akan bisa memberi perhatianku padamu, dan Nona ini akan kujadikan perawat bagi si sakit."
Aku pergi dengan rasa harga diri yang tersisa. Setelah melakukan tugas-tugasku tadi, aku kembali ke hotel. Aku tak mengerti apa yang telah terjadi. Peristiwa malam itu luar biasa dan rasanya tak masuk akal. Tak seorang pun menjawab pettanvaan-pertanyaanku. Seolah-olah tak seorang pun mendengarnya. Dengan marah kuhempaskan diriku ke tempat tidur, lalu tertidur dengan rasa bingung dan letih.
Aku terbangun mendapatkan sinar matahari memancar melalui jendela-jendela yang terbuka, sedang Poirot yang sudah rapi dan tersenyum, duduk di sampingku.
"Nah, kau sudah bangun! Memang benar-benar penidur kau, Hastings! Tahukah kau bahwa hari sudah hampir pukul sebelas?"
Aku menggeram lalu memegang kepalaku."Aku pasti bermimpi," kataku. "Aku bermimpi bahwa kita menemukan mayat Marthe Daubreuil di kamar Nyonya Renauld, dan bahwa kau menudingnya sebagai pembunuh Tuan Renauld."
"Kau tidak bermimpi. Semuanya itu benar."
"Tapi bukankah Belia Duveen yang telah membunuh Tuan Renauld?"
"Bukan, Hastings! Gadis itu memang berkata begitu — memang — tapi itu semata-mata untuk membebaskan laki-laki yang dicintainya dari kapak pemenggal."
"Apa?"
"Ingatlah kisah Jack Renauld. Mereka berdua tiba di tempat kejadian itu pada saat yang bersamaan, dan keduanya masing-masing menyangka bahwa yang dilihatnya itulah pembunuhnya. Belia menatap Jack dengan ketakutan, lalu lari sambil berteriak. Tapi waktu didengarnya bahwa orang menuduh Jack yang telah menuduhnya dia tak tahan, lalu dia ke depan menuduh dirinya sendiri untuk menyelamatkan Jack dari kejahatannya."
Poirot bersandar di kursinya dan mempertemukan ujung-ujung jarinya seperti biasa. "Perkara itu tidak memuaskan diriku," katanya seperti seorang hakim. "Aku terus-menerus mendapatkan kesan, bahwa kita sedang menghadapi suatu pembunuhan berdarah dingin yang telah direncanakan lebih dulu oleh seseorang yang dengan cerdiknya telah menggunakan cara kerja Tuan Renauld sendiri untuk menyesatkan polisi. Aku pernah mengatakan padamu bahwa penjahat yang ulung selalu amat sederhana."
Aku mengangguk.
"Nah, untuk menunjang teori itu, penjahat itu harus benar – benar mengenai rencana Tuan Renauld. Hal itu membawa kita untuk mencurigai Nyonya Renauld. Tapi bukti – bukti tidak mendukung teori yang menyalahkan wanita itu. Adakah lagi orang lain yang tahu rencana itu? Ada. Marthe Daubreuil sendiri mengatakan bahwa dia mendengar pertengkaran Tuan Renauld dengan gelandangan itu. Bila dia mendengar pertengkaran itu, maka dia pasti mendengar pula semua yang lain, terutama bila Tuan dan Nyonya Renauld begitu ceroboh dan membahas rencana itu sambil duduk di bangku di kebun itu. Ingat betapa mudahnya kau bisa mendengarkan percakapan Marthe dengan Jack Renauld di tempat yang sama."
"Tapi apakah alasan pembunuhan Marthe atas diri Tuan Renauld?" bantahku.
"Alasan apa, tanyamu? Uang tentu! Tuan Renauld itu seorang jutawan, dan bila dia meninggal separuh dari kekayaannya yang banyak itu akan jatuh ke tangan putranya, begitulah persangkaan Marthe dan Jack. Mari kita rekonstruksikan kejadian itu dari segi pandangan Marthe Daubreuil."
