BAB TUJUH
POIROT MEMBAYAR HUTANG
Poirot menarik
saya ke samping ketika kami keluar dari Stylites Arms, Saya mengerti maksudnya.
Dia menunggu dua orang Scotland Yard itu. Beberapa saat kemudian mereka muncul.
Poirot maju ke depan dan bicara dengan laki-laki yang pendek.
"Saya
pikir Anda tidak mengenali saya lagi, Inspektur Japp."
"Oh, Tuan
Poirot!" katanya sambil berpaling kepada temannya. "Kau pernah mendengar
ceritaku tentang Tuan Poirot, kan? Tahun 19C4 Tuan Poirot dan aku bekerja sama.
Kasus pemalsuan Abercrombie—akhirnya dia tertangkap di Brussel, Ah, hari-hari
yang bersejarah. Anda masih ingat 'Baron' Altara? Anda benar-benar menghadapi
seorang bajingan licin. Dia menghilang dari genggaman separuh polisi Eropa.
Tetapi akhirnya tertangkap di Antwerpen. Siapa lagi kalau bukan karena Tuan Poirot?"
Setelah
basa-basi itu selesai, saya mendekati mereka dan diperkenalkan pada Inspektur
Japp maupun kawannya, Tuan Summerhaye.
"Saya tak
perlu menanyakan apa yang Anda lakukan di sini, Tuan-tuan," kata Poirot.
Japp
mengedipkan sebelah matanya. "Kasus yang sudah sangat jelas."
Tetapi Poirot menyela
dengan serius. "Maaf. Pendapat saya lain."
"Ah,
mengapa?" kata Summerhaye, membuka mulut untuk pertama kali.
"Laki-laki itu jelas pelakunya. Tapi saya heran juga kenapa dia begitu
tolol." '
Tetapi Japp
memandang Poirot penuh perhatian. "Tahan dulu perasaanmu,
Summerhaye," katanya. "Aku kenal Tuan Poirot. Pertimbangannya akan
mendapat prioritas. Kalau aku tidak keliru, Tuan Poirot menyimpan sesuatu yang
amat penting. Benarkah demikian?"
Poirot
tersenyum. "Saya memang punya beberapa kesimpulan."
Summerhaye
memandang dengan agak skeptis. Tetapi Japp terus memperhatikan Poirot. "Begini,"
kata Japp. "Sejauh ini kita melihat kasus ini hanya dari luar. Karena itu kurang
menguntungkan bagi Scotland Yard sebab pembunuhan itu baru diketahui setelah
pemeriksaan. Banyak yang terjadi sebelumnya. Dan Tuan Poirot yang telah lebih
dahulu terlibat di dalamnya daripada kita, akan tahu lebih banyak. Kita bahkan mungkin
tidak secepat ini datang, seandainya dokter itu tidak memberi tahu Pemeriksa.
Tapi Tuan Poirot telah datang terlebih dahulu dan mungkin telah menemukan
petunjuk-petunjuk yang berarti. Dari bukti-bukti dalam pemeriksaan, jelas bahwa
Tuan Inglethorp lah yang telah membunuh istrinya. Seandainya ada orang lain
yang mengatakan bukan dia, pasti akan kutertawakan. Terus terang aja, aku
sangat heran mengapa juri tidak memberikan putusan. Mereka menggantung perkara
itu. Mungkin Pemeriksa itu yang menginginkan."
"Barangkali
ada surat perintah di saku Anda untuk menuntut dia sekarang," kata Poirot
memancing.
Wajah Japp
berubah menjadi serius dan sikapnya menjadi resmi. "Barangkali. Barangkali
juga tidak," katanya datar.
Poirot
memandangnya sambil berpikir-pikir. "Aku berharap, Tuan-tuan, dia tidak
akan ditangkap."
"Kelihatannya
begitu," kata Summerhaye sinis.
Japp memandang
Poirot dengan wajah bertanya-tanya. "Apa Anda bisa menjelaskan lebih jauh,
Tuan Poirot? Suatu keterangan—sedikit saja—dari Anda akan sangat berarti. Anda
telah lebih dulu melibatkan diri dalam kasus ini, bukan? Terus terang saja,
Scotland Yard tak ingin melakukan kekeliruan."
Poirot
mengangguk dengan muka suram. "Itulah yang saya pikirkan. Biarlah kalau
begitu. Anda bisa menggunakan surat perintah itu untuk menanari Tuan
Inglethorp. Dengan catatan— ada pujian. Kasus ini akan berhenti sampai di sini!"
