2 PETUALANGAN APRIL MOP
Cuaca dingin dan
berkabut itu tampak tak habis-habisnya beberapa hari terakhir ini dan aku
merasa, setelah hari yang berat di tempat praktekku, aku ingin beristirahat di
kursiku yang paling nyaman dan meneruskan membaca beberapa bacaan yang kutinggalkan.
Aku telah menyalakan api besar untuk mengusir udara dingin dalam ruangan dan
sedang melihat sekilas beberapa buku di perpustakaanku untuk melihat buku mana
yang menarik perhatianku. Saat itulah aku memperhatikan kotak berkasku terselip
di rak atas rak bukuku. Kotak itu belum dibuka selama bertahun-tahun. Aku sudah
berjanji pada diriku sendiri bahwa aku sekali lagi akan mulai menulis tentang
sekian banyak petualangan-petualangan yang kusaksikan dengan temanku tersayang,
Sherlock Holmes.
Tentu saja,
aku menyadari, inilah yang benar-benar
ingin kulakukan. Bukan
membaca, tapi menulis. Aku cepat-cepat
menurunkan kotak itu, menghapus debunya, dan duduk dengan nyaman di kursi favoritku dan mulai membolak-balik bertumpuk-tumpuk catatan yang
kutulis selama bertahun-tahun.
Setelah
beberapa lama aku mendapati cerita tak terselesaikan tentang salah satu kasus
Holmes paling awal. Aku mulai membaca, dan seluruh kasus kembali tampak jelas dalam ingatanku. Cepat-cepat aku cembali ke
mejaku, mengeluarkan kertas, pena dan mulai menulis.
Cerita ini
adalah sebuah kasus luar biasa yang sebetulnya bermula dari kejahilan. Kasus yang kubicarakan ini terjadi hanya beberapa
waktu setelah Sherlock Holmes dan aku pertama kali berjumpa dan menyewa tempat
tinggal bersama di Baker Street 221 B.
Holmes waktu itu amat misterius buatku. Aku berbagi tempat tinggal dengannya
selama sebulan sebelum aku yakin pada profesinya, pengetahuan
yang kupelajari, dengar
kagum dan terheran-heran, ketika
petualangan pertama kami A STUDY IN SCARLET terjadi. Dan bahkan setelah
petualangan itu aku kadang-kadang ingin tahu aku terlihat dalam hal apa karena
berbagi tempat tinggal dengan teman yang begitu aneh. Dalam salah satu perasaan
ragu-ragu dan bingung inilah ceritaku mulai.
Suatu malam di
bulan Maret aku mendapati diriku berada di sekitar Piccadilly Circus. Waktu itu
udara dingin, dan hujan rintik-rintik yang terus-menerus menurunkan semangatku.
Aku merasa segelas anggur dan suara
musik dapat memperbaiki suasana hatiku.
Dan karena itu, aku
masuk restoran Criterion. Waktu
aku duduk dengan segelas anggur langka di sikuku, orkestra memainkan waltz
Strauss yang mendayu-dayu, aku menjadi santai, merasa menjadi diriku yang
sebenarnya lagi. Tiba-tiba, aku merasa bahuku ditepuk, aku menoleh dan, yang
membuat aku terkejut, Stamford muda sedang berdiri di depanku, pria muda yang
pertama-tama mengenalkanku pada Sherlock Holmes.
“Watson, atau
seharusnya aku bilang, Dr. Watson! Bagaimana kabarmu, sobat?”
“Yah, halo,
Stamford. Heran kita bertemu di sini lagi. Ayo duduklah.”
“Trims. Aku
senang kau tidak mendendam padaku.”
“Kenapa aku
harus begitu?” tanyaku heran.
“Karena mengenalkanmu
dengan Sherlock Holmes. Aku sudah berpikir-pikir lagi sejak itu. Kupikir ia gila.”
“Tidak,” kataku
tertawa, “ia mungkin eksentrik, sebetulnya aku akui ia memang eksentrik, tapi ia
orang yang luar biasa menarik. Ia akan membangun nama besar sebagai detektif pribadi suatu hari nanti.
Kau lihat saja, Stamford.”
“Dulu kubaca
sesuatu tentangnya di koran.”
“Ya,” tambahku,
“kukira itu urusan Lauriston Gardens. Ia pria yang cemerlang, Stamford, amat cemerlang,
kuberi tahu kau. Walaupun harus kuakui kadang-kadang ia susah dibuat senang. Ia
bekerja seperti kesetanan, sebagai hukumnya, tapi kadang-kadang suatu reaksi
muncul dan berlangsung selama berhari-hari, ia akan berbaring di sofa kami hampir tanpa mengucapkan sepatah kata atau menggerakkan
satu otot pun dari pagi hingga malam. Saat itu cukup menegangkan saraf,
menurutku.”
“Kurasa ia
menganggap dirinya terlalu serius,” renung Stamford.
“Mungkin kau
benar.”
Secercah senyum
tiba-tiba muncul di wajah Stamford, saat ia mencondongkan badan ke arahku.
“Maukah kau
menggabungkan diri denganku dalam komplotan kecil?”
“Sebuah
komplotan? Melawan Holmes?”
“Yah, ini cuma
omong kosong, tahu. Kami pikir ini akan agak menyenangkan!”
“Kami?” kataku
ingin tahu.
“Murphy dan
aku. Kami baru saja membicarakannya. Begini, biarkan aku memanggilnya.”
Stamford
berbalik dan melambai pada seorang pria muda yang duduk di meja di dekat kami.
“Aku pernah
melihatnya sebelum ini, betul kan?”
“Kurasa kau
pasti pernah melihatnya, Watson. Ia biasanya berada di sekitar rumah sakit, dan
kapan pun kau pergi ke British Museum, kau akan mendapatinya di sana. Pria
yang baik, tapi membosankan, jelas
membosankan.”
