Friday, 9 October 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB DUA PULUH

BAB DUA PULUH
SUATU PERNYATAAN YANG LUAR BIASA


Poirot langsung merangkulku dengan hangat. "Enf inl Kau sudah tahu. Dengan usaha sendiri pula. Sungguh luar biasa! Lanjutkan uraianmu. Kau memang benar. Kita memang lalai karena telah melupakan Georges Conneau."
Aku merasa senang sekali mendapatkan pujian dari laki-laki kecil itu, hingga sulit rasanya melanjutkan bicaraku. Tapi akhirnya kukumpulkan semua ingatanku, lalu kulanjutkan, "Georges Conneau telah menghilang dua puluh tahun yang lalu, tapi tak ada alasan kita untuk menduga bahwa dia sudah meninggal."
"Sama sekali tidak," Poirot membenarkan. "Teruskan."
"Oleh karenanya akan kita simpulkan saja bahwa dia masih hidup."
"Baik."
"Atau setidak-tidaknya dia masih hidup sampai akhir-akhir ini."
"Makin lama makin baik!"
"Akan kita andaikan," lanjutku dengan semangat yang bertambah, "bahwa dia telah jatuh miskin. Dia lalu menjadi penjahat, pembunuh, gelandangan — yah apa saja. Kebetulan dia sampai ke Merlinville. Di berhenti dia cintai."
"Nah, nah! Lagi-lagi sentimen," Poirot memperingatkan.
"Sebagaimana kita mencintai seseorang, begitu pulalah kita membencinya," aku mengutip suatu kalimat dari salah seorang pengarang. "Pokoknya laki-laki itu bertemu dengan wanita itu di sana, dengan memakai nama lain. Tapi wanita itu mempunyai pacar baru, pria Inggris itu, Renauld. Georges Conneau yang terkenang akan semua nasib buruk yang telah menimpanya, bertengkar dengan Renauld. Georges mengintainya waktu Renauld pergi mengunjungi kekasih gelapnya itu, lalu menikam punggungnya. Kemudian karena ketakutan atas perbuatannya, dia lalu menggali sebuah kubur. Bayangkan, mungkin Nyonya Daubreuil keluar untuk mencari pacarnya. Dia dan Conneau lalu bertengkar hebat. Laki-laki itu menyeretnya ke dalam gudang, dan di sana laki-laki itu tib – atiba diserang penyakit ayan. Nah, bayangkan sekarang Jack Renauld muncul. Nyonya Daubreuil menceritakan segala-galanya pada anak muda itu, diceritakannya akibat yang mengerikan yang akan menimpa putrinya bila skandal masa lalu itu sampai terbuka. Pembunuh ayahnya sudah meninggal — dia lalu mengajak anak muda itu menutupi persoalan itu. Jack Renauld setuju. Dia pulang ke
rumahnya dan berbicara dengan ibunya, dan ibunya dipengaruhinya supaya menyetujui rencananya itu. Berdasarkan cerita dan anjuran Nyonya Daubreuil padanya, Nyonya Renauld membiarkan dirinya disumbat mulutnya dan diiikat kaki tangannya. Nah, sekian, Poirot. Bagaimana pendapatmu?"
Aku bersandar mukaku terasa panas karena merasa bangga atas rekonstruksiku yang begitu berhasil. Poirot memandangku dengan termangu.
"Kurasa sebaiknya kau mengarang sebuah cerita untuk film, mon ami" katanya akhirnya.
"Maksudmu?"
"Kisahmu yang baru saja kauceritakan itu akan merupakan sebuah film yang bagus — tapi sama sekali tak ada persamaannya dengan kehidupan sehari-hari."
"Aku mengakui bahwa aku belum mendalami hal-hal yang terperinci, tapi —"
"Kau sudah maju lebih banyak — tapi kau benar-benar telah mengabaikan soal – soal yang kecil-kecil itu. Bagaimana cara kedua laki-laki itu berpakaian? Apakah kau akan mengatakan bahwa setelah menikam korbannya, Conneau lalu menanggalkan pakaian korbannya itu dan memakai pakaian itu sendiri, dan mengembalikan pisau belati itu?"