Dan dia menjentikkan jari-jarinya dengan ekspresif.
Wajah Japp
berubah suram walaupun Summerhaye mendengus ragu. Saya sendiri serasa kelu
karena heran. Saya hanya bisa mengambil kesimpulan bahwa Poirot sudah gila. Japp
mengeluarkan sapu tangannya dan membersihkan keringat yang tiba-tiba saja membasahi
dahinya.
"Saya tak
berani melakukannya, Tuan Poirot. Saya percaya akan pendapat Anda. Tapi mereka
yang di atas sayalah yang akan mempertanyakan hal itu. Apa Anda bisa menjelaskannya
lebih jauh?"
Poirot berpikir
sejenak. "Bisa," akhirnya dia menjawab. "Terus terang, saya
tidak menghendakinya. Saya merasa terpaksa. Saya lebih suka bekerja secara
diam-diam seperti sekarang ini, tapi apa yang Anda katakan memang
benar—kata-kata seorang polisi Belgia yang sudah pensiun—itu tidak cukup! Dan
Alfred Inglethorp tidak boleh ditahan. Saya telah bersumpah untuk
mempertahankan hal itu, kawanku Hastings ini tahu alasanku. Anda akan ke Styles,
bukan? Nah, sampai ketemu lagi."
"Setengah
jam lagi. Kami akan menemui Pemeriksa dan dokter dulu."
"Bagus.
Singgahlah dulu ke tempat saya— rumah paling ujung di desa. Saya akan menemani
Anda ke Styles. Di sana Tuan Inglethorp akan menjelaskan pada Anda. Tapi bila
dia tidak mau melakukannya, sayalah nanti yang akan memberikan bukti bahwa dia
tidak bisa ditahan. Bagaimana?"
"Baik,"
kata Japp dengan gembira. "Atas nama Scotland Yard saya mengucapkan terima
kasih pada Anda, walaupun sampai saat ini saya belum bisa melihat kemungkinan
untuk membebaskan Inglethorp dari tuduhan. Tapi Anda memang luar biasa! Sampai
nanti, kalau begitu."
Kedua detektif
itu melangkah pergi. Summerhaye menyeringai ragu-ragu.
"Apa
pendapatmu, Kawan?" tanya Poirot sebelum saya sempat mengeluarkan suara. "Mon
Dieu! Pemeriksaan tadi sangat menarik. Aku tak menyangka laki-laki itu begitu keras
kepala dan tidak mau menjawab pertanyaan-pertanyaan. Benar-benar politik orang
dungu."
"Hm. Ada
hal-hal lain di balik kedunguannya," sela saya. "Seandainya tuduhan
itu benar, bagaimana dia akan membela diri kecuali dengan menutup mulut
rapat-rapat?"
"Wah, ada
banyak cara!" seru Poirot. "Misal¬nya saja aku adalah pembunuhnya.
Aku bisa membuat tujuh cerita yang masuk akal! Yang lebih meyakinkan daripada
kekebalan Tuan Inglethorp!"
Saya tak tahan
untuk tidak tertawa. "Poirot, aku yakin bahwa kau malahan bisa membuat
tujuh puluh cerita! Tapi, ini sungguh-sungguh Ibo, di samping apa yang telah
kau katakan pada kedua detektif itu, aku rasa kau pun tak percaya kalau Alfred Inglethorp
itu tidak bersalah."
"Mengapa
tidak? Kau sebelumnya percaya bahwa kemungkinan itu ada."
"Tapi
bukti-bukti itu begitu meyakinkan."
"Ya,
terlalu meyakinkan."
Kami membelok,
masuk gerbang Pondok Leastways, lalu menaiki tangga yang kini sudah semakin
kukenal. "Ya—ya. Terlalu meyakinkan," lanjut Poirot seolah-olah
berkata pada dirinya sendiri."Padahal biasanya bukti-bukti asli itu yang
samar dan tak terlalu meyakinkan. Harus diteliti dulu—disaring. Tapi ini yang
kita hadapi begitu gamblang. Tidak, Kawan, bukti-bukti itu dibuat begitu bagus—
terlalu bagus sehingga justru tak akan mencapai sasarannya."
"Bagaimana
jalan pikiranmu?"