“Ya, Stamford?”
kata pria muda itu saat ia maju.
“Ini temanku,
Dr. John H. Watson. Ini James Murphy.”
“Senang bertemu
dengan Anda. Saya pernah melihat Anda di rumah sakit.”
“Dan saya tahu saya
pernah melihat Anda, Dr. Watson.”
Stamford
memberi tanda agar Murphy duduk. Begitu kami sudah duduk nyaman, kupesankan anggur
untuk mereka, dan percakapan dimulai.
“Aku baru
memberi tahu Watson tentang komplotan kecil kita,” kata Stamford dengan riang.
“Sekarang
lihat,” kataku sedikit tak senang. “Aku ingin kalian menyadari bahwa Holmes
adalah teman akrabku!”
“Jangan
khawatir, Watson,” kata Murphy, “Ini
semua lelucon. Tidakkah kau
sadari tanggal berapa besok?”
“Tanggal satu
April, betul kan?”
“Ya, hari April
Mop!”
“Oh, sekarang
aku mengerti,” kataku, amat lega, “kau berencana memainkan lelucon April Mop pada
Holmes!”
“Ya, itu
rencana kami!”
“Yah, itu
hampir-hampir bukan rencana kita, Stamford. Itu sebetulnya ide Lady Ann
Partington. Begini, Dr. Watson, Holmes berlaku sangat kasar pada Lady
Partington saat ia di rumah sakit baru-baru ini, dan ia ingin, yah, kau tahu,
mengerjainya.”
“Kedengarannya
cukup polos. Aku harus mengakui Holmes cenderung agak sombong kadang- kadang,”
renungku. “Apa tepatnya rencana kalian?”
“Kami akan
membutuhkan bantuanmu, Watson. Kau harus hati-hati agar tidak embocorkan lelucon
ini,” kata Murphy.
“Aku bertaruh
lima pound, jika Holmes akan menelan seluruh cerita ini,” Stamford
tertawa,
“kail, benang
pancing dan pemberat.”
Murphy, dengan
suasana konspirasi, menarik kami lebih dekat. Ia menceritakan rencana yang
sangat lucu untuk mengerjai Holmes berdasarkan kepercayaan dirinya sendiri. Ini
ide yang mengagumkan dan aku segera setuju melakukan bagianku untuk mengerjai
temanku.
Keesokan
paginya, Lady Ann Partington mengunjungi temanku Sherlock Holmes. Mrs. Hudson mengantarnya
masuk dan Holmes cepat-cepat berdiri menyambutnya.
“Lady Ann, saya
merasa tersanjung Anda mengunjungi saya dalam kapasitas profesional saya.”
“Tentunya,
tuanku yang baik, Anda tidak mengira kunjungan ini kunjungan sosial. Anda amat terlalu
kasar pada saya di rumah sakit beberapa saat lalu untuk mendapatkan kunjungan
sosial.”
“Itulah hal
yang ingin saya tunjukkan,” kata Holmes dengan senyum terpaksa. “Silakan duduk,
silakan.”
“Di sini,”
tambahku, “tolong pakai kursi
ini, Lady Ann. Kursi ini yang
paling nyaman di ruangan.”
“Terima kasih,
Dr. Watson,” jawabnya, lalu duduk.
“Dan sekarang,
apa yang bisa saya bantu?” tanya Holmes.
“Anda pernah
mendengar Zamrud Elfenstone?”
“Oh, ya, tentu
saja,” kata Holmes, “sebuah batu yang bagus sekali yang bernilai tinggi. Benda warisan
dalam keluarga Anda, bukan?”
“Itu betul, Mr.
Holmes. Saya menyimpan batu itu dalam
lemari besi dinding di kamar
tidur saya. Namun, pagi ini, ketika
saya sempat melihat lemari besi itu, saya mendapati bahwa zamrud itu sudah
dicuri!”
“Dicuri? Ya Tuhan, sungguh urusan yang mengejutkan.
Tentu saja, Anda ingin Mr. Holmes menemukannya untuk Anda?”
“Sungguh
kesimpulan yang mengagumkan, dokter yang baik,” kata Holmes tak sabar. “Sekarang.
Lady Ann, saat Anda membuka lemari besi itu apakah Anda melihat
tanda-tanda bahwa lemari itu pernah
dibongkar?”
“Mr. Holmes,
saya rasa agak bodoh bila kita duduk dan menjawab pertanyaan di sini di Baker Street.
Kenapa Anda tidak datang ke rumah saya di Cavendish Square dan meneliti lemari
besi itu sendiri? Anda detektif, bukan?”
“Lady Ann,”
kata Holmes sangat tidak senang, “Anda baru saja menuduh bahwa
saya kasar. Saya yakinkan Anda paling tidak kekasaran saya tak disengaja.”
“Oh, ayolah,
ayolah, Holmes. Jangan begitu sensitif,” kataku cepat-cepat dalam usaha mencegah
mereka naik darah.
“Saya bisa
menjanjikan bayaran yang cukup besar, Mr. Holmes.”
Selama sesaat
wajah Holmes menjadi keras saat ia memandang Lady Ann.
“Saya orang yang masih berjuang dalam profesi baru, begitu? Kemiskinan
saya, tapi bukan kemauan saya, menyetujui.”
“Saya bayar kemiskinan Anda,” balas Lady Ann, “dan
bukan kemauan Anda. Anda lihat, Mr. Holmes, saya juga dapat mengutip
Shakespeare. Kereta saya sudah menunggu,
tuan-tuan. Mari kita berkendara ke Cavendish Square saat ini juga, oke?”
Holmes membungkuk
sopan pada Lady Ann, dan memberi tanda padaku untuk mengambil topi dan jaket
kami. Dalam waktu singkat kami berkendara melalui jalan-jalan London dalam kereta roda empat, dan sejenak kemudian
berhenti di pintu Lady Ann.
