Saturday, 24 October 2015

Agatha Christie - Misteri di Styles - BAB DUA

BAB DUA
TANGGAL 16 DAN 17 JULI



Saya tiba di Styles pada tanggal 5 Juli, Sekarang akan saya ceritakan apa yang terjadi pada tanggal 16 dan 17 Juli. Supaya mudah, akan saya ceritakan dengan terinci apa yang terjadi pada hari itu. Kejadian-kejadian pada hari itu saya ingat sekali karena berkali-kali ditanyakan dalam pemeriksaan yang lama dan melelahkan.
Saya menerima surat dari Evelyn Howard dua hari setelah kepergiannya. Dia menceritakan bahwa dia telah bekerja lagi sebagai seorang perawat di sebuah rumah sakit besar di Middlttlg-ham, sebuah kota industri yang jauhnya lima belas mil dari Styles, Dia ingin diberi tahu seandainya Nyonya Inglethorp ingin berbaik kembali dengannya. Satu-satunya hal yang mengganggu ketenangan saya adalah hubungan yang sangat akrab antara Nyonya Cavendish dengan Dr. Bauerstein. Saya tak mengerti apa yang dilihatnya pada laki-laki itu.
Tanggal 16 Juli jatuh pada hari Senin. Hari itu terjadilah suatu kekacauan. Bazar yang meriah diadakan pada hari Sabtu dan suatu pertunjukan, di mana Nyonya Inglethorp akan membaca sebuah puisi perang, juga diadakan pada hari itu. Sepanjang pagi kami semua sibuk, menghiasi gedung pertemuan desa, tempat diselenggarakannya bazar tersebut. Kami terlambat makan siang dan istirahat di taman setelah makan. Saya melihat sikap John yang tidak seperti biasa. Dia kelihatan gelisah.
Setelah minum teh, Nyonya Inglethorp berbaring sebentar untuk beristirahat. Saya menantang Mary Cavendish untuk main tenis. Pada jam tujuh kurang seperempat, Nyonya Inglethorp memanggil kami dan mengatakan bahwa kami pasti terlambat karena makan malam akan dihidangkan lebih awal. Kami tergesa-gesa bersiap, dan sebelum selesai makan, mobil telah menunggu di pintu.
Pertunjukan itu sangat berhasil. Nyonya Inglethorp mendapat sambutan dan tepukan meriah dari para penonton. Ada juga pertunjukan tablo, dan Cynthia ikut bermain. Dia tidak pulang bersama kami karena diundang ke sebuah pesta dan akan menginap di tempat kawannya yang ikut main tablo.
Pagi harinya, Nyonya Inglethorp makan pagi di tempat tidurnya, karena dia terlalu lelah. Tetapi dia kelihatan segar pada jam 12.30 dan mengajak Lawrence dan saya ke sebuah undangan makan siang,
"Undangan yang ramah dari Nyonya Rollcston. Adik Lady Tadminster. Keluarga Rolleston masih berkerabat dengan Raja William. Salah satu keluarga yang sudah tua."
Mary tidak ikut karena akan pergi dengan Dr. Bauerstein. Makan siang itu sangat menyenangkan. Ketika kami pulang, Lawrence mengajak lewat Tadminster untuk mengunjungi tempat kerja Cynthia. Nyonya Inglethorp mengatakan bahwa dia masih punya beberapa surat yang harus diselesaikan, walaupun sebenarnya ingin ikut. Jadi kami akan ditinggal di sana dan bersama Cynthia kami bisa kembali dengan kereta kuda.
Setelah ditahan oleh petugas rumah sakit, akhirnya kami bisa menemui Cynthia. Dia kelihatan acuh tapi manis dalam seragam putihnya. Dia membawa kami naik ke ruang obat dan memperkenalkan kami dengan temannya yang dipanggil 'Nibs'.
"Ini sih pabrik botol!" seru saya. "Apa kau benar-benar tahu apa yang ada di setiap botol?"
"Kenapa nggak ngomong yang lain sih?" jawab Cynthia. "Setiap orang yang masuk sini berkata begitu. Kami merencanakan memberi hadiah bagi orang pertama yang tidak mengucapkan kata-kata itu pada waktu masuk ruangan ini. Dan pertanyaan berikut yang diajukan pasti: 'Berapa orang yang sudah kamu racuni?' "
Saya minta maaf sambil tertawa.