"Marthe Daubreuil mendengar apa yang dibicarakan Renauld dengan istrinya. Selama ini dia merupakan sumber penghasilan kecil yang menyenangkan bagi dua beranak Daubreuil itu, tapi kini Tuan Renauld akan melepaskan dirinya dari hal itu. Mungkin, mula-mula adalah untuk mencegahnya melarikan diri. Tapi kemudian dia mendapatkan gagasan yang lebih berani, dan gagasannya yang baru itu tidak menimbulkan kengerian dalam hati putri Jeanne Beroldy itu! Selama ini Tuan Renauld merupakan penghalang paling utama dalam pernikahannya dengan Jack. Jack melawan ayahnya, dia akan menjadi pengemis — hal yang sama sekali tidak diingini Marthe. Aku bahkan ragu apakah gadis itu benar-benar cinta pada Jack Renauld. Dia memang bisa saja berpura-pura sedih, tapi dia sebenarnya berdarah sama dinginnya dan penuh perhitungannya seperti ibunya. Aku juga ragu apakah dia meyakini cinta Jack pada dirinya. Dia telah memabukkan dan menjerat anak muda itu, tapi bila anak muda itu dipisahkan dari dirinya, suatu hal yang dengan mudah dapat dilakukan oleh ayahnya, maka dia akan kehilangan anak muda itu. Tapi dengan meninggalnya Tuan Renauld, dan Jack menjadi pewaris separuh harta kekayaannya, maka pernikahan mereka akan dapat dilaksanakan-segera, dan dia akan menjadi kaya mendadak. Mereka tak perlu lagi
memeras yang jumlahnya hanya beberapa ribu dari orang tua itu. Dan otaknya yang cerdas menangkap betapa sederhananya semuanya itu. Semuanya mudah sekali. Tuan Rcnauldlah yang telah merencanakan kematiannya sendiri — dia hanya perlu melangkah masuk pada saat yang tepat dan apa yang semula hanya pura – pura saja dijadikan kenyataan. Sekarang tibalah titik kedua, yang tak dapat tidak, membawaku pada Marthe Daubreuil — pisau belati itu! Jack Renauld telah menyuruh membuat tiga buah tanda mata. Sebuah diberikannya pada ibunya, sebuah pada Belia Duveen, jadi apakah tak mungkin dia memberikan pisau yang
ketiga pada Marthe Daubreuil?"
"Jadi kalau disimpulkan, terdapat empat hal yang memberatkan Marthe Daubreuil"
"(1) Mungkin Marthe Daubreuil telah mendengar apa yang direncanakan Tuan Renauld."
"(2) Marthe Daubreuil punya kepentingan langsung dalam menyebabkan kematian Tuan Renauld."
"(3) Marthe Daubreuil adalah putri Nyonya Beroldy yang terkenal jahat, yang menurut pikiranku, baik secara moral maupun sebenarnya, adalah pembunuh suaminya, meskipun mungkin tangan Georges Conneau yang melakukannya."
"(4) Marthe Daubreuil adalah satu – satunya orang yang mungkin memiliki pisau belati yang ketiga, kecuali Jack Renauld sendiri."
Poirot berhenti dan menelan ludahnya.
"Ketika aku tahu tentang adanya seorang gadis lain, yaitu Belia Duveen, kupikir mungkin gadis yang kedua inilah yang membunuh Tuan Renauld. Aku tak puas dengan penyelesaiannya, karena seperti yang kukatakan padamu, Hastings, seorang ahli seperti aku lebih suka bertemu dengan lawan yang tangguh. Tapi kita harus menghadapi kejahatan sebagaimana adanya. Rasanya tak masuk akal Belia Duveen berkeliaran membawa – bawa tanda mata yang berupa pisau pembuka amplop itu, meskipun dia memang sudah punya rasa dendam terhadap Jack Renauld. Waktu dia benar-benar tampil dan mengakui telah melakukan pembunuhan itu, kelihatannya semuanya sudah selesai. Namun — aku tak puas, mon ami. Aku tak puas."
"Kuteliti lagi perkara itu, dan tibalah aku pada kesimpulan semula. Bila bukan Belia Duveen, maka satu-satunya orang yang mungkin melakukan kejahatan itu adalah Marthe Daubreuil. Tapi aku tak punya satu pun bukti yang memberatkan dia"
"Kemudian kau menunjukkan surat dari Nona Dulcie, dan aku lalu melihat suatu kesempatan untuk menyelesaikan persoalan itu sampai tuntas. Pisau belati yang asli telah dicuri oleh Dulcie Duveen dan dibuang ke laut — karena pada sangkanya itu adalah milik saudara kembarnya. Tapi, kalau itu kebetulan bukan milik saudara kembarnya, melainkan yang diberikan oleh Jack pada Marthe Daubreuil  maka pisau belati milik Bella Duveen tentu masih ada. Aku tak berkata sepatah pun padamu, Hastings waktunya untuk roman belum tepat, tapi aku pergi menemui Nona Dulcie. Kuceritakan padanya apa yang kuanggap perlu, dan kuminta supaya dia menggeledah barang-barang saudara kembarnya. Dan bayangkan betapa senangnya aku waktu dia mencari aku dengan nama Nona Robinson sesuai dengan instruksiku dengan membawa tanda mata yang besar artinya itu!"
