Tuesday, 6 October 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB TUJUH BELAS

BAB TUJUH BELAS
KAMI MENGADAKAN PENYELIDIKAN SELANJUTNYA



Perkara Beroldy itu kucatat seluruhnya. Tentulah tidak semua kejadian itu secara terperinci bisa kuingat sebaik yang kuceritakan di sini. Namun, secara menyeluruh aku ingat perkara itu dengan baik. Hal itu telah menarik banyak perhatian, dan dilaporkan pula oleh surat-surat kabar Inggris, hingga aku tak perlu kuat-kuat berusaha untuk mengingat hal-hal kecil yang menonjol.
Pada saat ini, dalam keadaanku yang kacau begini, rasanya seluruh perkara itu terkuak kembali. Kuakui bahwa aku mudah terpengaruh, dan Poirot menyayangkan kebiasaanku yang selalu terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi kupikir dalam hal ini aku punya alasan. Aku segera merasa kagum melihat betapa sesuainya penemuan itu dengan pandangan Poirot.
"Poirot," kataku, "aku mengucapkan selamat padamu. Sekarang aku mengerti semuanya."
"Kalau itu memang benar, aku yang mengucapkan selamat padamu, mon ami. Karena biasanya kau sulit mengerti, bukan?"
Aku agak jengkel.
"Ah sudahlah, jangan terus-menerus mengingatkan aku pada kegagalanku. Kau sendiri yang selalu misterius, selalu berbicara dengan tak jelas, dan hal-hal yang  kau kemukakan selalu samar hingga siapa pun juga pasti akan sulit memahami apa maksudmu."
Poirot menyalakan rokoknya yang kecil itu dengan caranya yang biasa. Lalu dia mengangkat mukanya. "Dan karena sekarang katamu kau mengerti, mon ami, tolong katakan apa yang sebenarnya kaulihat?"
"Tentu, bahwa Nyonya Daubreuit-Beroldy-lah yang telah membunuh Tuan Renauld, Persamaan antara kedua perkara itu tak dapat diragukan lagi,"
"Jadi kau menganggap bahwa orang telah melakukan kesalahan karena telah membebaskan Nyonya Beroldy? Bahwa dia sebenarnya bersalah, karena telah bersekongkol
dalam pembunuhan suaminya?"
Aku terbelalak.
"Tentu! Tidakkah begitu pula pendapatmu?" Poirot berjalan ke ujung kamar, menarik sebuah kursi dengan linglung, lalu berkata sambil merenung, "Ya, aku pun berpendapat demikian. Tapi tanpa kata 'tentu', Sahabatku. Secara teknis, Nyonya Beroldy tak bersalah."
"Dalam kejahatan yang itu mungkin tidak. Tapi dalam perkara yang ini, dia jelas bersalah."
Poirot duduk lagi, lalu memperhatikan diriku, air mukanya tampak makin
serius. "Jadi kau benar-benar berpendirian, bahwa yonya Daubreuil yang telah membunuh Tuan Renauld, Hastings?"
"Ya."
''Mengapa?"
Pertanyaan itu dilontarkannya demikian mendadaknya hingga aku terpana "Yah?" aku tergagap. "Tentulah, karena —" Aku terhenti.
Poirot mengangguk padaku.
"Nah kaulihat sendiri, kau segera kehilangan keyakinan. Mengapa Nyonya Daubreuil harus membunuh Tuan Renauld? Bayangan motifnya saja pun tak bisa kita temukan. Wanita itu tidak mendapat keuntungan apa-apa dengan membunuhnya, baik dilihat dari sudut dirinya sebagai kekasih gelap, maupun sebagai pemeras. Dia berada di pihak yang salah. Tak ada pembunuhan tanpa motif. Kejahatan yang pertama dulu itu lain. Dalam keadaan itu ada seorang kekasih gelap yang akan menggantikan kedudukan suaminya."
"Uang bukan merupakan satu-satunya motif pembunuhan," sanggahku.