"Kalau kalian tahu bagaimana mudahnya kami meracuni orang dengan membuat sedikit kesalahan, pasti kalian tak akan bercanda dengan hal itu. Ayo minum teh. Semua yang ada di lemari itu rahasia. Jangan, Lawrence—itu lemari racun. Lemari besar itu—ya."
Kami minum teh dengan gembira dan membantu Cynthia membereskan cangkir – cangkir itu sesudahnya. Kami mendengar ketukan di pintu ketika selesai mengembalikan sendok teh ke tempatnya. Wajah Cynthia dan Nibs berubah menjadi serius.
"Masuk," kata Cynthia dengan nada tegas.
Seorang perawat muda dengan wajah agak ketakutan muncul mengacungkan sebuah botol pada Nibs yang menunjukkan jari kepada Cynthia sambil berkata, "Aku tidak bertugas hari ini."
Cynthia menerima botol itu dan memeriksanya dengan teliti.
"Seharusnya dikirim tadi pagi."
"Suster lupa—dia minta maaf."
"Seharusnya dia membaca peraturan di pintu itu."
Saya rasa perawat itu tidak akan mengalami kesulitan untuk menceritakan hal itu pada 'suster' yang menakutkan.
"Jadi tidak bisa dikerjakan sekarang," kata Cynthia.
"Apa kami tidak bisa memperolehnya malam ini?"
"Sebenarnya kami sibuk. Tapi kalau ada waktu bisa dikerjakan nanti," jawab Cynthia bermurah hati.
Perawat muda itu keluar dan Cynthia dengan cepat mengeluarkan sebuah botol besar dari rak, mengisi botol yang baru diterimanya dan meletakkannya di sebuah meja di luar pintu.
Saya tertawa, "Disiplin harus ditegakkan, ya?"
"Tepat. Ayo keluar ke balkon kecil itu. Kau bisa melihat bangsal-bangsal di luar."
Saya mengikuti Cynthia dan temannya. Lawrence tetap saja berada di ruangan itu. Tapi tidak lama kemudian Cynthia memanggilnya. Lalu melihat jamnya.
"Tak ada yang dikerjakan lagi, Nibs?"
"Tidak."
"Bagus. Kalau begitu kita kunci saja lalu pulang."
Saya melihat betapa berbedanya Lawrence dengan John sore itu. Lawrence adalah orang yang sulit didekati. Hampir merupakan kebalikan kakaknya. Sangat pemalu dan tertutup. Namun ada juga sifat-sifatnya yang menarik. Dan saya rasa kalau kita mengenal dia lebih baik, kita bisa menyayanginya. Sikapnya pada Cynthia sangat kaku, dan Cynthia sendiri pun menjadi kaku di hadapannya. Tetapi keduanya cukup santai sore ini dan ngobrol dengan asyik seperti dua orang anak kecil.
Ketika pulang saya teringat bahwa saya perlu perangko. Jadi kami berhenti sebentar
di kantor pos. Ketika keluar, saya menabrak seorang laki-laki berbadan kecil yang baru masuk. Saya minggir dan minta maaf, tapi laki-laki itu memeluk saya dan mencium saya dengan hangat.
"Mon amir Hastings!" serunya, "Tidak kusangka"
"Poirot!" seru saya.
Saya kembali ke kereta.
"Ini suatu pertemuan yang menyenangkan, Nona Cynthia. Kenalkan kawan lama saya, Tuan Poirot, Sudah bertahun-tahun kami tidak berjumpa."
"Oh, kami kenal Tuan Poirot," kata Cynthia ramah. "Tapi saya tidak tahu dia kawanmu."
"Ya," kata Poirot serius. "Saya kenal Nona Cynthia. Saya ada di sini karena kedermawanan Nyonya Inglethorp." Ketika saya memandangnya dengan wajah bertanya-tanya dia berkata, "Ya, Kawan, dia sangar dermawan. Ada tujuh orang dari negara saya yang mendapat bantuan sebagai pengungsi. Kami, orang-orang Belgia, merasa berterima kasih padanya."
Poirot adalah seorang laki-laki kecil yang luar biasa. Tingginya tidak lebih dari lima kaki empat inci, tetapi sangat berwibawa. Kepalanya berbentuk seperti telur, dan selalu miring sedikit ke satu sisi. Kumisnya sangat kaku. Pakaiannya rapi sekali. Saya kira dia akan merasa lebih sakit bila ada setitik debu menempel di bajunya daripada sebutir peluru nyasar di tubuhnya. Tetapi laki-laki yang pernah menjadi seorang anggota kepolisian Belgia yang disegani itu sekarang timpang. Sebagai seorang detektif, bakatnya memang luar biasa. Dia mampu menyelesaikan kasus-kasus yang paling memusingkan di masa itu.