"Sementara itu aku telah mengambil langkah – langkah untuk memaksa Marthe Daubreuil berterus terang. Kuatur Nyonya Renauld untuk tidak mengakui putranya, dan menyatakan niatnya untuk membuat surat wasiat esok harinya, yang tidak akan memungkinkannya menikmati barang sedikit pun saja dari kekayaan ayahnya. Itu merupakan langkah terakhir yang perlu sekali, dan Nyonya Renauld telah benar – benar siap untuk menghadapi akibat terburuk dari langkah itu — meskipun malangnya dia pun lupa memberitahukan tentang pergantian kamarnya. Kurasa aku dianggapnya sudah tahu sendiri. Semua terjadi menurut rencanaku. Marthe Daubreuil mengambil langkah terakhir untuk mendapatkan uang Renauld — tapi dia gagal!"
"Yang benar-benar membingungkan aku," kata ku, "bagaimana dia bisa masuk ke rumah itu tanpa kita lihat. Kelihatannya seperti suatu keajaiban saja. Kita meninggalkannya di Villa Marguerite, kita langsung pergi ke Villa Genevieve — tapi dia sudah lebih dulu
berada di sana!"
"Ah, kita tidak meninggalkannya di Villa Marguerite. Dia keluar lewat jalan belakang ketika kita bercakap – cakap dengan ibunya di lorong rumah. Di situlah dia mengelabui Hercule Poirot!"
"Tapi bayangan yang kita lihat di kerai itu? Bukankah kita melihatnya dari jalan?"
" Eh bien, waktu kita melihat ke atas, Nyonya Daubreuil masih serapat berlari ke lantai atas dan menggantikannya."
"Nyonya Daubreuil?"
"Ya. Memang yang seorang tua, dan yang seorang lagi muda, yang seorang berambut hitam, yang seorang lagi pirang, tapi kalau sekadar untuk bayangan di kerai, bayangan mereka sama benar, bahkan aku sendiri pun tak curiga — goblok benar aku, kusangka aku masih banyak waktu — kusangka masih akan lama lagi baru akan berusaha masuk ke villa itu. Marthe yang cantik itu benar-benar pandai."
"Dan tujuannya adalah membunuh Nyonya Renauld?"
"Ya. Supaya dengan demikian semua harta itu akan jatuh ke tangan putranya. Tapi itu bisa juga merupakan bunuh diri, mon ami! Di lantai dekat mayat Marthe Daubreuil, aku menemukan segumpal kapas dengan sebotol kecil obat bius dan sebuah alat suntik yang berisi morfin dalam jumlah yang mematikan. Mengertikah kau? Obat bius dulu yang dipakai — kemudian setelah korban tak sadar ditusukkanlah jarum. Pagi hari esoknya bau obat bius sudah akan hilang sama sekali, sedang alat suntiknya diletakkan sedemikian, hingga seolah-olah jatuh dari tangan Nyonya Renauld. Apa yang akan dikatakan Tuan Hautet yang hebat itu? "
"Kasihan wanita ini! Sekarang dia shock karena terlalu gembira, hingga tak tertanggung olehnya! Sudah saya katakan bahwa saya tidak akan heran kalau dia sampai berubah akal. Perkara Renauld ini merupakan perkara yang paling tragis!"
"Tapi, Hastings, kejadiannya jadi lain sekali dari rencana Marthe. Pertama-tama, Nyonya Renauld ternyata masih bangun dan menyambut kedatangannya. Mereka bergumul. Tapi Nyonya Renauld masih lemah sekali. Marthe Daubreuil masih punya kesempatan terakhir. Rencananya untuk memberikan kesan seolah – olah itu adalah bunuh diri sudah buyar. Tapi bila dia bisa mencekiknya dengan tangannya yang kuat, melarikan diri dengan tali suteranya sementara kita sedang mencoba mendobrak pintu kamar ujung dari sebelah dalam, dan kembali ke Villa Marguerite sebelum kita pun kembali ke sana, akan sulit sekali bagi kita untuk memberikan bukti yang memberatkan dia. Tapi dia kalah cepat — bukan oleh Hercule Poirot melainkan oleh akrobat cilik yang punya cengkeraman baja itu."
