Tuesday, 13 October 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB DUA PULUH EMPAT

BAB DUA PULUH EMPAT
SELAMATKAN DIA


Kami menyeberang dari Inggris naik kapal malam, dan esok paginya kami tiba di Saint-Omer, ke mana Jack Renauld telah dibawa. Tanpa membuang waktu Poirot langsung mengunjungi Tuan Hautet. Karena dia kelihatannya tidak menunjukkan keberatan bila aku ikut dengan dia, maka aku pun ikut.
Setelah melalui bermacam-macam formalitas dan pendahuluan, kami dibawa masuk ke ruang Hakim Pemeriksa. Pria itu menyambut kami dengan ramah.
"Kata orang Anda kembali ke Inggris, Tuan Poirot saya senang bahwa hal itu
tak benar."
"Memang benar saya pergi ke sana, Pak Hakim, tapi hanya merupakan kunjungan singkat. Suatu usaha sampingan, tapi yang menurut saya mungkin bisa membantu penyelidikan."
"Lalu apakah ternyata memang membantu?"
Poirot mengangkat bahunya. Tuan Hautet mengangguk sambil mendesah."Saya rasa kita harus menarik diri. Giraud yang seperti binatang itu, tingkah-lakunya tidak menyenangkan, tapi dia memang benar-benar pandai! Rasanya tak banyak kemungkinannya dia akan membuat kesalahan."
"Menurut Anda tak mungkin, Pak Hakim?"
Kini Hakim Pemeriksalah yang mengangkat bahunya."Eh bien, secara jujur — antara kita saja — apakah Anda bisa membantahnya?"
"Terus terang, Pak Hakim, menurut saya masih banyak hal yang kabur."
"Seperti —?" Tapi Poirot tak mau berbicara.
"Saya belum menyusunnya," katanya. "Yang ada  pada saya baru merupakan suatu pemikiran secara umum. Saya suka pada anak muda itu, dan saya juga merasa sayang bila harus percaya bahwa dia telah bersaksi melakukan kejahatan yang mengerikan itu. Omong – omong, apa yang dikatakannya untuk membela dirinya?"
Hakim itu mengerutkan dahinya. "Saya tak mengerti anak muda itu. Dia kelihatannya tak mampu membela dirinya. Sulit sekali menyuruhnya menjawab pertanyaan-pertanyaan. Dia hanya bisa menyangkal saja, dan selanjutnya menyatakan perlawanannya dengan cara menutup mulut dengan keras kepala. Besok saya akan menanyainya lagi, apakah Anda ingin ikut hadir?"
Kami menerima ajakan itu dengan senang sekali."Suatu perkara yang membuat pusing," kata Hakim dengan mendesah.
"Saya benar-benar kasihan pada Nyonya Renauld."
"Bagaimana Nyonya Renauld?" 
"Beliau belum lagi siuman. Tapi syukurlah, wanita malang itu tidak mengalami penderitaan yang lebih berat. Menurut kata dokter tak ada bahayanya. Tapi katanya, bila dia siuman nanti dia akan harus benar-benar tenang. Saya dengar keadaannya yang sekarang ini disebabkan oleh shok itu, ditambah lagi dengan acuhnya. Akan mengerikan sekali kalau otaknya jadi terganggu, tapi saya tidak heran, sama sekali tak heran." Tuan Hautet bersandar sambil menggeleng dengan murung, karena dia melihat masa depan yang suram.
Akhirnya dia bangkit , dan tiba-tiba berkata, "Saya jadi ingat. Saya ada menyimpan surat untuk Anda, Tuan Poirot. Coba saya lihat, di mana saya menyimpannya ya?" Dia lalu membongkar surat-suratnya. Akhirnya ditemukannya surat, lalu disampaikannya pada Poirot."Surat ini disampaikan melalui saya dengan permintaan supaya saya teruskan pada Anda," katanya menjelaskan. 'Tapi karena Anda tidak meninggalkan alamat, saya tak bisa menyampaikannya."
Poirot memperhatikan surat itu dengan rasa ingin tahu. Alamat surat itu ditulis tangan, tulisannya anjang dan miring dan jelas merupakan tulisan tangan wanita, Poirot tidak membukanya. Dia memasukkannya ke dalam sakunya lalu bangkit.
"Sampai besok kalau begitu, Pak Hakim. Terima kasih banyak atas kebaikan hati dan keramahan Anda."