Ia mengantar
kami masuk ke ruang duduk yang paling menarik, dipenuhi tirai-tirai berat,
keramik terbaik dan salah satu piano paling banyak hiasannya yang pernah
kulihat. Lady Ann mendekati salah satu
dinding, mendorong sebuah
potret besar ke
samping, menampakkan sebuah lemari besi.
“Inilah lemari
besi dindingnya, Mr. Holmes.”
“Hmmm,” kata
temanku saat ia menelitinya, “bukan lemari besi yang sulit dibuka oleh seorang ahli.
Anda meletakkan zamrud itu di dalamnya, betul begitu?”
“Ya, ketika
saya pergi tidur. Dan pagi ini zamrud itu sudah hilang.”
“Tentunya
Holmes,” aku angkat bicara, “ini saat yang baik untuk menggunakan kaca pembesar
yang selalu kau bawa-bawa.”
“Saat yang
tepat, dokterku yang baik. Itulah kenapa aku membawanya.”
Holmes
mengeluarkan kaca pembesarnya dan mulai memeriksa lemari besi itu dengan sangat
teliti. Aku harus menahan tawa kecil
saat Lady Ann tersenyum padaku. Kami berdua tahu bahwa temanku Sherlock Holmes
tidak tahu, petunjuk yang akan diperolehnya adalah sebagian dan merupakan paket
tipuan April Mop kami untuknya.
“Yah, ini
sangat menarik.”
“Apa itu, Mr.
Holmes?”
“Lemari besi
ini dibuka oleh seorang ahli. Tak ada tanda bahwa lemari ini dibuka paksa. Hei,
apa ini? Watson, lihatlah, ada noda aneh
di kenop besinya. Kenop ini jelas dipegang oleh seseorang yang jari-jarinya
biasa dinodai oleh bahan kimia.”
“Apakah kau
pasti, Holmes?”
“Ini cukup gampang,
Watson. Lady Ann, tolong beri tahu saya ke mana pintu-pintu itu mengarah,”
katanya, melambai ke pintu ganda berukuran besar di ujung ruangan.
“Kamar tidur
saya.”
“Saya ingin
menelitinya bila diizinkan.”
“Tentu saja.”
Ia melangkah ke
pintu itu, tak pernah sekalipun kehilangan kesempatan meneliti segala sesuatu
yang dapat ia lihat. Amat mengagumkan
melihatnya saat ia berhenti,
melihat sekilas pada sesuatu melalui kaca pembesarnya, atau
menyentuh sesuatu kemudian menggosokkan jari-jarinya ke benda itu untuk
mendapatkan tekstur atau rasa benda itu.
Dengan cepat ia sudah berada di ruang yang satu lagi dan berada cukup jauh dari
Lady Ann dan aku. Saat itulah Lady Ann menoleh padaku dengan gembira.
“Dr. Watson,”
bisiknya senang, “ini adalah tipuan April Mop yang paling indah yang pernah saya
mainkan.”
“Menurut saya,
Murphy benar. Ia menelan semuanya, kait, benang pancing, dan pemberatnya. Walaupun
begitu, Lady Ann, saya
mulai merasa bersalah tentang semua
ini. Saya tidak bisa tidak merasa
tidak setia.”
“Omong kosong,
dokter, semua ini cuma lelucon.”
“Apakah
Stamford dan Mr. Murphy mendengarkan?”
“Ya, mereka
berada di sebelah, di ruang tamu saya. Saya yakin telinga mereka tertempel ke lubang
kunci.”
“Saya
betul-betul berharap Holmes tidak marah pada saya,” kataku, perasaan bersalahku
muncul hingga taraf yang tak mengenakkan. Sesaat kemudian Holmes kembali dan
berdiri di depan kami.
“Tak ada yang
menarik di sini. Jendela-jendela tidak dibongkar. Oleh karena itu, kita bisa mengasumsikan,
pencuri itu tidak masuk melalui jendela di tingkat atas. Lady Ann, apakah
ruangan ini belum tersentuh sama sekali sejak Anda mengetahui kehilangan itu?”
“Tidak, Mr.
Holmes. Saya beri tahu para pelayan untuk membiarkan ruangan ini tepat seperti adanya
sementara saya menjemput Anda.”
“Hebat!” katanya, melihat sekeliling, “tumpukan tebal
karpet, heh? Tak ada yang lebih baik! Saya bisa memberitahu Anda
ini, Lady Ann: Pencuri itu orang yang
tinggi dengan langkah-langkah panjang.”
“Ayolah,
Holmes,” kataku membantah, “aku tahu metodemu. Tak ada jejak kaki di karpet
yang bisa kau identifikasi, bahkan dengan kaca pembesarmu.”
“Dokterku yang
baik, aku sudah mempelajari banyak kejahatan dan aku belum pernah melihat satu
pun yang dilakukan oleh makhluk terbang. Selama seorang kriminal mempunyai dua
kaki, selalu ada pemindahan kecil yang dapat dideteksi oleh peneliti yang
cermat. Aku yakinkan bahwa tanda-tanda di atas karpet ini mengindikasikan bahwa
pencuri itu pria tinggi dengan langkah lebar! ”
Aku sudah
hendak berbicara lagi, tapi Holmes berputar pergi dan mengeluarkan kaca pembesarnya
untuk melihat beberapa barang kecil.
“Jejak abu
tembakau, Watson. Tembakau pipa. Tembakau rajangan kasar yang dijual empat pence per ons.”
“Sekarang
serius Mr. Holmes,” tanya Lady Ann,
“bagaimana Anda dapat mengidentifikasi tembakau tertentu?”
“Ini hobi saya.
Malahan, saya bahkan menulis suatu monograf
tentang subyek ini. Sekarang, msatu
kali penelitian lagi pada lemari besi itu. Bila Anda ijinkan lagi, Lady Ann.”