"Benar," kata Poirot dengan tenang. "Ada dua motif lain. Satu diantaranya adalah pembunuhan karena cinta. Lalu ada pula motif ketiga yang jarang terjadi, yaitu pembunuhan yang menunjukkan bahwa pembunuhnya mengalami kelainan mental. Maniak pembunuhan dan fanatik keagamaan tergolong di sini. Dalam perkara ini, yang terakhir ini bisa dikecualikan."
"Lalu bagaimana dengan kejahatan yang disebabkan oleh cinta? Bisa pulakah itu dikecualikan ? Bila Nyonya Daubreuil adalah kekasih gelap Renauld, bila didapatinya bahwa cinta Renauld padanya sudah mendingin, atau bila rasa cemburunya timbul karena sesuatu hal, apakah tak mungkin dia menyerang laki - laki itu dalam marah yang membara?"
Poirot menggeleng.
"Seandainya — catat kataku, seandainya — Nyonya Daubreuil adalah kekasih gelap Renauld, maka laki-laki itu tak sempat merasa bosan padanya. Dan bagaimanapun juga, kau keliru mengenai watak wanita itu. Dia adalah seorang wanita yang dapat berpura-pura sedang mengalami tekanan yang besar. Dia pandai sekali main sandiwara. Tapi, bila kita lihat dia dengan tenang, akan tampak bahwa cara hidupnya berlawanan dengan penampilannya. Bila kita periksa keseluruhannya, dia selalu bersikap dingin dan selalu memperhitungkan segala motif dan tindakannya. Dia telah membenarkan pembunuhan atas diri suaminya, bukan untuk mengikatkan hidupnya dengan pengacara muda itu. Yang menjadi tujuannya adalah orang Amerika itu, yang mungkin sama sekali tak dicintainya. Bila dia melakukan kejahatan, itu selalu untuk mendapatkan keuntungan. Dalam hal ini, tak ada keuntungannya. Selain daripada itu, bagaimana kau bisa menerangkan tentang penggalian kubur itu? Itu adalah pekeriaan laki-laki."
"Mungkin dia berkomplot" saranku. Aku tak mau menyerah kalah dalam pendirianku.
"Aku beralih pada keberatan yang satu lagi. Kau tadi mengatakan tentang persamaan antara kedua kejahatan itu. Dalam hal apa persamaannya?"
Aku menatapnya keheranan.
"Kaulah yang menyatakan hal itu, Poirot! Kisah tentang dua orang laki-laki berkedok, rahasia dan surat itu!"
Poirot tersenyum kecil, "Kuharap kau jangan begitu berang. Aku tidak menyangkal apa-apa. Persamaan antara kedua kisah itu pasti menjadi penghubung antara kedua perkara itu. Tapi sekarang pikirkanlah tentang sesuatu yang sangat aneh. Bukan Nyonya Daubreuil yangmenceritakan kisah itu pada kita bila demikian halnya, semuanya akan menjadi mudah sekali. Nyonya Renauld-lah yang menceritakannya. Jadi mungkinkah dia bersekutu dengan Nyonya Daubreuil?"
"Aku tak bisa membayangkannya," kataku lambat-lambat. "Bila demikian halnya, maka Nyonya Renauld itu pasti seorang pemain sandiwara yang paling ulung yang pernah dikenal dunia."
"Nah — nah," kata Poirot tak sabaran. "Lagi-lagi kau berbicara dengan sentimen, bukan dengan logikamu! Bila seorang penjahat merasa perlu untuk menjadi seorang pemain sandiwara yang ulung, biar saja dia menjadi pemain sandiwara itu. Tapi apakah itu perlu? Aku tak percaya Nyonya Renauld bersekutu dengan Nyonya Daubreuil karena beberapa hal. Beberapa di antaranya telah kuberitahukan padamu. Alasan-alasan lain sudah terbukti sendiri. Oleh karenanya, kemungkinan itu bisa kita hapuskan. Makin lama kita sudah makin dekat pada keadaan sebenarnya, yang sebagaimana biasanya, sangat aneh dan sangat menarik."
"Poirot," seruku, "apa lagi yang kau tahu?"