"Terima kasih kembali. Saya selalu siap membantu Anda. Detektif-detektif muda golongan Giraud itu, sama saja semuanya — mereka itu kasar dan pengejek. Mereka tidak menyadari bahwa seorang hakim pemeriksa yang — eh — sudah berpengalaman seperti saya tentu punya kebijaksanaan tersendiri, suatu — kelebihan. Pokoknya, sopan-santun golongan tua jauh lebih saya sukai. Jadi, Sahabatku, perintah saja saya sesuka hati Anda, Kita tahu lebih banyak, bukan?"
Dan sambil tertawa riang, karena merasa puas akan dirinya sendiri dan dengan kami, Tuan Hautet melepas kami. Aku merasa tak senang mendengar kata-kata yang pertama-tama diucapkan Poirot waktu kami melewati lorong gedung itu, "Si tua itu terkenal gobloknya! Kasihan kita akan ketololannya!"
Baru saja kami akan meninggalkan gedung itu, kami bertemu dengan Giraud, yang kelihatannya lebih bergaya, dan tampak merasa puas akan dirinya."Oh, Tuan Poirot," serunya
seenaknya. "Sudah kembali dari Inggris Anda rupanya?"
"Sebagaimana Anda lihat," kata Poirot.
"Saya rasa perkara ini sudah mendekati penyelesaiannya."
"Saya rasa juga begitu, Tuan Giraud." Poirot berbicara dengan halus. Sikapnya yang seolah-olah kurang percaya diri agaknya menyenangkan lawan bicaranya."Dia benar-benar penjahat yang masih ingusan! Membela dirinya pun dia tak kuasa. Luar biasa!"
"Demikian luar biasanya, hingga membuat kita jadi berpikir, bukan?" kata Poirot dengan halus.  Tetapi Giraud mendengarkan pun tidak. Dia hanya memutar-mutarkan tongkatnya.
"Nah, selamat siang, Tuan Poirot. Saya senang bahwa Anda akhirnya puas dengan dinyatakannya Jack Renauld bersalah,"
"Maaf, saya sama sekati tidak puas! Jack Renauld tidak bersalah!"
Giraud terbelalak sebentar — lalu tertawa terbahak, sambil mengetuk-ngetuk kepalanya dengan penuh arti, dia hanya berkata, "Tak beres" Sikap Poirot jadi penuh tantangan. Matanya berkilat berbahaya.
"Tuan Giraud, selama perkara ini sikap Anda terhadap saya selalu penuh penghinaan! Anda perlu diberi pelajaran. Saya bersedia bertaruh lima ratus franc dengan Anda, bahwa sayalah yang akan lebih dulu menemukan pembunuh yang sebenarnya daripada Anda. Setuju?"
Giraud menatapnya tanpa berbuat apa-apa, lalu menggumam lagi, "Tak beres!"
"Ayolah," desak Poirot, "setuju atau tidak?"
"Saya tak ingin menerima uang Anda."
"Percayalah — Anda memang tidak akan mendapatkannya!"
"Oh, kalau begitu, saya setuju! Anda mengatakan bahwa sikap saya pada Anda penuh penghinaan. Eh bien, sikap Anda pun kadang-kadang menjengkeilkan"
"Saya senang mendengar itu," kata Poirot.
"Selamat pagi, Tuan Giraud. Mari, Hastings." Aku tak berkata apa-apa di sepanjang perjalanan Hatiku gundah. Poirot telah memperlihatkan niatnya dengan jelas. Aku makin meragukan kemampuanku untuk menyelamatkan Belia dari akibat perbuatannya. Pertemuan yang tak menyenangkan dengan Giraud tadi itu telah membuat hati Poirot panas dan menimbulkan keberaniannya.Tiba-tiba aku merasa ada tangan diletakkan di pundakku, dan waktu berbalik aku berhadapan dengan Gabriel Stonor. Kami berhenti lalu menyalaminya, dan dia menyatakan keinginannya untuk berjalan bersama-sama kami kembali ke hotel kami.
"Apa yang Anda lakukari di sini, Tuan Stonor?" tanya Poirot.
"Bukankah kita harus mendampingi sahabat-sahabat kita?" sahut yang ditanya dengan suara datar. "Terutama bila dia dituduh secara tak adil."
"Jadi, apakah Anda tak percaya bahwa Jack Renauld telah melakukan kejahatan itu?" tanyaku dengan bernafsu.
"Tentu tidak. Saya kenal anak muda itu. Saya akui bahwa memang ada satu atau dua hal yang benar-benar mengagetkan saya dalam urusan ini, namun demikian, meskipun dia sudah pasrah dengan begitu bodoh, saya tidak akan pernah percaya bahwa Jack Renauld adalah seorang pembunuh." Aku sependapat dengan sekretaris itu. Kata-katanya rasanya telah mengangkat beban yang tersimpan dalam hatiku.