''Kau tak perlu begitu," bantahku agak marah. "Mungkin dia telah mendapatkan pakaian dan uang itu dari Nyonya Daubreuil dengan mengancamnya pagi-pagi sebelum itu."
"Dengan ancaman — ya? Kau benar-benar mengandalkannya begitu?"
"Tentu. Dia pasti mengancam akan menceritakan kepada keluarga Renauld, siapa dia sebenarnya. Hal itu mungkin akan mengakhiri semua harapannya untuk menikahkan putrinya."
"Kau keliru, Hastings. Laki-laki itu tak dapat memeras Nyonya Daubreuil, cemetinya justru berada dalam tangan wanita itu. Ingat, Georges Conneau masih dikejar polisi karena pembunuhan. Sekali saja Nyonya Daubreuil membuka mulutnya, dia akan terancam oleh kapak pemenggal."
Meskipun enggan, aku terpaksa mengakui bahwa itu memang benar. "Teori ciptaanmu itu," kataku dengan masam, "apakah sudah pasti benar sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya?"
"Teoriku pasti benar," kata Poirot dengan tenang. "Dan yang benar itu pasti betul. Kau telah membuat kesalahan yang mendasar dalam teorimu. Angan - anganmu kau biarkan menyesatkanmu dengan kejadian-kejadian tengah malam, dan peristiwa-peristiwa cinta yang bernafsu. Padahal dalam menyelidiki kejahatan kita harus berpijak pada keadaan yang biasa-biasa saja. Bagaimana kalau aku mengemukakan teoriku?"
"Oh, tentu, coba demonstrasikan!" Poirot menegakkan duduknya, dan memulai demonstrasinya dengan mengacung-acungkan telunjuknya kuat-kuat untuk menekankan penjelasannya.
"Aku akan mulai seperti kau, dari keadaan paling permulaan, yaitu Georges Conneau. Kisah yang diceritakan oleh Nyonya Beroldy di pengadilan mengenai 'Orang-orang Rusia' itu jelas merupakan isapan jempol saja. Bila dia tidak terlibat dalam kejahatan itu, maka dia sendirilah yang mengarang cerita itu. Bila sebaliknya, dia terlibat, maka cerita itu direncanakan oleh dia atau oleh Georges Conneau. Dalam perkara yang sedang kita selidiki sekarang ini, kita bertemu dengan dongeng yang sama. Sebagaimana telah kunyatakan padamu, bukti-bukti menunjukkan bahwa tidaklah mungkin Nyonya Daubreuil yang merencanakannya. Maka kita berbalik pada hipotesa bahwa kisah itu berasal dari otak Georges Conneau. Baiklah. Oleh karenanya, Georges Conneau merencanakan kejahatan itu bersama Nyonya Renauld yang menjadi komplotannya. Wanita itulah yang sudah jelas bagi kita menjadi komplotannya, dan di belakangnya ada seorang tokoh yang samar-samar yang namanya masih belum kita ketahui. Nah, marilah kita sekarang menelusuri Perkara Renauld dengan cermat dari awal, dengan menempatkan setiap hal yang nyata dalam urut-urutannya yang benar. Kau punya buku catatan dan pinsil? Bagus. Nah, soal apa yang pertama - tama
akan kita catat"
"Surat padamu?"
"Itulah pertama kalinya kita mengetahui tentang hal itu, tapi itu bukanlah awal yang sebenarnya dari rangkaian perkara itu. Menurut aku, kenyataan yang pertama-tama adalah perubahan atas diri Tuan Renauld segera setelah tiba di Merlinville, sebagaimana yang dinyatakan oleh beberapa orang saksi. Kita juga harus mengingat persahabatannya dengan Nyonya Daubreuil, dan jumlah uang yang besar yang dibayarkannya pada wanita itu. Dari situ kita bisa langsung terus pada kejadian tanggal dua puluh tiga Mei."
Poirot berhenti, meneguk air ludahnya, dan mengisyaratkan supaya aku menulis.