"Mon ami, kau harus membuat uraianmu sendiri. Kau telah memiliki fakta - faktanya!
Konsentrasikan sel-sel kecilmu yang kelabu itu. Berpikirlah — jangan seperti Giraud — tetapi seperti Herfcule Poirot,"
"Tapi apakah kau yakin?"
"Sahabatku, dalam beberapa hal selama ini aku memang goblok. Tapi sekarang ini akhirnya aku sudah melihat dengan jelas persoalannya."
"Kau tahu semuanya?"
"Aku sudah menemukan, apa yang disuruh temukan oleh Tuan Renauld dalam menyuruhku datang."
"Dan kau sudah tahu pembunuhnya?"
"Aku sudah tahu satu diantara pembunuh – pembunuhnya"
"Apa maksudmu?"
''Percakapan kita ini agak simpang-siur. Di sini bukan hanya satu pembunuhan, tapi dua. Yang  pertama telah kupecahkan, yang kedua — eh hien, fharus kuakui bahwa aku belum yakin!"
"Tapi, Poirot, kalau tak salah tadi kaukatakan bahwa orang yang di dalam gudang itu meninggal wajar."
"Nah, nah." Poirot mengucapkan kata seru kesukaannya yang menunjukkan ketidaksabarannya "Kau masih saja. tak mengerti. Kita mungkin menghadapi kejahatan tanpa seorang pembunuh, tapi bila ada dua pembunuhan tentu harus ada dua mayatnya."
Kupikii betapa aneh dan tak jelasnya kata-katanya itu, dan aku memandangnya tak mengerti Tapi dia kelihatan wajar - wajar saja. Tiba-tiba dia bangkit lalu berjalan ke jendela.
"Ini dia," katanya.
"Siapa?"
'Tuan Jack Renauld. Aku telah mengirim surat ke villa tadi memintanya datang."
Keterangannya itu mengalihkan jalan pikiranku, dan kutanyakan padanya apakah dia tahu bahwa Jack Renauld berada di Merlinville pada malam kejadian itu. Kuharapkan sahabatku yang kecil dan cerdik itu terdiam keheranan, tetapi sebagaimana biasa, dia mahatahu. Dia pun sudah pula bertanya di stasiun rupanya
"Dan kita pun pasti bukan orang-orang yang pertama, yang bertanya, Hastings.
Giraud yang hebat itu, mungkin sudah bertanya juga."
"Kau kan tidak menduga bahwa —" kataku, aku berhenti. "Ah, tidak, alangkah mengerikan jadinya!"
Poirot melihat padaku dengan pandang bertanya, tapi aku tidak berkata apa-apa. Aku baru menyadari bahwa, meskipun ada tujuh orang wanita yang secara langsung atau tak langsung tersangkut dalam peristiwa itu yaitu Nyonya Renauld, Nyonya Daubreuil dan putrinya, pengunjung yang misterius malam itu, dan tiga orang pelayan prianya hanya ada seorang, kecuali Pak tua Auguste, yang tak masuk hitungan. Orang itu adalah Jack Renauld. Dan yang menggali kuburan haruslah seorang pria. Aku tak sempat mengembangkan gagasan yang mengerikan yang telah menganggap pikiranku itu, karena Jack Renauld telah dipersilakan masuk. Poirot menyapanya seperlunya saja.
"Silakan duduk, Tuan. Saya menyesal sekali harus menyusahkan Anda, tapi Anda mungkin maklum bahwa suasana di villa tidak terlalu menguntungkan. Giraud dan saya berbeda pendapat dalam segala hal. Dia juga tak sopan pada saya, dan Anda tentu maklum bahwa saya tak ingin ada di antara penemuan-penemuan saya menguntungkan dia."
"Benar, Tuan Poirot," kata anak muda itu. "Orang yang bernama Giraud itu adalah binatang yang tak tahu adat, dan saya akan senang sekali bila ada orang yang mengalahkannya."
"Jadi bolehkah saya minta kebaikan hati Anda?"
"Tentu."