"Karena,
bila bukti yang memberatkan dia samar dan meragukan, maka akan sulit untuk
membantahnya. Tetapi pembunuh ini telah menarik jalanya begitu ketat sehingga
satu robekan saja akan membuat Inglethorp bebas.".
Saya diam.
Satu-dua menit kemudian, Poirot melanjutkan. "Mari kita lihat kasus itu
seperti ini. Laki-laki itu merencanakan meracun istrinya. Dia bukan orang
bodoh. Nah, bagai-mana dia merencanakannya? Dengan berani dia pergi ke toko
obat dan membeli strychnine atas namanya sendiri dengan alasan yang dibuat-buat.
Dia tidak langsung menggunakan racun itu malam itu juga. Dia menunggu sampai
ada pertengkaran hebat dengan istrinya yang diketahui oleh semua orang di
rumah, sehingga mereka semua mencurigai dia. Dia tidak mempersiapkan
pembelaan—tak ada alibi walaupun dia tahu bahwa pemilik toko obat itu
mengenalinya. Bah! Aku tak bisa meyakinkan ada orang yang begitu bodoh! Hanya
orang gila yang akan bunuh diri saja yang melakukan hal itu."
"Tapi—aku
kok tidak mengerti—" saya mulai.
"Aku pun
tidak mengerti. Dengar, mon ami, hal itu membingungkan aku. Aku—si Hercule
Poirot!"
"Tetapi
kalau kau yakin dia tak bersalah, bagaimana dengan penjelasan dia membeli
strychnine?"
"Sederhana.
Dia memang tidak membelinya."
"Tapi Mace
mengenalinya!"
"Ah, dia
kan hanya melihat seorang laki-laki berjenggot hitam seperti jenggot Tuan Inglethorp
dan memakai kaca mata seperti kaca mata Tuan Inglethorp, dan memakai baju khas
gaya Tuan Inglethorp berpakaian. Dia tidak bisa mengenali orang yang mungkin
hanya dilihatnya dari jauh karena dia sendiri baru dua minggu tinggal di desa
ini. Sedangkan Nyonya Inglethorp biasanya membeli obat di Coot,
Tadminster."
"Kalau
begitu kau berpendapat—"
"Mon ami,
kau masih ingat dua hal yang kukatakan penting? Jangan pikirkan dulu yang
pertama, perhatikan yang kedua."
"Fakta
penting bahwa Alfred Inglethorp memakai pakaian yang aneh dan khas, berjenggot
hitam, dan berkaca mata," kata saya.
"Tepat.
Sekarang seandainya ada orang yang ingin menyaru seperti John dan Lawrence
Cavendish, Apakah mudah?"
'Tidak,"
kata saya berpikir. "Tapi seorang aktor—"
Poirot memotong
dengan cepat. "Ya, mengapa sulit? Karena mereka berdua tidak berjenggot.
Untuk menyaru dan berhasil— pada siang hari bolong—diperlukan bakat seorang
aktor yang jenius dan yang memiliki persamaan ciri-ciri wajah. Tetapi dalam
kasus Alfred Inglethorp, semuanya tidak demikian. Baju, jenggot, dan kaca mata
yang menutupi matanya— merupakan hal-hal yang amat penting dari penampilannya.
Sekarang, apakah insting pertama seorang pembunuh. Membelokkan kecurigaan dari
dirinya, bukan? Dan bagaimana caranya agar dia bisa melakukannya dengan baik?
Dengan melemparkannya pada orang lain. Dalam hal ini ada orang yang siap untuk
dijadikan kambing hitam. Setiap orang yakin bahwa Tuan Inglethorp bersalah.
Dialah yang akan dicurigai. Tapi untuk lebih meyakinkan lagi harus ada bukti
yang tidak bisa dibantah—seperti pembelian racun. Dan menyamar sebagai Tuan
Inglethorp tidaklah sulit. Tuan Mace belum pernah bicara dengan Tuan
Inglethorp. Jadi dia akan percaya saja seandainya ada seseorang yang menyamar
sebagai Tuan Inglethorp dan mengatakan bahwa dirinya adalah Tuan
Inglethorp."
"Mungkin
juga demikian," kata saya terpukau uleh imajinasi Poirot. "Tapi kalau
memang demikian, mengapa dia tidak mengatakan di mana dia berada pada hari Senin
jam enam sore?"