Saat Holmes
melanjutkan penyelidikannya, kuamati Lady Ann mulai memandang Holmes dengan
sikap yang lebih hormat. Dalam hal itu, aku juga, karena Holmes, dalam sikapnya
yang khas, sedang menelan setiap petunjuk yang kami letakkan dengan hati-hati
untuknya.
“Hei,” katanya
keras-keras, “apakah ini setitik debu?
Ini resin! Jejak resin yang samar! Lady Ann, saya sarankan Anda menghubungi
Scotland Yard, saat ini juga!”
“Maksudmu
perkara ini sudah terpecahkan, Holmes?”
“Maksudku,
dokter, bahwa aku dapat memberi gambaran yang cukup lengkap akan pencuri ini padamu,
dan bahwa gambaran ini begitu
individual sehingga aku takkan terkejut
bila cocok dengan lebih dari satu orang di London!”
“Ini
betul-betul keajaiban Mr. Holmes. Tolong deskripsikan orang itu untuk saya,”
kata Lady Ann, duduk di atas sofa.
“Yah, ia orang
yang tinggi. Lebar langkahnya menunjukkan hal itu, dan ia kurus.”
“Apa yang
memungkinkan kau mengetahui hal itu, Holmes?” kataku betul-betul ingin tahu.
“Jejak kakinya
menghasilkan sedikit lekukan di bulu-bulu karpet. Pencuri kita berhubungan dengan bahan kimia, seperti
yang diindikasikan oleh noda di kenop lemari besi itu. Dan jejak resin
menunjukkan bahwa ia juga memainkan biola. Ia mengisap tembakau rajangan kasar. Ia punya pengetahuan praktis yang
hebat tentang bagaimana membuka kunci kombinasi lemari besi, dan ia jelas berhubungan
dekat dengan kelas kriminal.”
“Bagaimana Anda
mengetahui itu, Mr. Holmes?”
“Saya ragu ia
akan mencuri batu terkenal kecuali ia tahu bagaimana menjualnya melalui beberapa
penadah yang dapat dipercaya, saya yakin itu.”
“Ya, itu
gambaran yang sangat lengkap, Holmes. Saya hampir merasa saya kenal pria itu.”
“Terima kasih,
dokter,” kata Holmes.
Lady Ann tak
bisa menahan lebih lama lagi. Tawanya memenuhi ruangan dengan suaranya yang cemerlang
dan riang.
“Saya sangat
setuju, Mr. Holmes,” katanya akhirnya. “Dr. Watson, saya rasa lelucon ini sudah
cukup.”
Holmes
pertama-tama memandangku, kemudian Lady Ann, dengan pandangan penuh
keheranan.
“Lelucon?”
tanyanya, “apa maksud Anda?”
“Kau benar,”
Holmes, kataku tertawa. Kau sangat luar
biasa dengan kaca pembesar itu.
Kau mengatakan hanya ada satu orang seperti
itu di London. Apa yang kaulakukan, temanku yang baik, adalah memberi
deskripsi sempurna akan DIRIMU SENDIRI!”
“April Mop, Mr.
Holmes!” kata Lady Ann riang, kemudian berbalik ke pintu ruang tamu. “Dr. Stamford,
Mr. Murphy, kalian bisa masuk sekarang!”
Stamford dan
Murphy masuk ke dalam ruang duduk berteriak APRIL MOP. Kami tertawa dan
melontarkan lelucon pada Holmes yang menerima keisengan ini dengan lapang dada.
Tawa kami dengan cepat mereda dan kami
mulai berdiskusi dengan gembira, sebelum Lady Ann menginterupsi kami.
“Tuan-tuan,
masuklah ke ruang tamu. Mari kita minum segelas anggur untuk Mr. Holmes, yang sudah
begitu murah hati memaafkan kita atas permainan kita padanya. Dan juga Dr.
Stamford yang memikirkan seluruh masalah ini!”
“Kuharap tak
ada rasa tak enak, Holmes,” kataku masih merasa bersalah mempermainkannya.
“Tidak, tidak, dokter,”
kata Holmes sambil tertawa, “walaupun ini pengalaman yang cukup memalukan.”
“Ketika Murphy
memberi tahu kami tentang rencana itu, aku tidak tahan untuk tidak ikut serta.”
Stamford telah
menuangkan minuman dan membagikannya pada kami saat kami terus berbicara. “Kau
kenal Murphy, bukan, Mr. Holmes?” kata Stamford.
“Tidak, kurasa
kami tidak pernah bertemu. Senang bertemu Anda, sir.”
“Senang bertemu
Anda, Holmes. Bagaimana menurutmu
lelucon yang kami mainkan untuk Anda?”
“Itu pengalaman yang cukup bermanfaat. Kurasa kau memberi mereka semua detail untuk membangun gambaran diriku, Watson?”
“Ya memang, Holmes. Karena tahu beberapa
metodemu, kami mencoba menaruh setiap petunjuk, yang harus kuakui, kautemukan.”
“Pekerjaan yang
rapi, tuan-tuan. Dan secara tak sengaja, ini adalah contoh sempurna bahaya deduksi
yang hanya berdasar pada bukti tak langsung. Aku memperoleh manfaat dari pelajaran
ini.”
“Harus kuakui,”
tambah Stamford, “berharga senilai sebuah zamrud melihat tampangmu, Holmes,
ketika kau menyadari apa yang telah kau lakukan.”
“Omong-omong,”
kataku, memandang berkeliling, “di mana Lady Ann?”
“Aku yakin ia
berkata hendak mengambil Zamrud Elfenstone itu. Ia pikir kau mungkin tertarik melihatnya,”
kata Murphy.
“Ia mungkin
merasa pandangan akan zamrud itu akan
menyelamatkan harga diriku yang terluka,”
kata Holmes, tawa terdengar dalam suaranya.