"Saya minta agar Anda pergi ke stasiun kereta api, lalu naik kereta api yang menuju ke Abbalac, sampai ke stasiun berikutnya. Tanyakan di kamar penyimpanan mantel di sana, apakah ada dua orang asing yang menaruh dua kopor kecil di situ pada malam pembunuhan itu. Stasiun itu kecil saja, dan boleh dikatakan bahwa mereka pasti ingat. Maukah Anda melakukannya?"
"Tentu mau," kata anak muda itu, yang kebingungan meskipun dia siap sedia menjalankan tugas itu.
"Anda tentu mengerti bahwa saya dan sahabat saya ada urusan di tempat lain," Poirot menjelaskan. "Seperempat jam lagi akan ada kereta api, dan saya minta agar Anda tak kembali ke villa dulu. Saya tak ingin Giraud sampai menarik kesimpulan tentang tugas yang harus Anda selesaikan."
"Baiklah, saya akan segera ke stasiun."
Dia bangkit. Tapi Poirot menahannya.
"Selamat, Tuan Renauld. Ada satu hal kecil yang membuat saya heran. Mengapa Anda tadi pagi tidak mengatakan pada Tuan Hautet, bahwa Anda berada di Merlinville pada malam kejahatan itu terjadi?"
Wajah Jack Renauld jadi merah padam. Dia mengendalikan dirinya dengan susah payah. "Anda keliru. Saya berada di Cherbourg, sebagaimana saya katakan pada Hakim
Pemeriksa tadi pagi."
Poirot menatapnya, matanya disipitkannya seperti mata kucing, hingga yang kelihatan hanya cahaya hijaunya saja. "Kalau begitu saya benar-benar keliru — tapi staf di stasiun pun kalau begitu keliru juga. Kata mereka Anda tiba dengan kereta api pukul sebelas lewat empat puluh."
Jack Renauld ragu sebentar, lalu dia mengambil Keputusan. "Lalu kalau memang begitu? Apakah Anda akan menuduh saya turut ambil bagian dalam pembunuh ayah saya?" tanyanya dengan angkuh sambil mendongakkan kepalanya.
"Saya hanya ingin penjelasan mengapa Anda kemari."
"Itu sederhana sekali. Saya datang untuk menjumpai tunangan saya, Nona Daubreuil. Esok harinya saya akan bepergian jauh. Saya tak tahu kapan baru akan kembali. Saya ingin bertemu dengan dia sebelum saya berangkat, untuk meyakinkannya bahwa cinta saya tak berubah."
"Dan bertemukah Anda dengan dia?" Poirot tetap memandang lekat pada orang yang ditanyainya itu.
Sebelum menjawab Renauld menunggu agak lama.
"Ya," katanya.
"Dan kemudian?"
"Saya menyadari bahwa saya telah ketinggalan kereta api yang terakhir. Saya berjalan ke St. Bcauvais. Di sana saya menggedor sebuah tempat penyewaan mobil, dan berhasil menyewa mobil untuk kembali ke Cherbourg."
"St. Beauvais? Itu lima belas kilometer jauhnya. Jauh sekali Anda berjalan, Tuan Renauld."
"Sa — saya sedang ingin berjalan." Poirot menundukkan kepalanya pertanda dia menerima penjelasan itu. Jack Renauld mengambil topi dan tongkatnya, lalu pergi. Poirot segera melompat.
"Cepat Hastings. Kita susul dia."
Dengan menjaga jarak di belakang orang buruan kami itu, kami terus mengikutinya di sepanjang jalan-jalan di Merlinville. Tetapi waktu Poirot melihat bahwa, anak muda itu membelok ke arah stasiun, dia berhenti.
"Bagus. Dia telah menangkap umpan kita. Dia akan pergi ke Abbalac, dan akan menanyakan kopor kecil karanganku yang dimiliki oleh orang asing karanganku pula. Ya mon ami, itu semua hanya akalku saja"
"Apakah kau ingin agar dia tak berada di tempat?" tanyaku.

"Pengamatanmu hebat, Hastings! Nah, kalau kau mau kita sekarang pergi ke Villa Genevieve"

0 comments:

Post a Comment