Wednesday, 21 October 2015

Arthur Conan Doyle | Sherlock Holmes | 2 PETUALANGAN APRIL MOP

2 PETUALANGAN APRIL MOP

Cuaca dingin dan berkabut itu tampak tak habis-habisnya beberapa hari terakhir ini dan aku merasa, setelah hari yang berat di tempat praktekku, aku ingin beristirahat di kursiku yang paling nyaman dan meneruskan membaca beberapa bacaan yang kutinggalkan. Aku telah menyalakan api besar untuk mengusir udara dingin dalam ruangan dan sedang melihat sekilas beberapa buku di perpustakaanku untuk melihat buku mana yang menarik perhatianku. Saat itulah aku memperhatikan kotak berkasku terselip di rak atas rak bukuku. Kotak itu belum dibuka selama bertahun-tahun. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri bahwa aku sekali lagi akan mulai menulis tentang sekian banyak petualangan-petualangan yang kusaksikan dengan temanku tersayang, Sherlock Holmes.
Tentu  saja,  aku  menyadari, inilah yang  benar-benar  ingin kulakukan.  Bukan membaca,  tapi menulis. Aku cepat-cepat menurunkan kotak itu, menghapus debunya, dan duduk dengan nyaman di kursi  favoritku dan mulai  membolak-balik bertumpuk-tumpuk catatan yang kutulis selama bertahun-tahun.
Setelah beberapa lama aku mendapati cerita tak terselesaikan tentang salah satu kasus Holmes paling awal. Aku mulai membaca, dan seluruh kasus  kembali tampak jelas  dalam ingatanku. Cepat-cepat aku cembali ke mejaku, mengeluarkan kertas, pena dan mulai menulis.
Cerita ini adalah sebuah kasus luar biasa yang sebetulnya bermula dari kejahilan. Kasus  yang kubicarakan ini terjadi hanya beberapa waktu setelah Sherlock Holmes dan aku pertama kali berjumpa dan menyewa tempat tinggal bersama di Baker  Street 221 B. Holmes waktu itu amat misterius buatku. Aku berbagi tempat tinggal dengannya selama sebulan sebelum aku yakin pada profesinya,   pengetahuan   yang   kupelajari,   dengar   kagum   dan   terheran-heran,   ketika   petualangan pertama kami A STUDY IN SCARLET terjadi. Dan bahkan setelah petualangan itu aku kadang-kadang ingin tahu aku terlihat dalam hal apa karena berbagi tempat tinggal dengan teman yang begitu aneh. Dalam salah satu perasaan ragu-ragu dan bingung inilah ceritaku mulai.
Suatu malam di bulan Maret aku mendapati diriku berada di sekitar Piccadilly Circus. Waktu itu udara dingin, dan hujan rintik-rintik yang terus-menerus menurunkan semangatku. Aku merasa segelas anggur  dan  suara  musik  dapat  memperbaiki suasana   hatiku.   Dan  karena itu,  aku  masuk  restoran Criterion. Waktu aku duduk dengan segelas anggur langka di sikuku, orkestra memainkan waltz Strauss yang mendayu-dayu, aku menjadi santai, merasa menjadi diriku yang sebenarnya lagi. Tiba-tiba, aku merasa bahuku ditepuk, aku menoleh dan, yang membuat aku terkejut, Stamford muda sedang berdiri di depanku, pria muda yang pertama-tama mengenalkanku pada Sherlock Holmes.
“Watson, atau seharusnya aku bilang, Dr. Watson! Bagaimana kabarmu, sobat?”
“Yah, halo, Stamford. Heran kita bertemu di sini lagi. Ayo duduklah.”
“Trims. Aku senang kau tidak mendendam padaku.”
“Kenapa aku harus begitu?” tanyaku heran.
“Karena  mengenalkanmu  dengan  Sherlock  Holmes. Aku sudah  berpikir-pikir lagi  sejak itu. Kupikir ia gila.”
“Tidak,” kataku tertawa, “ia mungkin eksentrik, sebetulnya aku akui ia memang eksentrik, tapi ia orang yang luar biasa menarik. Ia akan membangun nama besar  sebagai detektif pribadi suatu hari nanti. Kau lihat saja, Stamford.”
“Dulu kubaca sesuatu tentangnya di koran.”