Sesaat
kemudian, Lady Ann kembali, sepucat kertas. Holmes dan aku cepat-cepat
membantunya duduk. Ia memandang ke atas dan mencengkeram lengan Holmes.
“Mr. Holmes,
zamrud itu, zamrud itu tidak ada di tempat saya menyembunyikannya! Kali ini benda
itu benar-benar dicuri!”
Kami semua
berdiri di depan Lady Ann, tercengang oleh berita ini. Lelucon April Mop kami telah
berbalik, mengerjai kami semua. Aku sedang memandang pada Holmes untuk melihat
reaksinya atas berita terbaru tentang zamrud itu, dan hatiku sangat senang
melihat perubahaan tiba-tiba dalam dirinya.
Aku harus mengakui bahwa aku merasa agak malu atas bagianku dalam lelucon ini,
karena aku bisa melihat harga diri Holmes terluka. Tapi sekarang, hanya beberapa
menit setelah kami tertawa, dan dengan kejahatan yang jelas di depannya,
perubahan dalam diri Holmes amat menakjubkan. Ia tiba-tiba menjadi dinamo, menyala dengan cepat saat berdiri di depan kami, melemparkan pertanyaan pada semua
anggota konspirasi ini.
“Lady Ann,
siapa selain Anda yang tahu tempat persembunyian baru ini?”
“Murphy dan
saya tahu, Mr. Holmes”, kata Stamford.
“Ya, setelah
kami meninggalkan petunjuk jelas kami di
lemari besi,” tambah Murphy, “kami pergi dengan Lady Ann dan melihatnya
menyembunyikan zamrud itu di laci atas meja riasnya.”
“Kami pikir
tak apa-apa benda itu diletakkan di
sana,” kata Lady Ann, “Lagi pula, segera
setelah lelucon ini selesai, saya akan mengembalikannya ke lemari besi.”
“Saya
pikir rencana paling baik kita, sebelum
menanyai para pelayan, adalah agar Anda masing-masing yang terlibat lelucon
April Mop ini mau diperiksa.”
“Holmes,”
protes Stamford dengan tegas, “tentunya kau tidak mengatakan salah satu dari
kami mencuri zamrud itu?”
“Tidak,
Stamford, tidak. Tapi bila kalian berempat tidak bersalah, ini adalah cara yang
sangat baik untuk membuktikan bahwa kalian tidak bersalah!”
“Tenang Holmes,”
kataku, terkejut oleh tuduhan
yang dilontarkan, “kau tidak mengatakan bahwa
Lady Ann mencuri zamrudnya sendiri, bukan?”
“Aku tidak
mengatakan apa-apa. Tapi biarkan saya tekankan bahwa mode terbaru untuk, apa
yang kita sebut, kalian tahu, perusahaan asuransi, telah menyediakan motif menarik
lain untuk hal- hal yang disebut pencurian.”
“Saya menolak
sindiran Anda! Ini keterlaluan!”
“Lady Ann,”
Holmes bersikeras, “bila saya harus menemukan zamrud Anda, saya harus paling
tidak mempertimbangkan segala
kemungkinan. Suatu penggeledahan adalah tindakan praktis paling cepat, karena itu saya mengusulkan
bahwa mungkin Anda bisa masuk ke ruang sebelah sementara saya membujuk
tuan-tuan ini untuk membiarkan diri mereka digeledah. Kemudian, dengan segala
hormat, saya akan memanggil seseorang, tentu saja yang berjenis kelamin sama
dengan Anda, untuk menggeledah Anda!”
“Baiklah,”
balas Lady Ann dengan frustrasi, “tapi saya rasa Anda dalam bahaya mempermalukan
diri Anda sekali lagi!”
Saat Lady Ann
bersiap-siap untuk pergi, Murphy melangkah maju dan mengacungkan tangan, menarik
perhatian semua orang pada dirinya.
“Tunggu,”
katanya, “jangan, jangan pergi, Lady Ann. Penggeledahan tidak dibutuhkan.”
“Apa maksudmu,
Murphy?” tanyaku.
“Saya harus
mohon belas kasihan Anda, Lady Ann. Saya mengaku saya mencuri zamrud itu! Setelah
Anda meletakkannya di dalam laci, Lady Ann, saya menyelinap kembali ke dalam
ruangan dan mengambilnya.”
Semua orang
menatap Murphy.
“Itu tindakan
kriminal!” aku berseru.
“Saya tahu,”
jawabnya. “Tapi saya miskin. Saya amat membutuhkan uang untuk penelitian
matematika saya. Saya tahu zamrud itu
bernilai tinggi dan saya tak dapat menahan godaan untuk mengambil keuntungan
dari lelucon ini. Ini, Lady Ann, ini batu permata itu. Tolong, saya mohon, jangan
menuntut saya. Tolong jangan. Itu akan menghancurkan saya.”
Saat itulah aku
memperhatikan Holmes. Sementara semua perhatian tertuju pada Murphy dan apa
yang ia katakan, Holmes perlahan-lahan mengitari kelompok kami dan memposisikan
dirinya dengan nyaman di sebelah pria itu.
“Bolehkah saya
memeriksa zamrudnya?” tanyanya cepat. Tanpa menunggu ijin, ia mengambil batu
itu dan mulai memutarnya perlahan-lahan di tangannya.
“Yah, Mr.
Murphy,” kata Lady Ann yang terheran-heran dan marah, “Saya tak akan
berpura-pura bahwa saya tidak sangat terkejut. Saya harus meminta Anda meninggalkan rumah saya
saat ini juga!”
“Tapi Anda tak
akan menuntut saya, bukan? Ini hanya godaan sesaat.”
“Tidak, Mr.
Murphy, saya tak akan menuntut Anda.”
Aku
memperhatikan Holmes dengan cermat, dan melihat senyuman tipis muncul di bibirnya.
Ia meraih saku rompinya dan mengeluarkan wadah kecil dengan cair an bening di
dalamnya.