"Tanggal dua puluh tiga Mei. Tuan Renauld bertengkar dengan putranya mengenai keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil. Anak muda itu berangkat ke Paris."
"Tanggal dua puluh empat Mei. Tuan Renauld mengubah surat wasiatnya, menyerahkan pengawasan seluruh hartanya ke dalam tangan istrinya."
"Tanggal tujuh Juni. Bertengkar dengan gelandangan di kebun, disaksikan oleh Marthe Daubreuil."
"Menulis surat pada Hercule Poirot, meminta bantuannya. Mengirim telegram pada Jack Renauld, memerintahkan padanya untuk melanjutkan perjalanannya ke Buenos Ayres naik kapal Anzora. Menyuruh Masters, supirnya, untuk pergi berlibur. Malam harinya, kunjungan seorang wanita. Waktu dia mengantarnya keluar, dia berkata, 'Ya, ya — tapi demi Tuhan, pergilah sekarang."
Poirot diam.
"Sekian saja, Hastings, telitilah masing-masing kejadian itu satu demi satu, pertimbangkan kejadian-kejadian itu dengan cermat, baik secara terpisah maupun dalam hubungannya dengan seluruh kejadian itu, lalu lihatlah, apakah kau tak bisa melihat cahaya baru tentang perkara itu."
Aku berusaha sekuat tenaga untuk berbuat sebagaimana yang dikatakannya itu. Sebentar kemudian, aku berkata dengan ragu, "Mengenai hal yang pertama, soalnya adalah apakah kita bisa menggunakan teori pemerasan, ataukah tentang nafsu cintanya pada wanita itu."
"Jelas pemerasan. Kau sudah mendengar apa kata Stonor mengenai sifat dan kebiasaan - kebiasaannya."
"Nyonya Renauld tidak membenarkan pandangan itu," bantahku,
"Kita sudah melihat bahwa bagaimanapun juga kesaksian Nyonya Renauld tak dapat diandalkan. Mengenai hal itu, kita harus percaya pada Stonor."
"Tapi, kalau Renauld ada hubungan dengan seorang wanita yang bernama Belia, maka agaknya tak ada kemungkinannya dia berhubungan pula dengan Nyonya Daubreuil."
"Memang tidak, kubenarkan kau dalam hal itu, Hastings. Tapi apakah dia memang punya hubungan dengan Belia itu?"
"Surat itu, Poirot. Kau lupa pada surat itu."
"Tidak, aku tak lupa. Tapi apa yang membuatmu begitu yakin bahwa surat itu ditulis kepada Tuan Renauld?"
"Ya, surat itu ditemukan dalam saku mantelnya, dan — dan —"
"Hanya itu saja!" potong Poirot. "Sama sekali tak ada nama yang menunjukkan pada siapa surat itu dialamatkan. Kita menyimpulkan bahwa surat itu dialamatkan pada orang yang sudah meninggal itu, hanya karena surat itu ditemukan dalam saku mantelnya. Nah, mon ami, ada sesuatu mengenai mantel itu yang telah menarik perhatianku karena aneh. Aku mengukurnya, dan mengatakan bahwa mantelnya terlalu panjang. Sebenarnya pernyataanku itu harus menjadi bahan pikiranmu."
"Kusangka kau berkata begitu hanya karena iseng ingin mengatakan sesuatu saja," aku mengakui. "Ah, pikiran apa itu! Padahal kaulihat pula bahwa kemudian aku mengukur
mantel tuan Jack Renauld. Eh hien, mantel Tuan Jack Renauld terlalu pendek hubungkanlah kenyataan itu dengan kenyataan yang ketiga, yaitu bahwa Tuan Jack Renauld berlari-lari meninggalkan rumah dengan tergesa-gesa waktu dia berangkat ke Paris, lalu katakan apa kesimpulanmu!"
"Aku mengerti," kataku lambat-lambat, setelah arti kata-kata Poirot itu dapat kuserap.
"Surat itu ditulis kepada Jack Renauld — bukan kepada ayahnya. Dia telah menyambar mantel yang salah, karena tergesa-gesa dan karena marahnya."