"Ah,
mengapa ya?" kata Poirot lebih tenang. "Seandainya dia ditahan,
mungkin dia akan mengaku, tapi aku tak menginginkan begitu. Aku harus membuat
dia melihat posisinya sendiri. Tentu saja ada suatu hal yang tak terpuji di
balik mulutnya yang terkunci rapat-rapat. Seandainya dia tidak membunuh
istrinya, dia tetap seorang bajingan, dan ada hal yang disembunyikannya, yang
tak ada hubungannya dengan pembunuhan itu."
"Apa
kira-kira?" gumam saya sambil seolah-olah mengakui keunggulan pendapat Poirot
walaupun sebenarnya saya tidak yakin.
'Tak bisa
menebak?" tanya Poirot, tersenyum.
"Tidak.
Kau?"
"Oh, ya.
Aku punya sebuah ide beberapa waktu yang lalu. Dan ternyata benar."
"Kau tak
memberi tahu aku," kata saya sebal.
Poirot
mengangkat tangannya meminta maaf. "Maaf, mon ami. Karena kau dulu tidak
sympathique dengan ide itu," tiba-tiba dia berpaling dan berkata dengan
serius. "Kau mengerti sekarang mengapa dia tak perlu ditahan?"
"Mungkin"
kata saya ragu-ragu. Saya memang tidak peduli akan nasib Alfred Inglethorp.
Mungkin sebuah gertakan akan baik untuknya. Poirot yang memandang saya dengan
sungguh-sungguh menjadi kecewa. Dia menarik napas dalam-dalam. "Kita
bicara yang lain saja. Bagaimana pendapatmu tentang kesaksian dalam pemeriksaan
tadi?"
"Oh,
seperti yang aku harapkan,"
"Tak ada
yang aneh?"
Pikiran saya
langsung melayang pada Mary Cavendish, dan saya bertanya, "Dalam hal
apa?"
"Ya—misalnya
saja kesaksian Tuan Lawrence Cavendish." Saya menjadi lega.
"Oh,
Lawrence! Tidak—aku rasa tak ada yang aneh. Dia memang mudah gugup."
"Pendapatnya
bahwa ibunya mungkin secara tak sengaja keracunan tonik yang diminumnya. Apa
itu tak aneh—"
"Aku rasa
tidak. Memang dokter itu menertawakan dia. Tapi pendapatnya adalah wajar—
pendapat orang awam."
"Tapi
Lawrence bukan orang awam. Engkau sendiri yang mengatakan bahwa dia pernah
sekolah kedokteran dan lulus."
"Ya,
benar. Tak terpikir olehku," saya terkejut. "Memang aneh."
Poirot
mengangguk. "Dari permulaan sikapnya sudah aneh. Dari semua orang di rumah
itu, dialah yang seharusnya segera mengenali gejala-gejala keracunan strychnine.
Tapi ternyata justru dia yang menolak pendapat itu, bahkan berkeras dengan
penuh keyakinan bahwa ibunya meninggal secara wajar. Seandainya John yang
mengatakan hal itu, aku bisa memakluminya. Dia tidak tahu apa-apa tentang
kedokteran dan orangnya memang tak punya imajinasi. Tapi Lawrence—tidak! Dan
hari ini, dia mengemukakan pendapat yang dia tahu tidak masuk akal. Ada yang harus
dikorek di sini, mon ami"
"Memang
membingungkan."
"Lalu
Nyonya Cavendish," lanjut Poirot. "Satu orang lagi yang tidak mau
mengatakan apa yang dia ketahui! Apa pendapatmu tentang sikapnya?"
"Aku tak
tahu. Sikapnya yang seolah-olah melindungi Alfred Inglethorp memang sulit dimengerti."
Poirot
mengangguk sambil terus merenung. "Ya, aneh. Tapi ada satu hal yang sudah
pasti. Dia mendengar sesuatu dalam percakapan pribadi itu. Dan dia tak mau
mengatakan apa yang didengarnya."
"Dan orang
tak akan menuduh orang semacam dia mencuri dengar pembicaraan orang lain!"
"Tepat.
Kesaksiannya menunjukkan satu hal. Aku telah membuat kekeliruan. Dan Dorcas benar.
Pertengkaran itu terjadi sore hari kira-kira jam empat, seperti yang dikatakannya."
Saya memandang
Poirot dengan rasa ingin tahu. Saya tidak mengerti mengapa dia selalu mempersoalkan
hal itu.