“Holmes,”
tanyaku, “apa yang kau lakukan dengan zamrud itu?”
“Pertanyaan
yang tepat, dokter. Yah, karena mengetahui
beberapa cara menipu pencuri, aku
menerima kasus ini dengan persiapan lengkap untuk mengetes zamrud itu ketika
kutemukan. Sekarang, setetes asa dari
wadah ini, dan akan kita
lihat.”
Lady Ann
bangkit dari kursinya dan mendekati Holmes.
“Mr. Holmes, apa yang kaulakukan? Kau akan merusak batu itu.”
“Tidak, tidak
bila ini benar-benar zamrud.” Kami semua
menatap zamrud itu. Dalam beberapa detik, jawabannya muncul.
“Ya Tuhan, asam
menggerogoti batu itu seakan-akan benda itu gula!” teriakku.
“Jadi itu
berarti” kata Lady Ann.
Holmes berbalik
dan menghadapi Murphy, menatap tepat ke matanya. “Itu artinya, Lady Ann, Mr.
Murphy baru saja memusnahkan kehormatan dan kebebasannya, untuk mencuri TIRUAN
yang indah!”
Aku tak bisa
memberi tahu Anda betapa terhinanya kami oleh kejadian itu. Holmes melemparkan
zamrud tiruan itu ke atas meja, duduk di
hadapan kami dan dengan tenang tersenyum pada Murphy. Lady Ann, berada dalam
keadaan hampir panik, duduk di sebelah Holmes dan menatapnya dengan pandangan
memohon.
“Lady Ann, saya
harus menanyai pembantu-pembantu Anda secepatnya. Tolong suruh mereka menemui
saya, satu demi satu. Pada waktunya nanti, kita akan berkumpul lagi di ruang
ini. Selama itu, saya minta Dr. Watson
menahan kalian semua di ruang makan
hingga saya selesai menanyai para pelayan. Watson, tolong
bantu aku.”
Aku membawa
mereka semua ke ruang makan tempat mereka semua duduk. Sementara mereka bercakap-cakap,
aku diam-diam memanggil setiap pelayan dan bergantian menyuruh mereka masuk ke ruang
duduk untuk ditanyai Holmes. Setelah selesai Holmes membuka pintu dan
mengisyaratkan agar Stamford dan Murphy masuk ruang duduk. Sebentar kemudian pintu sekali lagi terbuka dan Holmes
meminta Lady Ann memasuki kamar
tidurnya, untuk digeledah oleh pengasuh pribadinya. Tidak lama kemudian
kami sekali lagi berkumpul di ruang duduk berhadapan dengan Holmes. Ia berdiri
di sebelah perapian, tangannya terlipat di belakang punggungnya saat ia
memandang kami satu demi satu. Lady Ann maju ke depan, pandangan panik tampak
di matanya.
“Mr. Holmes,
lelucon ini berubah jadi mimpi buruk!
Apakah tak ada jalan untuk menemukan zamrud saya?”
“Saya harap demikian, Lady Ann. Saya sudah mengambil langkah dalam urutan logis. Para pelayan
semuanya sudah ditanyai, dan kita sudah menggeledah Mr. Stamford dan Mr.
Murphy.”
“Ya, pengalaman paling
memalukan. Membuat aku merasa
seperti penjahat!” kata Stamford jijik.
“Yah, secara
pribadi saya sangat berterima kasih membiarkan diri saya digeledah kali ini,
saya tahu saya tak perlu mengkhawatirkan apa pun,” tambah Murphy.
“Anda, Anda sendiri
Lady Ann,” kataku, “Anda bersedia digeledah oleh pengasuh pribadi yang disuruh
Holmes.”
“Hanya karena ia mengancam hendak memanggil polisi
bila saya tidak bersedia. Tapi, walaupun pemeriksaan itu tidak menyenangkan,
saya lebih baik menahannya daripada melihat cerita ini dicantumkan di halaman
depan surat kabar.”
“Dan setelah
semua cara kerja yang cukup tak bersahabat ini, kita tidak sampai ke mana pun juga
untuk menemukan zamrud itu!” kata Stamford yang tak puas.
“Tapi paling
tidak kita telah membuang kemungkinan bahwa pencuri itu menyembunyikan permata
ini di badannya.”
“Jadi kau masih
berpikir benda itu berada di suatu tempat di
kedua ruang ini, Holmes?” tanyaku.
“Kurasa begitu,
walaupun masih ada satu kemungkinan lagi.”
“Dan apakah
itu?” tanya Murphy.
“Permata asli
diganti dengan tiruannya beberapa saat sebelum kalian semua menyusun lelucon April
Mop kalian.”
“Oh tidak, Mr.
Holmes, itu tidak mungkin. Saya tahu zamrud itu asli waktu saya keluarkan pagi ini.”
“Bagaimana Anda
bisa yakin? Permata palsu itu tiruan yang sempurna. Tanpa tes kimia, seperti yang
saya lakukan, keasliannya tak bisa diyakinkan!”
“Saya beri tahu
Anda kenapa saya yakin,” lanjut Lady Ann, “kemarin malam ayah saya datang untuk
makan malam dan membawa Mr.Vanderlighter
dari Amsterdam. Ia memeriksa batu itu. Dan Anda tentu setuju
bahwa ahli permata tak dapat ditipu.”
“Itu betul,
Lady Ann,” kata Holmes, “dan apa yang Anda lakukan dengan permata itu setelah Mr.
Vanderlighter pergi?”
“Saya kunci
permata itu dalam lemari besi dan pergi tidur. Saya tidak membuka lemari besi
lagi hingga Dr. Stamford dan Mr. Murphy datang pagi ini.”
“Sudah
beres kalau begitu,” kataku gembira.
“Zamrud yang asli masih tersembunyi di suatu tempat di kedua ruang ini!”