“Ya,” tambahku, “kukira itu urusan Lauriston Gardens. Ia pria yang cemerlang, Stamford, amat cemerlang, kuberi tahu kau. Walaupun harus kuakui kadang-kadang ia susah dibuat senang. Ia bekerja seperti kesetanan, sebagai hukumnya, tapi kadang-kadang suatu reaksi muncul dan berlangsung selama berhari-hari, ia akan berbaring di sofa kami hampir   tanpa mengucapkan sepatah kata atau menggerakkan satu otot pun dari pagi hingga malam. Saat itu cukup menegangkan saraf, menurutku.”
“Kurasa ia menganggap dirinya terlalu serius,” renung Stamford.
“Mungkin kau benar.”
Secercah senyum tiba-tiba muncul di wajah Stamford, saat ia mencondongkan badan ke arahku.
“Maukah kau menggabungkan diri denganku dalam komplotan kecil?”
“Sebuah komplotan? Melawan Holmes?”
“Yah, ini cuma omong kosong, tahu. Kami pikir ini akan agak menyenangkan!”
“Kami?” kataku ingin tahu.
“Murphy dan aku. Kami baru saja membicarakannya. Begini, biarkan aku memanggilnya.”
Stamford berbalik dan melambai pada seorang pria muda yang duduk di meja di dekat kami.
“Aku pernah melihatnya sebelum ini, betul kan?”
“Kurasa kau pasti pernah melihatnya, Watson. Ia biasanya berada di sekitar rumah sakit, dan kapan pun kau pergi ke British Museum, kau akan mendapatinya di sana. Pria yang  baik, tapi membosankan, jelas membosankan.”
“Ya, Stamford?” kata pria muda itu saat ia maju.
“Ini temanku, Dr. John H. Watson. Ini James Murphy.”
“Senang bertemu dengan Anda. Saya pernah melihat Anda di rumah sakit.”
“Dan saya tahu saya pernah melihat Anda, Dr. Watson.”
Stamford memberi tanda agar Murphy duduk. Begitu kami sudah duduk nyaman, kupesankan anggur untuk mereka, dan percakapan dimulai.
“Aku baru memberi tahu Watson tentang komplotan kecil kita,” kata Stamford dengan riang.
“Sekarang lihat,” kataku sedikit tak senang. “Aku ingin kalian menyadari bahwa Holmes adalah teman akrabku!”
“Jangan khawatir, Watson,”  kata Murphy,  “Ini  semua  lelucon. Tidakkah kau sadari  tanggal berapa besok?”
“Tanggal satu April, betul kan?”
“Ya, hari April Mop!”
“Oh, sekarang aku mengerti,” kataku, amat lega, “kau berencana memainkan lelucon April Mop pada Holmes!”
“Ya, itu rencana kami!”
“Yah, itu hampir-hampir bukan rencana kita, Stamford. Itu sebetulnya ide Lady Ann Partington. Begini, Dr. Watson, Holmes berlaku sangat kasar pada Lady Partington saat ia di rumah sakit baru-baru ini, dan ia ingin, yah, kau tahu, mengerjainya.”
“Kedengarannya cukup polos. Aku harus mengakui Holmes cenderung agak sombong kadang- kadang,” renungku. “Apa tepatnya rencana kalian?”
“Kami akan membutuhkan bantuanmu, Watson. Kau harus hati-hati agar tidak embocorkan lelucon ini,” kata Murphy.
“Aku bertaruh lima pound, jika  Holmes  akan menelan seluruh cerita ini,” Stamford tertawa,
“kail, benang pancing dan pemberat.”
Murphy, dengan suasana konspirasi, menarik kami lebih dekat. Ia menceritakan rencana yang sangat lucu untuk mengerjai Holmes berdasarkan kepercayaan dirinya sendiri. Ini ide yang mengagumkan dan aku segera setuju melakukan bagianku untuk mengerjai temanku.
Keesokan paginya, Lady Ann Partington mengunjungi temanku Sherlock Holmes. Mrs. Hudson mengantarnya masuk dan Holmes cepat-cepat berdiri menyambutnya.
“Lady Ann, saya merasa tersanjung Anda mengunjungi saya dalam kapasitas profesional saya.”
“Tentunya, tuanku yang baik, Anda tidak mengira kunjungan ini kunjungan sosial. Anda amat terlalu kasar pada saya di rumah sakit beberapa saat lalu untuk mendapatkan kunjungan sosial.”