"Dan ada
satu hal lagi yang membuatku tidak mengerti," kata Poirot. "Apa yang dilakukan
Dokter Bauerstein pagi-pagi buta seperti itu berada di luar? Tak seorang pun
menanyakan hal itu."
"Aku rasa
dia menderita insomnia," jawab saya ragu-ragu.
"Itu
merupakan keterangan yang bagus dan sekaligus jelek," kata Poirot.
"Hal itu mencakup segalanya tapi tak menjelaskan apa-apa. Aku akan lebih
memperhatikan orang ini."
"Ada lagi
yang aneh dengan kesaksian tadi?" tanya saya sinis.
"Man
ami" kata Poirot dengan serius. "Kalau kau tahu ada seseorang yang
tidak menngatakan hal yang sebenarnya, hati-hatilah! Kalau aku tak keliru,
dalam pemeriksaan tadi, paling banyak hanya dua orang yang mengatakan apa
adanya tanpa menutup-nutupi suatu hai lain."
"Ah, masa!
Memang Lawrence dan Nyonya Cavendish tidak termasuk di situ. Tapi John—dan Nona
Howard—tentunya mereka berkata jujur, kan?"
"Keduanya?
Satu, bolehlah. Tapi tidak dua—!"
Kata-katanya
mengejutkan saya. Walaupun tidak penting, kesaksian Nona Howard diberikan
dengan sikap terus terang. Saya tak ragu-ragu lagi akan kejujurannya. Namun
saya juga menghargai kecerdasan Poirot—kecuali pada waktu-waktu di mana dia
kelihatan begitu keras kepala.
"Kau
berpendapat begitu?" tanya saya. "Kelihatannya Nona Howard selalu
jujur bahkan terlalu jujur."
Poirot
memandang saya dengan ekspresi aneh yang tidak bisa saya mengerti. Dia sepertinya
akan bicara tapi tidak jadi. "Nona Murdock juga," saya melanjutkan.
"Dia kelihatannya jujur."
"Ya. Tapi
aneh, dia tidak mendengar apa-apa walaupun kamarnya bersebelahan. Sedangkan
Nyonya Cavendish yang kamarnya ada di sayap lain malah mendengar suara meja
jatuh dengan jelas."
"Ah, dia
kan muda. Dan tidurnya nyenyak."
"Memang.
Pasti dia itu tukang tidur!"
Saya tidak
senang dengan nada suara Poirot. Tapi pada saat itu saya mendengar suara ketukan
di pintu. Dari jendela kami melihat dua orang detektif sedang menunggu di depan.
Poirot menyambar topinya, memelintir kumisnya dan dengan hati-hati menjentikkan
debu yang tak kelihatan dari lengan bajunya. Kami turun dan bersama dengan
kedua detektif itu menuju Styles.
Saya rasa
kedatangan kedua orang Scotland Yard itu merupakan suatu kejutan—terutama bagi
John—walaupun dia sadar bahwa hal itu akan terjadi juga. Poirot berbicara
dengan Japp dengan suara rendah dalam perjalanan, dan Japp minta agar seisi
rumah, kecuali para pelayan, berkumpul di ruang keluarga. Saya menyadari betapa
pentingnya hal ini. Kesuksesan rencana ini tergantung pada Poirot. Secara pribadi,
saya tidak terlalu optimis. Poirot mungkin punya alasan-alasan yang amat bagus
tentang ketidak-berdosaannya Inglethorp. Tapi orang semacam Summerhaye pasti
akan minta bukti-bukti. Dan saya meragukan kemampuan Poirot untuk menyediakannya.
Tak lama
kemudian kami berjalan masuk ke ruang keluarga. Japp menutup pintu. Dengan
sopan Poirot menarik kursi untuk setiap orang. Kedua orang Scotland Yard itu menjadi
pusat perhatian semua mata. Saya rasa untuk pertama kalinya kami menyadari
bahwa kami tidak berhadapan dengan sebuah mimpi buruk melainkan suatu kenyataan
yang tidak jelas. Kami pernah membaca hal-hal seperti itu dan sekarang kami sendirilah yang menjadi aktor
drama tersebut. Besok pagi, semua koran di seluruh Inggris akan terbit dengan
pokok berita: "TRAGEDI MISTERIUS DI ESSEX1 'WANITA KAYA MATI DIRACUN"
Akan ada gambar rumah Styles, foto-foto 'Keluarga yang meninggalkan Pemeriksaan—juru
potret desa tidaklah bermalas-malasan! Semua hal yang pernah dibaca seratus kali—yang
terjadi pada orang lain kini dialami sendiri. Dan di rumah ini telah terjadi
sebuah pembunuhan.