Dia menunjukkan pada saya sebuah rumah kecil yang didiaminya bersama teman – teman Belgianya. Saya berjanji akan menengoknya pada suatu ketika nanti. Dia mengangkat topinya dengan sikap berlebihan pada Cynthia, dan kami pun meneruskan perjalanan.
"Dia seorang laki-laki kecil yang menyenangkan," kata Cynthia. "Aku tidak tahu kau kenal dia."
"Kau telah bertemu dengan seorang pria yang sangat hebat tanpa diduga-duga."
Dan sepanjang jalan saya pun menceritakan keberhasilan Poirot menangani berbadai kasus. Kami tiba di rumah dengan hati yang amat cerah. Ketika kami masuk, Nyonya Inglethorp keluar dari kamar kerjanya. Wajahnya marah dan kelihatan sedih.
"Oh, kalian," katanya.
"Ada apa, Bibi Emily?" tanya Cynthia.
"Nggak ada apa-apa," jawabnya tajam. "Memang kenapa sih?" Ketika dia melihat Dorcas, pelayan kamar, sedang berada di ruang makan, dipanggilnya pelayan itu untuk membawa perangko ke kamar kerjanya.
"Ya, Nyonya," katanya ragu-ragu. Lalu menambahkan, "Apa Nyonya tidak istirahat
saja? Kelihatannya lelah."
"Barangkali kau benar, Dorcas—ya—tidak— tidak sekarang. Aku harus menulis surat dan harus kuselesaikan supaya bisa dikirim nanti. Apa kau telah menyalakan api di kamarku?"
"Sudah, Nyonya."
"Kalau begitu aku akan langsung tidur setelah makan malam."
Dia masuk lagi ke dalam kamar kerjanya. Cynthia memandangnya lama.
"Ya, Tuhan. Ada apa sih?" tanyanya pada Lawrence.
Kelihatannya Lawrence tidak mendengar, karena dia lalu berbalik dan keluar rumah begitu saja tanpa bicara. Saya mengusulkan untuk main tenis sebentar sebelum makan. Cynthia setuju, dan saya naik untuk mengambil raket. Nyonya Cavendish sedang menuruni tangga. Mungkin itu hanya khayalanku saja, tapi kelihatannya dia agak bingung dan tidak seperti biasanya.
"Senang berjalan-jalan dengan Dokter Bauerstein?" tanya saya berlagak tak acuh.
"Aku tidak pergi," katanya singkat. "Mana Nyonya Inglethorp?"
"Di kamar kerjanya."
Dia kelihatan ragu-ragu. Lalu mengepalkan tangan dan turun ke bawah dengan cepat, kemudian masuk ke kamar kerja Nyonya Inglethorp dan menutup pintunya. Ketika saya berlari menuju lapangan tenis melewati jendela kamar Nyonya Inglethorp, saya mendengar sepotong percakapan. Mary Cavendish bicara dengan suara yang dengan susah-payah dikendalikannya,
"Jadi Ibu tidak mau memperlihatkannya kepadaku ?"
Nyonya Inglethorp menjawab, "Mary, itu tak ada hubungannya dengan persoalanmu,"
"Kalau begitu tunjukkan padaku."
"Sudah kukatakan bukan seperti yang kau¬bayangkan. Sama sekali tak ada hubungannya denganmu,"
Mary Cavendish menjawab dengan nada yang lebih pahit, "Tentu saja. Aku seharusnya tahu bahwa Ibu akan memihak dia."
Cynthia sedang menunggu saya dan menyambut dengan kata-kata, "Tahu, nggak? Tadi ada pertengkaran seru! Dorcas yang cerita."
"Pertengkaran apa?"
"Bibi Emily dan dia. Mudah-mudahan saja Bibi Emily tahu apa yang dilakukannya!"
"Apa Dorcas ada di situ waktu mereka bertengkar?"
"Tentu saja tidak. Dia 'kebetulan ada di dekat pintu'. Benar-benar seru. Sayang aku tak tahu apa yang mereka ributkan."
Saya membayangkan wajah Nyonya Raikes yang seperti gipsi dan peringatan Evelyn Howard, tetapi saya memutuskan untuk berdiam diri saja walaupun Cynthia mengajukan berbagai hipotesa dan berharap agar Bibi Emily mengusirnya. Sebetulnya saya ingin bicara dengan John, tapi dia tidak ada. Kelihatannya memang sore itu ada kejadian yang luar biasa. Saya berusaha melupakan kata-kata yang saya dengar secara tidak sengaja tadi, tapi tidak terlalu mudah rupanya. Apa yang diributkan Mary Cavendish?