“Tapi di mana,
itulah pertanyaannya,” tambah Stamford.
“Saya harus
mengakui,” kata Murphy bingung, “perkara ini menyesatkan.”
“Mari kembali
ke apa yang sedang kita semua lakukan pada saat Anda masuk ke ruangan, Lady Ann,
dan memberi tahu kami akan kehilangan batu.”
“Wah, kita
sedang mengadakan toast, Holmes,” kataku.
“Temanku yang
baik, Watson, itulah dia! Lady Ann, berpikir
keras tentang itu, yah, pekerjaan yang membuat haus.”
“Saya minta
maaf Mr. Holmes, saya ambilkan sesuatu. Segelas port, mungkin?”
“Tidak terima
kasih, tapi saya perhatikan Anda mempunyai kumpulan lengkap minuman keras. Saya
ingin tahu apakah saya boleh minta segelas Creme de Menthe?”
“Tentu saja,
saya ambilkan untuk Anda.”
“Creme de
Menthe di siang bolong, Holmes?” tanyaku, kebingungan.
“Aku tahu kau
eksentrik Holmes,” tambah Stamford, tapi ini lebih dari yang kubayangkan.
“Mr. Holmes,
botol ini berdenting saat kuangkat!” Lady Ann berseru.
“Saya
pikir memang akan berdenting. Tolong
ijinkan saya, madam. Terima kasih.”
Kami mengawasi
saat Holmes mulai menuang isi botol.
“Saya yakin
Anda tidak keberatan bila saya menghambur-hamburkan minuman ini ke
Aspidistra. Supaya..”
Sesaat
kemudian, terdengar suara berdenting dan sesuatu jatuh ke tangan Holmes. Ia mengangkatnya
supaya kami dapat melihatnya.
“Lady Ann,
ijinkan saya mengembalikan Zamrud Elfenstone pada Anda.”
“Ya Tuhan!”
teriakku.
Segera saja
kami berbicara bersama-sama setelah sadar dari keterkejutan kami.
“Cerdik,” kata
Holmes, memotong kegairahan kami,
“tempat persembunyian yang aman
di ruangan. Di mana sebuah permata hijau
dapat disembunyaikan dengan efektif
kalau bukan di botol minuman berwarna hijau?”
“Siapa yang
mencurinya, siapa yang menukar batu tiruan?” tanyaku, keingintahuan menguasaiku.
Lady Ann maju ke depan dan menghadapi kami semua.
“Sejujurnya,
saya tak perduli. Batu permata ini sudah kembali. Itu saja yang penting. Saya
lebih senang tidak mengajukan masalah ini ke
pengadilan. Tak seorang pun dari Anda maupun saya, Mr. Sherlock Holmes,
akan maju ke depan. Dan ayah saya tak akan menyetujui seluruh urusan ini, saya yakin!”
“Terserah Anda,
Lady Ann,” Holmes menyetujui, menyerah
pada keinginannya. “Di sisi lain saya mengharapkan cek Anda untuk jasa saya,
pada waktunya!”
Walaupun Lady
Ann agak terkejut oleh komentar Holmes,
ia melangkah pergi. Semua orang membungkuk padanya dan perlahan-lahan, di
tengah-tengah percakapan ringan tentang apa yang telah terjadi, kami
meninggalkan rumahnya. Aku menghentikan kereta roda empat, dan Holmes,
Stamford, Murphy dan aku segera mendapati kami sudah berada di Picadilly Circus.
“Kusir,
berhenti di sini. Kami akan keluar. Kita di sini lagi di Criterion, Stamford. Tidak
maukah kau masuk dan makan siang dengan kami?”
“Terima kasih,
Watson, tapi aku akan menumpang kereta dan jalan terus. Aku sebetulnya punya seorang
pasien siang ini. Pengalaman yang jarang dan menyenangkan bagi seorang
dokter muda dan baru berdiri, seperti
yang kau tahu.”
“Apakah jarang
dan menyenangkan sama seperti klien bagi detektif muda, Stamford?” Holmes tertawa.
“Aku cukup mengerti, dan karena
itu aku berterima kasih padamu untuk harapanmu yang berguna.”
“Aku senang ini
semua berguna bagimu, Mr. Holmes. Secara pribadi aku merasa agak bodoh tentang
semua ini. Yah, selamat tinggal!”
Berdiri di
hujan rintik- rintik yang dingin, kami melambaikan salam selamat tinggal saat Stamford
pergi. Murphy tampak termenung dan sangat diam. Aku berpaling padanya saat ia
berdiri melambaikan selamat tinggal pada temannya.
“Kau luar biasa
diam, Murphy.”
“Yah, aku
khawatir kesadaranku tidak mengijinkan
aku banyak bicara, Dokter. Aku amat malu pada diriku sendiri. Terima kasih
untuk tumpangannya. Kutinggalkan kalian di sini.”
“Omong kosong,”
Holmes berkeras, “kau harus ikut makan
siang dengan kami, dan tak ada tapi! Aku berkeras, ayolah.”
“Kau
benar-benar baik.”
“Ayo, ayolah
Murphy, setiap orang bisa membuat kesalahan bodoh,” kataku. “Mujur kau tidak harus
membayar kesalahanmu.”
Sesaat kemudian
kami sudah berada di dalam Criterion dan duduk mendengarkan untaian waltz Wina
yang indah. Pelayan menuangkan anggur pilihan bagi kami dan kami membuka-buka
menu.
“Ya Tuhan,” aku
berseru, “Aku selapar seorang pemburu. Bagaimana denganmu, Murphy?”
“Tidak, kurasa
aku punya selera makan kecil. Seluruh urusan ini membuatku sangat sedih.”
“Kau
seharusnya jangan terlalu mengambil hati, Murphy. Omong-omong, dokter,
aku ingin mendengar pendapatmu dalam kasus ini. Siapa menurutmu yang
melakukan pencurian zamrud itu hari ini?”