"Saya yakin banyak orang yang beranggapan seperti Anda pula," aku berseru. "Sedikit sekali kesaksian yang memberatkannya, itu pun tak masuk akal. Saya rasa dia pasti akan dibebaskan — itu tidak diragukan lagi." Tetapi reaksi Stonor tak sesuai dengan yang kuharapkan.
"Saya ingin berpendirian seperti Anda itu," katanya dengan serius. Dia berpaling pada Poirot. "Bagaimana pendapat Anda, Tuan Poirot?"
"Kurasa dia tak banyak harapan," kata Poirot dengan tenang.
"Apakah Anda percaya bahwa dia bersalah?" tanya Stonor dengan tajam.
"Tidak. Tapi ia akan menemui kesulitan untuk membuktikan dirinya tak bersalah"
"Kelakuannya pun bukan main anehnya," gumam Stonor. "Saya tentu maklum bahwa perkara ini lebih rumit daripada yang tampak. Giraud tak tahu itu, karena dia orang luar, tapi semuanya ini memang benar-benar aneh. Mengenai hal itu, makin sedikit kita berbicara makin baik. Bila Nyonya Renauld ingin menyembunyikan sesuatu, saya tak dapat mendukungnya. Itu adalah urusan beliau, dan saya terlalu menaruh hormat padanya untuk ikut mencampurinya, tapi saya tak bisa membenarkan tindakan Jack itu. Orang akan beranggapan bahwa dia memang ingin disangka bersalah."
"Ah, itu tak masuk akal," seruku menyela. "Pertama-tama, pisau belati itu —" Aku berhenti, aku tak yakin berapa banyak Poirot akan membiarkan aku membuka mulut. Kemudian aku melanjutkan dengan memilih kata-kataku dengan berhati-hati, "Kita tahu bahwa malam itu pisau belati itu tak mungkin ada pada Jack Renauld. Nyonya Renauld tahu itu.
" memang'' kata Stonor. "Bila beliau sudah sembuh, beliau pasti mau mengatakan semuanya itu, bahkan juga yang lain - lain. Nah, saya harus pergi sekarang."
"Sebentar." Poirot menahan kepergiannya dengan menahan lengannya. "Bisakah Anda mengatur untuk segera memberi tahu saya bila Nyonya Renauld sudah sadar kembali?"
"Tentu! Itu mudah diatur."
"Soal mengenai pisau belati itu tepat sekali, Poirot," kataku sambil naik ke lantai atas. "Aku tadi tak bisa berbicara terang-terangan di hadapan Stonor."
"Kau memang benar. Sebaiknya pengetahuan itu kita simpan sendiri saja selama mungkin. Mengenai pisau belati itu, pendapatmu tadi itu, boleh dikatakan tak dapat membantu Jack Renauld. Ingatkah kau bahwa aku tidak berada di tempat satu jam lamanya tadi pagi, sebelum kita berangkat dari London?"
"Ya?"
"Aku tadi berusaha menemukan perusahaan tempat Jack Renauld minta dibuatkan pisau tanda matanya itu. Itu tidak terlalu sulit. Eh him, Hastings, mereka tidak hanya
mendapat pesanan untu membuatkan dua buah pisau pembuka amplop, melainkan tiga."
"Jadi —? Jadi setelah memberikan sebuah pada ibunya, dan sebuah pada Belia Duveen, ada pula yang ketiga yang pasti disimpannya sendiri."
"Tidak, Hastings, kurasa persoalan mengenai pisau belati itu tidak akan bisa membantu kita menyelamatkan Jack dari kapak pemenggal kepalanya."
"Pasti tidak akan begitu jadinya!" seruku bagai tersengat.
Poirot menggeleng tak yakin.
"Kau pasti bisa menyelamatkannya," teriakku dengan yakin.
Poirot memandangiku dengan pandangan hampa, "Ah! Sialan! Kau mengharapkan suatu mukjizat dari diriku. Jangan — jangan berkata apa-apa lagi. Lebih baik kita melihat apa yang ada dalam surat ini."
Lalu dikeluarkannya sampul surat tadi dari saku atasnya.Wajahnya betkerut waktu dia membacanya, lalu diberikannya kertas yang tipis itu padaku."Masih ada wanita lain di dunia ini yang juga menderita, Hastings." Tulisannya kurang jelas, dan surat pendek itu pasti telah ditulis dengan hati berdebar.