“Itulah hal yang ingin saya tunjukkan,” kata Holmes dengan senyum terpaksa. “Silakan duduk, silakan.”
“Di  sini,”  tambahku,  “tolong pakai  kursi  ini, Lady Ann. Kursi  ini  yang  paling  nyaman  di ruangan.”
“Terima kasih, Dr. Watson,” jawabnya, lalu duduk.
“Dan sekarang, apa yang bisa saya bantu?” tanya Holmes.
“Anda pernah mendengar  Zamrud Elfenstone?”
“Oh, ya, tentu saja,” kata Holmes, “sebuah batu yang bagus sekali yang bernilai tinggi. Benda warisan dalam keluarga Anda, bukan?”
“Itu betul, Mr. Holmes. Saya menyimpan batu itu dalam  lemari besi dinding di kamar  tidur   saya. Namun, pagi ini, ketika saya sempat melihat lemari besi itu, saya mendapati bahwa zamrud itu sudah dicuri!”
“Dicuri?  Ya Tuhan, sungguh urusan yang mengejutkan. Tentu saja, Anda  ingin Mr.  Holmes menemukannya untuk Anda?”
“Sungguh kesimpulan yang mengagumkan, dokter yang baik,” kata Holmes tak sabar. “Sekarang. Lady Ann, saat Anda membuka lemari besi itu apakah Anda melihat tanda-tanda  bahwa lemari itu pernah dibongkar?”
“Mr. Holmes, saya rasa agak bodoh bila kita duduk dan menjawab pertanyaan di sini di Baker Street. Kenapa Anda tidak datang ke rumah saya di Cavendish Square dan meneliti lemari besi itu sendiri? Anda detektif, bukan?”
“Lady Ann,” kata  Holmes sangat  tidak senang, “Anda baru saja menuduh bahwa saya kasar. Saya yakinkan Anda paling tidak kekasaran saya tak disengaja.”
“Oh, ayolah, ayolah, Holmes. Jangan begitu sensitif,” kataku cepat-cepat dalam usaha mencegah mereka naik darah.
“Saya bisa menjanjikan bayaran yang cukup besar, Mr. Holmes.”
Selama sesaat wajah Holmes menjadi keras saat ia memandang Lady Ann.
“Saya  orang yang masih berjuang  dalam profesi baru, begitu? Kemiskinan saya,  tapi  bukan kemauan saya, menyetujui.”
“Saya  bayar kemiskinan Anda,” balas Lady Ann, “dan bukan kemauan Anda. Anda lihat, Mr. Holmes, saya juga dapat mengutip Shakespeare. Kereta saya  sudah menunggu, tuan-tuan. Mari kita berkendara ke Cavendish Square saat ini juga, oke?”
Holmes membungkuk sopan pada Lady Ann, dan memberi tanda padaku untuk mengambil topi dan jaket kami. Dalam waktu singkat kami berkendara melalui jalan-jalan London dalam  kereta roda empat, dan sejenak kemudian berhenti di  pintu Lady Ann.
Ia mengantar kami masuk ke ruang duduk yang paling menarik, dipenuhi tirai-tirai berat, keramik terbaik dan salah satu piano paling banyak hiasannya yang pernah kulihat. Lady  Ann mendekati salah satu dinding,  mendorong  sebuah  potret  besar  ke  samping,  menampakkan  sebuah lemari besi.
“Inilah lemari besi dindingnya, Mr. Holmes.”
“Hmmm,” kata temanku saat ia menelitinya, “bukan lemari besi yang sulit dibuka oleh seorang ahli. Anda meletakkan zamrud itu di dalamnya, betul begitu?”
“Ya, ketika saya pergi tidur. Dan pagi ini zamrud itu sudah hilang.”
“Tentunya Holmes,” aku angkat bicara, “ini saat yang baik untuk menggunakan kaca pembesar yang selalu kau bawa-bawa.”
“Saat yang tepat, dokterku yang baik. Itulah kenapa aku membawanya.”
Holmes mengeluarkan kaca pembesarnya dan mulai memeriksa lemari besi itu dengan sangat teliti. Aku harus menahan tawa  kecil saat Lady Ann tersenyum padaku. Kami berdua tahu bahwa temanku Sherlock Holmes tidak tahu, petunjuk yang akan diperolehnya adalah sebagian dan merupakan paket tipuan April Mop kami untuknya.