Di depan kami
duduk para detektif yang menangani kasus tersebut. Saya rasa semua orang akan
heran karena Poirot-lah dan bukan orang Scotland Yard itu yang memulai.
"Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan," kata Poirot sambil membungkukkan badan
seperti seorang pembesar yang akan berceramah. "Saya meminta agar Anda semua
berkumpul di sini dengan satu tujuan. Tujuan itu berkaitan dengan Tuan Alfred Inglethorp."
Tanpa sadar
semua orang memang telah menarik kursinya sedikit menjauhi Inglethorp.
Inglethorp sendiri agak terkejut ketika Poirot menyebutkan namanya. "Tuan
Inglethorp" kata Poirot langsung kepadanya, "ada sebuah bayangan
gelap di atas rumah ini. Bayangan pembunuhan,"
Inglethorp
menggelengkan kepala dengan sedih. "Istriku yang malang," gumamnya.
"Emily yang malang! Sangat mengerikan."
"Saya rasa
Anda tidak menyadari betapa mengerikannya hal itu—bagi Anda," kata Poirot
langsung. Dan karena Inglethorp kelihatannya tidak mengerti, dia menambahkan,
"Tuan Inglethorp, Anda sedang berdiri di tepi jurang yang berbahaya."
Kedua orang
detektif itu resah. Saya seolah-olah mendengar kalimat, "Apa yang Anda katakan
akan menjadi suatu kesaksian untuk memberatkan diri Anda"—keluar dari mulut
Summerhaye. Poirot melanjutkan. "Anda mengerti, sekarang?"
"Tidak.
Apa yang Anda maksud?"
"Maksud saya,
Anda dicurigai sebagai pembunuh istri Anda," kata Poirot tanpa basa-basi. Terdengar
suara-suara terkejut dalam ruangan setelah Poirot memberi keterangan dengan
polos.
"Ya,
ampun!" seru Inglethorp sambil berdiri. "Benar-benar tuduhan yang
keji! Saya meracun Emily?"
"Saya
rasa," kata Poirot sambil memandang tajam kepadanya, "Anda tidak
menyadari kesaksian Anda yang aneh itu di dalam pemeriksaan. Tuan Inglethorp,
setelah mengetahui apa yang saya katakan tadi, apakah Anda tetap menolak untuk mengatakan
di mana Anda berada pada jam enam sore hari Senin yang lalu?"
Dengan mengeluh
Alfred Inglethorp membenamkan diri lagi ke kursinya. Kedua
tangannya menutupi wajahnya. Poirot mendekat dan berdiri di
depannya, "Katakan!" teriaknya kejam. Dengan susah-payah Inglethorp
membuka kedua tangannya. Lalu dengan perlahan - lahan tapi pasti, dia
menggelengkan kepalanya.
"Anda tak
mau mengatakannya?"
"Tidak.
Saya tak yakin ada orang yang begitu kejam menuduh saya seperti yang Anda katakan."
Poirot
mengangguk seperti orang yang yakin telah mengambil Keputusan, "Soit"
katanya. "Kalau begitu sayalah yang akan berbicara untuk Anda."
Alfred
Inglethorp berdiri lagi. "Anda? Bagaimana mungkin? Anda tidak tahu—" Dia
berhenti tiba-tiba.
Poirot
memalingkan badannya menghadap kami, "Nyonya-nyonya dan Tuan-tuan! Saya
berbicara! Dengarkanlah! Saya, Hercule Poirot, menegaskan bahwa laki-laki yang
memasuki toko obat dan membeli strychnine pada jam enam sore hari Senin yang
lalu bukanlah Tuan Inglethorp, karena pada jam enam sore hari yang sama Tuan Inglethorp
sedang menemani Nyonya Raikes pulang ke rumahnya. Saya bisa memberikan tidak
kurang dari lima orang saksi yang bisa disumpah untuk mengatakan bahwa mereka
melihat Tuan Inglethorp bersama Nyonya Raikes pada jam enam atau jam enam
lebih. Seperti Anda ketahui, tanah pertanian Abbey, rumah Nyonya Raikes,
berjarak setidaknya dua setengah mil dari desa. Alibi ini tak perlu diragukan
lagi!"
Lanjut ke BAB DELAPAN
0 comments:
Post a Comment