Aku termangu mendengarkan kisah itu."Kapan kau pertama kali mencurigai Marthe Daubreuil, Poirot? Apakah waktu dia mengatakah pada kita, bahwa dia mendengar pertengkaran di kebun itu?" Poirot tersenyum.
"Sahabatku, ingatkah kau waktu kita pertama kali tiba di Merlinville? Dan gadis cantik yang berdiri di pintu pagar itu? Kau bertanya apakah aku tidak melihat seorang dewi muda, dan kujawab bahwa aku hanya melihat seorang gadis yang bermata ketakutan. Demikianlah aku selalu mengingat Martbe Daubreuil sejak semula. Gadis yang bermata ketakutan! Mengapa dia ketakutan? Bukan menguatirkan Jack Renauld, karena waktu itu dia belum tahu bahwa Jack ada di Merlinville malam sebelumnya."
"Omong-omong," seruku, "bagaimana keadaan Jack Renauld?"
"Jauh lebih baik. Dia masih di Villa Marguerite. Tapi Nyonya Daubreuil sudah menghilang. Polisi sedang mencarinya."
"Apakah menurut kau dia terlibat dalam perbuatan putrinya?"
"Kita tidak akan pernah tahu. Wanita itu adalah seorang wanita yang kuat, dia pandai menyimpan rahasia. Dan aku sangat meragukan apakah polisi akan pernah menemukannya,"
"Apakah jack Renauld sudah — diberi tahu?"
"Belum."'
"Dia tentu akan terkejut sekali."
"Pasti. Tapi, tahukah kau, Hastings, aku ragu apakah hatinya benar-benar terpikat. Selama ini kita menganggap Belia Duveen sebagai si penggoda, dan Marthe Daubreuil sebagai gadis yang benar-benar dicintainya. Tapi pikirku bila kita balikkan penamaan itu, kita akan lebih mendekati kebenarannya. Marthe Daubreuil memang cantik sekali. Dia telah bertekad untuk memikat Jack, dan dia telah berhasil. Tapi ingat betapa enggannya Jack memutuskan hubungannya dengan gadis yang seorang lagi. Dan lihat pula betapa dia lebih suka menyerahkan dirinya ke kapak pemenggal daripada membiarkan gadis itu dituduh. Kurasa bila dia mendengar tentang kejadian sebenarnya, dia akan merasa ngeri — jiwanya akan memberontak, dan cinta palsunya akan sirna."
"Bagaimana dengan Giraud?"
"Dia mengalami guncangan saraf! Dia terpaksa kembali ke Paris." Kami tersenyum. Poirot ternyata memang cukup pandai meramal. Ketika akhirnya dokter menyatakan Jack sudah cukup kuat untuk mendengar kejadian yang sebenarnya, Poirot-lah yang menceritakannya padanya. Dia memang sangat terkejut. Tapi dia lebih cepat pulih daripada yang kuduga. Kasih sayang ibunya telah membantunya mengatasi masa – masa sulit itu. Kini ibu dan anak tak terpisahkan lagi. Kemudian terjadi lagi sesuatu yang tak terduga. Poirot mengatakan pada Nyonya Renauld bahwa dia sudah mengetahui rahasianya, dan menganjurkan pada wanita itu supaya rahasia masa lalu Tuan Renauld itu tidak dirahasiakan terus terhadap Jack.
"Merahasiakan kebenaran tak pernah ada baiknya, Nyonya! Kuatkan hati Anda, dan ceritakan semuanya pada anak itu." Nyonya Renauld menyanggupinya dengan hati berat. Kemudian tahulah putranya bahwa ayahnya yang dicintainya sebenarnya adalah seorang pelarian hukum.
Atas pertanyaannya, Poirot menyawab,"Yakinlah, Tuan Jack. Dunia tak tahu apa – apa. Sepanjang pengetahuan saya, tak ada keharusan pada saya untuk menceritakannya pada polisi. Dalam perkara ini, saya bukannya bekerja untuk mereka, melainkan untuk ayah Anda. Akhirnya ayah Anda dikalahkan oleh keadilan, tapi tak seorang pun perlu tahu bahwa dia sebenarnya adalah Georges Conneau."