Poirot mengangguk.
"Tepat! Kita bisa kembali pada soal ini kemudian. Untuk sementara biarlah kita merasa puas dengan menerima gagasan bahwa surat itu tak ada hubungannya dengan Tuan Renauld — sang ayah, lalu mari kita lanjutkan pada urutan kejadian yang berikutnya."
"Tanggal dua puluh tiga Mei," aku membaca, "Tuan Renauld bertengkar dengan putranya karena keinginan anak muda itu untuk menikah dengan Marthe Daubreuil. Putranya berangkat ke Paris. Tak banyak yang kulihat dalam hal itu, hingga aku tak bisa mengatakan apa-apa, sedang perubahan surat wasiat itu esok harinya, kelihatannya memang masuk akal. Itu mei upakan akibat langsung dari pertengkaran itu."
"Kita sependapat, mon ami — setidak-tidaknya mengenai sebabnya. Tapi apakah yang merupakan alasan yang sebenarnya yang mendasari tindakan Tuan Renauld itu?"
Aku terbelalak keheranan.
"Karena marahnya pada putranya tentu."
"Tapi dia menulis surat-surat yang bernada cinta pada anaknya itu di Paris."
"Itu yang dikatakan Jack Renauld, tapi dia tak dapat memperlihatkan surat - surat itu"
"Yah, mari kita beralih dari soal ini."
"Sekarang kita tiba pada hari yang menyedihkan itu. Kau telah menyusun kejadian-kejadian pagi itu dalam urut-urutan tertentu. Bisakah kau menjelaskannya?"
"Aku yakin bahwa surat padaku itu dikirimkan pada waktu yang sama dengan pengiriman telegram pada anaknya. Masters diberi tahu bahwa dia boleh berlibur tak lama setelah itu. Menurutku pertengkaran dengan gelandangan itu terjadi sebelum kejadian -kejadian itu."
"Aku tak mengerti mengapa kau bisa memastikannya dengan begitu yakin — atau apakah kau telah menanyai Nona Daubreuil lagi?"
"Tak perlu. Aku sudah yakin sendiri. Dan kalau kau tidak memahami hal itu, berarti kau tidak mengerti ajpa-apa, Hastings!"
Aku melihat sebentar padanya.
'Tentu! Aku memang goblok. Bila gelandangan itu adalah Georges Conneau, maka setelah pertengkaran panas dengan dialah Tuan Renauld mulai menyadari adanya bahaya. Disuruhnya Masters pergi, karena orang itu dicurigainya sebagai orang bayaran lawannya. Dia mengirim telegram pada putranya, dan menulis surat memintamu datang."
Poirot tersenyum kecil.
"Tidakkah kau merasa aneh, bahwa dia telah menggunakan ungkapan - ungkapan yang sama benar dalam suratnya dengan ungkapan-ungkapan yang kemudian digunakan Nyonya Renauld dalam kesaksiannya? Bila disebutnya nama Santiago itu adalah untuk mengelabui, mengapa Renauld perlu membicarakannya, dan — lebih-lebih lagi — menyuruh putranya pergi ke sana?"
"Kuakui bahwa itu aneh. Tapi mungkin kita akan bisa mendapatkan penjelasannya nanti. Sekarang kita tiba pada peristiwa malam itu, dan kunjungan wanita misterius itu. Kuakui bahwa hal itu agak mengejutkan aku, karena dia ternyata bukan Nyonya Daubreuil, seperti yang berulang kali dinyatakan oleh Francoise." Poirot menggeleng.