Tuan Poirot yang terhormat,
Seterima surat ini, saya mohon agar Anda datang membantu saya. Tak ada seorang pun tempat saya meminta bantuan, dan apa pun yang terjadi, Jack harus diselamatkan. Saya mohon dengan segala kerendahan hati agar Anda membantu kami.

Marthe Daubreuil

Aku mengembalikan surat itu dengan rasa haru.
"Apakah kau mau pergi?"
"Segera. Kita menyewa mobil."
Setengah jam kemudian kami sudah tiba di Villa Marguerite. Marthe sendiri yang berada di pintu menyambut kami, dan mempersilakan Poirot masuk, sambil menggenggam tangan Poirot dengan kedua betah tangannya.
"OhAnda. datang — baik benar Anda. Saya hampir putus asa, tak tahu harus berbuat apa. Mereka bahkan tak mau memberi saya izin untuk menjenguk Jack. Saya menderita sekali, akan gila saya rasanya. Benarkah seperti kata mereka, bahwa Jack tidak membantah telah melakukan kejahatan itu? Itu gila! Tak mungkin dia yang melakukannya! Saya sama sekali tak mau percaya."
"Saya juga tak percaya, Nona," kata Poirot dengan halus.
"Tapi lalu mengapa Jack tak mau berbicara? Saya tak mengerti."
"Mungkin karena dia melindungi seseorang," kata Poirot sambil mengamatinya.
Marthe mengerutkan alisnya."Melindungi seseorang? Maksud Anda ibunya? Ya, sejak semula saya sudah mencurigai wanita itu. Siapa yang akan mewarisi semua harta yang begitu banyak? Dia. Memang mudah memerankan janda yang berduka, dan berbuat munafik. Dan kata orang, waktu Jack ditangkap dia jatuh — begini." Dengan gerakan tangannya dia menjelaskan kata-katanya itu. "Dan tentulah, Tuan Stonor, sekretarisnya itu, membantunya. Mereka bekerja sama dengan baik, mereka berkomplot. Wanita itu memang lebih tua daripada sekretaris itu — tapi apa peduli seorang laki - laki — asal wanita itu kaya!" Nada
bicaranya terdengar pahit.
"Waktu itu Stonor berada di Inggris," aku menyela.
"Katanya memang begitu — tapi siapa tahu yang sebenarnya?"
"Nona," kata Poirot dengan tenang, "bila kita berdiri tenang akan bekerja sama dengan baik, kita harus menjelaskan semua hal. Pertama, saya ingin menanyakan satu hal."
"Ya, Tuan?"
"Tahukah Anda siapa nama ibu Anda yang sebenarnya?"
Gadis itu memandanginya sejenak, kemudian direbahkannya kepalanya ke depan beralaskan lengannya, lalu dia menangis sedih.
"Sudahlah, sudahlah," kata Poirot, sambil menepuk-nepuk pundaknya. "Tenangkanlah diri Anda, Anak manis, saya lihat Anda tahu. Sekarang pertanyaan kedua. Apakah Anda tahu siapa Tuan Renauld itu sebenarnya?"
"Tuan Renauld?" Diangkatnya kepalanya, lalu dipandanginya Poirot dengan keheranan.
"Oh, saya lihat bahwa Anda tak tahu. Sekarang dengarkan baik-baik." Selangkah demi selangkah diungkapkannya perkara itu, seperti yang telah dilakukannya pada saya pada hari keberangkatan kami ke Inggris. Marthe mendengarkan dengan terpesona. Setelah Poirot selesai, gadis itu menarik napas panjang.
"Bukan main hebatnya, Anda — luar biasa! Andalah detektif yang terbesar di dunia ini." Dengan gerakan cepat gadis itu turun meluncur dari kursinya dan berlutut di hadapan Poirot dragon cara khusyuk, khas Prancis. "Selamatkanlah, Jack, Tuan," ratapnya. "Saya cinta sekali padanya. Oh, selamatkanlah dia, selamatkan dia — selamatkan dia!"



0 comments:

Post a Comment