Tentu ada beberapa hal yang masih merupakan pertanyaan bagi polisi, tapi Poirot menjelaskan semuanya itu demikian pandainya, hingga semua yang mengherankan lama kelamaan menjadi jelas.
Tak lama setelah kami kembali ke London, kulihat suatu tiruan anjing pemburu yang besar menghiasi perapian Poirot. Menjawab pandanganku yang mengandung pertanyaan, Poirot mengangguk.
"Aku sudah menerima taruhanku sebanyak lima ratus franc itu! Dia hebat, bukan? Dia kunamakan Giraud!" Beberapa hari kemudian Jack Renauld datang mengunjungi kami dengan air muka penuh keyakinan.
"Tuan Poirot, saya datang untuk minta diri. Saya akan segera berlayar ke Amerika Selatan. Ayah saya punya banyak usaha di benua itu, lagi pula saya ingin memulai hidup baru di sana."
,"Apakah Anda akan pergi seorang diri, Tuan Jack?"
"Ibu saya ikut — dan saya akan tetap mempertahankan Stonor sebagai sekretaris kami. Dia suka bepergian ke ujung dunia."
"Tak ada lagikah yang lain?"
Muka Jack memerah. "Maksud Anda?"
"Seorang gadis yang sangat mencintai Anda yang sudah mau mengorbankan nyawanya untuk Anda."
"Bagaimana mungkin saya mengajaknya serta?" gumam anak muda itu. "Setelah semua kejadian ini, apakah mungkin saya pergi mendatanginya, dan kisah isapan jempol apakah yang akan dapat saya ceritakan padanya?"
"Kaum wanita — punya kemampuan besar untuk menerima baik cerita-cerita semacam itu."
"Ya, tapi — saya sudah berbuat begitu goblok"
"Kita semua, suatu saat tentu mengalami seperti itu," kata Poirot berfalsafah.Tapi wajah Jack menjadi keras.
"Ada lagi sesuatu. Saya ini anak ayah saya. Apakah , ada yang mau kawin dengan saya, kalau dia tahu?"
"Anda memang putra ayah Anda. Hastings akan membenarkan bahwa saya percaya akan sifat keturunan—"
"Ya, lalu —"
"Saya tahu seorang wanita yang pemberani dan tabah, yang cintanya besar sekali, yang mau mengorbankan diri —"
Anak muda itu mendongak. Pandangan matanya menjadi lembut. "Wanita itu adalah ibuku!"
"Benar. Anda bukan hanya putra ayah Anda, tapi juga putra ibu Anda. Jadi pergilah jumpai Nona Belia. Ceritakan semuanya pula. Jangan rahasiakan apa-apa — kemudian lihat apa yang akan dikatakannya!"
Jack tampak bimbang.
"Temui dia, jangan sebagai kanak-kanak, melainkan sebagai seorang pria dewasa— seorang pria yang telah menjadi korban nasib masa lalu dan nasib masa kini. Tapi yang mendambakan hidup baru yang indah. Mintalah dia untuk menyertai Anda. Mungkin Anda tidak menyadarinya, tapi cinta Anda berdua telah diuji dalam kesulitan besar, dan ternyata tidak goyah. Anda berdua telah bersedia mengorbankan nyawa Anda masing-masing."
"Lalu bagaimana halnya dengan Kapten Arthur Hastings yang menjadi pencatat kejadian-kejadian ini?Ada yang mengatakan bahwa dia menyertai keluarga Renauld ke tanah peternakan merekam di seberang laut. Tapi sebagai penutup dari cerita ini, aku lebih suka kembali ke suatu peristiwa pada suatu pagi di halaman Villa Genevieve."
"Aku tak bisa menyebutmu Belia," kataku, "karena itu bukan namamu. Dan Dulcie rasanya kurang akrab. Jadi biarlah kupanggil kau Cinderella saja. Menurut dongengnya, Cinderella menikah dengan pangerannya. Aku bukan pangeran, tapi—"
Dia memotong bicaraku, "Aku yakin Cinderella tentu, telah memberinya peringatan! Soalnya, dia tak bisa berjanji untuk menjadi seorang tuan putri. Dia hanya seorang gadis nakal —"
Sekarang giliran pangeran untuk menyela, "Tahukah kau apa kata pangeran itu?"
"Tidak?"
"Pangeran itu berkata, 'Sialan — lalu dia mencium gadis itu."
Dan aku pun melakukan apa yang merupakan penutup cerita itu.


THE END

0 comments:

Post a Comment