"Sahabatku, sahabatku, ke mana pikiranmu ngelantur? Ingatlah sobekan dari sehelai cek itu, dan batrwa Stonor merasa pernah mendengar nama Belia Duveen. Kurasa kita bisa memahami bahwa Belia Duveen adalah nama sepenuhnya dari teman korespondensi Jack yang tak dikenal itu, dan bahwa dialah yang datang ke Villa Genevieve malam itu. Apakah dia berniat untuk menemui Jack atau apakah dia sejak semula ingin meminta sesuatu dari ayah anak muda itu, kita tak tahu pasti. Tapi bisa kita simpulkan begini kejadiannya. Wanita itu menuntut sesuatu dari Jack, mungkin dengan memperlihatkan surat-surat yang dikirim Jack padanya, dan pria tua itu mencoba menyuapnya dengan menuliskan sehelai cek. Dia menyobek cek itu dengan marah. Kata-kata dalam suratnya menunjukkan bahwa wanita itu mencintainya dengan setulusnya, dan mungkin dia benci sekali waktu ditawari-uang. Akhirnya pria tua itu berhasil -menyuruhnya pergi, dan dalam hal itu, jelaslah kata-kata yang diucapkannya."
"Ya, ya, tapi demi Tuhan, pergilah sekarang," aku mengulangi. "Menurutku, kata-kata itu agak kasar, tapi mungkin tak lebih dari itu,"
"Itu sudah cukup. Dia benar-benar ingin wanita itu pergi. Mengapa? Bukan hanya karena percakapan mereka tidak menyenangkan. Bukan, melainkan karena dia didesak waktu, dan entah karena apa waktu penting sekali artinya."
"Mengapa begitu?" tanyaku keheranan.
"Itulah yang kita tanyakan sendiri. Mengapa begitu? Lalu kemudian kita menghadapi peristiwa arloji tangan itu — yang menunjukkan kepada kita, bahwa waktu memainkan peran yang penting dalam kejahatan itu. Kita sekarang sudah makin mendekati kejadian utamanya sendiri. Pukul setengah sebelas Belia Duveen pergi, dan dengan arloji itu sebagai saksi, kita tahu bahwa saat itulah kejahatan itu dilakukan, atau sekurang-kurangnya dimulai, sebelum pukul dua belas. Kita telah mengulangi peristiwa sebelum pembunuhan itu; masih ada satu yang belum disinggung. Menurut pembuktian dokter, gelandangan itu, waktu ditemukan, sekurang-kurangnya sudah empat puluh delapan jam meninggal — dengan kemungkinan tambahan dua puluh empat jam lagi. Nah, tanpa ada petunjuk - petunjuk lain yang bisa membantuku, kecuali yang telah kita bahas itu, kupastikan saja bahwa kematian itu terjadi pagi hari tanggal tujuh Juni."
Aku menatapnya, aku tercengang.
"Tapi bagaimana? Mengapa? Bagaimana kau bisa 'uhu?"
"Karena dengan cara begitulah rangkaian kejadian itu bisa dijelaskan dengan masuk akal. Mon ami, aku telah menuntunmu di sepanjang jalan selangkah demi selangkah. Sekarang, belumkah terlihat olehmu apa yang menonjol begitu jelas?"
"Poirot yang baik, aku tak bisa melihat apa pun yang menonjol tentang hal itu. Semula aku memang merasa bahwa aku mulai melihat sesuatu di depanku, tapi sekarang rasanya kabur sekali."
Poirot memandangku dengan sedih, lalu menggeleng. "Tuhanku! Menyedihkan sekali! Kau begitu cerdas — tapi begitu kurang pandai mencari cara kerja yang baik. Ada semacam latihan yang baik sekali untuk mengembangkan sel-sel kecil yang kelabu. Akan kuberi tahu kau —"
"Demi Tuhan, jangan sekarang! Kau benar-benar orang yang menjengkelkan, Poirot. Sebaiknya, ceritakan saja langsung siapa yang membunuh Tuan Renauld."
"Justru itu yang aku belum yakin."
"Tapi katamu itu sudah menonjol dengan jelas."