“Itu cukup
jelas buatku, Holmes. Lady Ann Partington melakukannya sendiri untuk mendapatkan
uang asuransi. Kalau tidak, ia pasti memaksa kau menemukan pencurinya. Tapi kau
tak perlu khawatir, Holmes, kau akan mendapatkan bayaranmu, aku yakin itu.”
Holmes tertawa
dan menggelengkan kepalanya.
“Aku bukan
khawatir tentang bayarannya, tapi aku yakinkan kau, bahwa Lady Ann tidak mengatur
pencurian itu hari ini.”
“Maksudmu
pencurinya Stamford?” kataku, bingung.
Holmes berbalik
menghadapi Murphy.
“Beri tahu dia
siapa yang bertanggung jawab, Murphy.”
“Tapi,
bagaimana aku tahu?”
“Oh ayolah,
Murphy,” kata Holmes sangat serius saat ia mencondongkan badannya ke arah pria itu,
“mari jangan menutupi lagi. Kau melakukan pekerjaan sempurna. Pekerjaan amat
istimewa. Aku hampir merasa bersalah merusaknya.”
“Aku tidak
mengerti maksudmu, Mr. Holmes.”
“Oh ya kau
tahu, Murphy!” Ada kemarahan dalam suara Holmes sekarang. “Kau adalah aktor yang
hebat juga. Aku begitu sangat tersentuh ketika kau jelas sudah mencuri permata
palsu, sementara selama itu kau tahu permata yang asli tersembunyi dengan aman
di botol Creme de Menthe! Untuk diambil nanti, saat kau sempat! Ha, ha! Kau
bangsat!”
“Holmes,”
kataku, “maukah kau memberitahu aku apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak
tahu apa- apa!”
“Tentunya sudah
jelas, dokter yang baik. Zamrud palsu itu tiruan yang sempurna.”
“Apa yang
membuat kau yakin akan hal itu, Holmes yang baik?” kata Murphy.
“Karena lelucon April Mop ini baru disusun kemarin.
Paling tidak kau ingin itulah yang dipercaya teman-temanmu. Permata tiruan yang
begitu hebat tidak dapat dibuat dalam waktu demikian singkat. Karena itu, permata
itu harus sudah dipersiapkan oleh seseorang yang mengetahui lelucon ini sebelum disusun.
Sekarang, Watson, ketika
Stamford memberitahumu tentang
rencana itu kemarin malam,
menurut dia ide siapa lelucon itu?”
“Ia berkata
padaku itu rencana Lady Ann Partington.”
“Tepat. Namun
Lady Ann hari ini membicarakannya sebagai ide Stamford. Jelas kau, Murphy, memunculkan
rencana itu pada mereka sebagai ide salah satu dari mereka!
Dan dengan demikian, hanya kau yang mungkin mengatur pencurian
sebenarnya di belakang lelucon ini. Kuulangi. Pekerjaan yang sangat baik!”
“Terima kasih,
Mr. Holmes,” kata Murphy, tak lagi terlihat seperti pria muda yang malu seperti
sebelumnya. “Bolehkah saya juga memuji Anda atas kecerdasan Anda dalam merusak
rencana saya?”
“Lihat ini,”
kataku bingung, “ada apa ini? Salah satu dari kalian penjahat, sedang yang
satunya lagi detektif. Namun kalian
saling melempar pujian seakan-akan kalian berada
dalam profesi yang sama!”
“Garis pemisah
antara penjahat dan penyelidik kriminal
lebih tipis dari yang kau bayangkan, Watson.”
“Sangat benar,
Holmes,” tambah Murphy, menatap tepat ke temanku, “maukah Anda mempertimbangkan
untuk menyeberang garis batas ke sisiku? Bersama-sama kita akan membentuk tim yang
tak terkalahkan.”
Holmes tertawa terbahak-bahak.
“Kau
menyanjungku. Namun, aku harus menolak tawaranmu, Mr. Murphy.”
“Sungguh
sayang. Di sisimu, kau tak akan pernah menjadi kaya. Omong-omong, untuk pengetahuanmu,
namaku bukan Murphy, walaupun Stamford berkeras mengira itu namaku.”
“Lalu siapa
namamu, bangsat!” teriakku marah.
“Temanmu Holmes
mengatakan kata bangsat jauh lebih baik dari Anda, dokter. Eh, nama saya? Nama
saya adalah M-o-r-i-a-r-t-y.”
“Oh, begitu?”
kata Holmes, “dieja M-O-R-R-I- E-T-Y?”
“Bukan. Sialan,
aku selalu mendapat kesulitan dengan namaku. Orang lain selalu salah mengeja atau
salah menyebutnya. Kurasa aku harus mulai menyebutnya seperti ejaannya.
M-O-R-I-A-R-T-Y.”
“Moriarty,”
teliti Holmes, “aku akan mengingat nama
itu. Aku punya perasaan kita akan bertemu lagi.”
“Aku percaya
kita akan bertemu lagi. Kau memenangkan ronde pertama, Sherlock Holmes, kuakui itu. Tapi aku percaya
pertandingan ulang akan terjadi.”
“Aku menantikan
saat itu, Moriarty. Dan sekarang,
Watson, aku tak tahan melihat tatapanmu yang mengancam lebih lama lagi. Mari
memesan makanan, oke?”
Dan itulah
bagaimana konflik mengerikan dan aneh antara Holmes dan Moriarty dimulai. Saat itu
kami tidak menyadari apa yang disediakan
di masa depan oleh pertemuan pertama
ini. Saat itu adalah awal bagi kedua pria itu, dan, bila aku boleh menambahkan,
bagi diriku sendiri, dalam praktek sebagai dokter yang baru mulai dan teman
Holmes dan petualangannya yang berjumlah banyak itu.
-=THE
END=-
0 comments:
Post a Comment