Tuan Inglethorp sedang berada di ruang keluarga ketika saya turun makan malam. Wajahnya tenang seperti biasa, namun ada sesuatu yang rasanya aneh. Akhirnya Nyonya Inglethorp keluar. Dia masih kelihatan gelisah dan suasana menjadi tegang selama makan malam. Inglethorp sangat diam. Tapi seperti biasanya, dia memberikan perhatian besar terhadap hal hal kecil, meletakkan bantal di punggung istrinya, dan memainkan peranan  suami setia. Segera setelah selesai, Nyonya Inglethorp masuk lagi ke dalam kamar kerjanya.
"Bawa kopiku ke sini, Mary," katanya. "Aku akan menyelesaikan surat-suratku secepatnya."
Cynthia dan saya duduk di dekat jendela yang terbuka di ruang keluarga. Mary Cavendish membawakan kopi kami. Dia kelihatan gelisah.
"Apa kalian perlu lampu terang atau lebih suka duduk dalam cahaya remangremang?" tanyanya pada kami.
"Maukah kau mengantarkan kopi Nyonya Inglethorp, Cynthia? Aku tuangkan sebentar."
"Jangan repot-repot, Mary" kata Inglethorp.
"Biar aku bawakan kopinya."
Dia menuang kopi itu ke cangkir dan membawanya ke luar dengan hati-hati. Lawrence mengikutinya dan Nyonya Cavendish duduk di dekat kami. Kami bertiga diam sejenak. Malam itu indah sekali, panas dan sunyi. Nyonya Cavendish mengipasi dirinya pelan-pelan, dengan daun palem.
"Panas sekali," katanya. "Pasti hujan lebat malam ini."
Sayang, waktu yang menyenangkan itu tidak berlangsung terlalu lama. Ketenangan
kami rusak oleh sebuah suara yang kami kenal.
"Dokter Bauerstein!" seru Cynthia. "Masa datang pada waktu seperti ini."
Saya melirik cemburu ke arah Mary Cavendish, tetapi dia kelihatan tenang-tenang saja. Pipinya yang pucat tidak berubah. Beberapa saat kemudian, Alfred Inglethorp mengajaknya masuk. Dr. Bauerstein menolak sambil tertawa dan berkata bahwa dia tidak siap untuk duduk di ruang keluarga. Memang penampilannya sangat menggelikan, badannya penuh lumpur.
"Apa yang Anda lakukan, Dokter?" seru Nyonya Cavendish.
"Maafkan saya," katanya. "Sebenarnya saya tak bermaksud kemari, tapi Tuan Inglethorp mendesak."
"Ah, Anda memang luar biasa," kata John sambil berjalan masuk. "Silakan minum kopi dan ceritakan apa yang baru saja Anda lakukan."
"Terima kasih. Baiklah," katanya tertawa, tawanya sedikit kasar. Dia bercerita bahwa dia baru saja menemukan sejenis tanaman paku di suatu tempat yang sulit dicapai. Ketika akan mengambilnya dia kehilangan keseimbangan dan masuk ke dalam kolam berlumpur.
"Matahari memang mengeringkan saya dengan cepat," tambahnya, "tetapi tampang
saya tetap saja seperti ini."
Pada saat itu terdengar suara Nyonya Inglethorp memanggil Cynthia dari koridor dan
gadis itu berlari ke luar.
"Tolong bawakan tas kerjaku ke atas. Aku akan segera tidur."
Pintu ruang keluarga itu memang terbuka lebar dan saya berdiri ketika Cynthia keluar. John ada di dekat saya. Jadi ada tiga orang saksi yang melihat bahwa Nyonya Inglethorp membawa cangkir kopinya yang masih utuh itu. Malam itu jadi rusak karena kehadiran Dr. Bauerstein. Kelihatannya dia tidak akan beranjak dari tempat duduknya. Ketika akhirnya dia berdiri, saya menarik napas lega.
"Akan saya temani sampai ke desa," kata Tuan Inglethorp.
"Saya harus menemui agen yang menangani pembukuan tanah." Dia berbalik menghadap John sambil berkata "Tak perlu menunggu saya, saya akan membawa kunci"

Lanjut ke BAB TIGA

0 comments:

Post a Comment