"Bicara kita simpang-siur lagi, Sahabatku. Ingat, ada dua kejahatan yang harus kita selidiki — untuk mana, seperti yang telah kunyatakan padamu, ada dua pula mayatnya. Nah, kau kelihatan mulai tak sabaran! Akan kujelaskan semua. Pertama-tama kita harus menggunakan pengetahuan psikologi kita. Kita melihat tiga petunjuk dimana Tuan Renauld memperlihatkan perubahan pikiran dan perbuatan yang jelas — artinya tiga petunjuk psikologis. Yang pertama terjadi segera setelah mereka tiba di Merlinville, yang kedua setelah bertengkar dengan putranya mengenai suatu hal tertentu, yang ketiga pagi hari tanggal tujuh Juni. Sekarang kita cari alasan dari ketiga peristiwa itu. Kita bisa menunjuk pertemuan dengan Nyonya Daubreuil, sebagai penyebab perubahan yang pertama. Yang nomor dua, menyangkut wanita itu secara tak langsung, karena hal itu berhubungan dengan rencana pernikahan putra Tuan Renauld dengan putri wanita itu. Tapi sebab dari yang nomor tiga, masih tersembunyi bagi kita. Kita harus menguraikannya. Sekarang, mon ami, coba kutanyakan satu pertanyaan padamu, siapa yang kita anggap telah merencanakan kejahatan ini?"
"Georges Conneau," kataku ragu, sambil memandang Poirot dengan lesu.
'Tepat. Tapi Giraud teiah mengemukakan suatu pendapat yang tak bisa dibantah, bahwa seorang wanita bersedia mengorbankan dirinya demi laki-laki yang dicintainya, dan demi anaknya. Karena kita yakin bahwa Georges Conneau yang mendiktekan kebohongan itu pada wanita itu, dan karena Georges Conneau bukanlah Jack Renauld, akibatnya petunjuk yang ketiga bebas dari tuduhan. Dan dengan menudingkan kejahatan itu atas diri Georges Conneau, maka perkara yang pertama pun bebas pula. Maka didesak ke arah yang kedua — bahwa Nyonya Renauld berbohong demi kepentingan laki-laki yang dicintainya — atau dengan kata lain demi kepentingan Georges Conneau. Kau sependapat dengan itu?"
"Ya," aku mengakui. "Kelihatannya cukup masuk akal."
"Bien! Nyonya Renauld mencintai Georges Conneau. Jadi siapa Georges Conneau itu?"
"Gelandangan itu."
"Apakah kita punya bukti bahwa Nyonya Renauld mencintai gelandangan itu?"
"Tidak, tapi —"
"Baik kalau begitu. Jangan berpegang teguh pada teori yang tidak didukung oleh kenyataan-kenyataan. Tanyai saja diri sendiri siapa yang dicintai Nyonya Renauld?"
Aku menggeleng tak mengerti.
"Tentu, tentu, kau pasti tahu. Siapa yang begitu dicintai wanita itu, hingga waktu dilihatnya mayatnya, dia pingsan?"
Aku terbelalak membisu.
"Suaminya?" desahku.
Poirot mengangguk.
"Suaminya — atau Georges Conneau, kau boleh menyebutnya dengan sebutan yang mana saja."
Aku mengumpulkan ingatanku. "Tapi itu tak mungkin."
"Tak mungkin bagaimana? Tidakkah kita tadi sependapat, bahwa Nyonya Daubreuil mungkin memeras Georges Conneau?"
"Ya, tapi —"
"Dan tidakkah dia jelas-jelas memeras Tuan Renauld?"
"Itu memang benar, tapi —"
"Dan bukankah merupakan kenyataan, bahwa kita tak tahu apa-apa mengenai masa remaja dan pendidikan Tuan Renauld? Dan bahwa dia tiba-tiba muncul sebagai seorang Kanada keturunan Prancis tepat dua puluh dua tahun yang lalu?"
"Semuanya benar," kataku lebih yakin, "tapi agaknya kau tidak melihat satu hal
yang menonjol."
"Apa itu, Sahabatku?"
"Yah, kita telah mengakui Georges Conneau yang merencanakan kejahatan itu. Itu membawa kita pada kesimpulanyang tidak masuk akal, bahwa dia telah merencanakan pembunuhan atas dirinya sendiri!"
"Eh hien, mon ami, " kata Poirot dengan tenang, "justru itulah yang telah dilakukannya!"


0 comments:

Post a Comment