“Yah, ini sangat menarik.”
“Apa itu, Mr. Holmes?”
“Lemari besi ini dibuka oleh seorang ahli. Tak ada tanda bahwa lemari ini dibuka paksa. Hei, apa ini?  Watson, lihatlah, ada noda aneh di kenop besinya. Kenop ini jelas dipegang oleh seseorang yang jari-jarinya biasa dinodai oleh bahan kimia.”
“Apakah kau pasti, Holmes?”
“Ini cukup gampang, Watson. Lady Ann, tolong beri tahu saya ke mana pintu-pintu itu mengarah,” katanya, melambai ke pintu ganda berukuran besar di ujung ruangan.
“Kamar tidur saya.”
“Saya ingin menelitinya bila diizinkan.”
“Tentu saja.”
Ia melangkah ke pintu itu, tak pernah sekalipun kehilangan kesempatan meneliti segala sesuatu yang dapat ia lihat. Amat  mengagumkan melihatnya  saat ia berhenti, melihat  sekilas pada  sesuatu melalui kaca pembesarnya, atau menyentuh sesuatu kemudian menggosokkan jari-jarinya ke benda itu untuk mendapatkan tekstur  atau rasa benda itu. Dengan cepat ia sudah berada di ruang yang satu lagi dan berada cukup jauh dari Lady Ann dan aku. Saat itulah Lady Ann menoleh padaku dengan gembira.
“Dr. Watson,” bisiknya senang, “ini adalah tipuan April Mop yang paling indah yang pernah saya mainkan.”
“Menurut saya, Murphy benar. Ia menelan semuanya, kait, benang pancing, dan pemberatnya. Walaupun begitu,  Lady  Ann, saya  mulai  merasa bersalah  tentang semua  ini. Saya  tidak bisa tidak merasa tidak setia.”
“Omong kosong, dokter, semua ini cuma lelucon.”
“Apakah Stamford dan Mr. Murphy mendengarkan?”
“Ya, mereka berada di sebelah, di ruang tamu saya. Saya yakin telinga mereka tertempel ke lubang kunci.”
“Saya betul-betul berharap Holmes tidak marah pada saya,” kataku, perasaan bersalahku muncul hingga taraf yang tak mengenakkan. Sesaat kemudian Holmes kembali dan berdiri di depan kami.
“Tak ada yang menarik di sini. Jendela-jendela tidak dibongkar. Oleh karena itu, kita bisa mengasumsikan, pencuri itu tidak masuk melalui jendela di tingkat atas. Lady Ann, apakah ruangan ini belum tersentuh sama sekali sejak Anda mengetahui kehilangan itu?”
“Tidak, Mr. Holmes. Saya beri tahu para pelayan untuk membiarkan ruangan ini tepat seperti adanya sementara saya menjemput Anda.”
“Hebat!”  katanya, melihat sekeliling, “tumpukan  tebal  karpet, heh?  Tak ada  yang lebih baik! Saya bisa memberitahu Anda ini, Lady Ann:  Pencuri itu orang yang tinggi dengan langkah-langkah panjang.”
“Ayolah, Holmes,” kataku membantah, “aku tahu metodemu. Tak ada jejak kaki di karpet yang bisa kau identifikasi, bahkan dengan kaca pembesarmu.”
“Dokterku yang baik, aku sudah mempelajari banyak kejahatan dan aku belum pernah melihat satu pun yang dilakukan oleh makhluk terbang. Selama seorang kriminal mempunyai dua kaki, selalu ada pemindahan kecil yang dapat dideteksi oleh peneliti yang cermat. Aku yakinkan bahwa tanda-tanda di atas karpet ini mengindikasikan bahwa pencuri itu pria tinggi dengan langkah lebar! ”
Aku sudah hendak berbicara lagi, tapi Holmes berputar pergi dan mengeluarkan kaca pembesarnya untuk melihat beberapa barang kecil.
“Jejak abu tembakau, Watson. Tembakau pipa. Tembakau rajangan kasar yang dijual  empat pence per ons.”
“Sekarang serius Mr. Holmes,” tanya  Lady Ann, “bagaimana Anda dapat mengidentifikasi tembakau tertentu?”
“Ini hobi saya. Malahan, saya bahkan menulis suatu monograf  tentang subyek ini. Sekarang,  msatu kali penelitian lagi pada lemari besi itu. Bila Anda ijinkan lagi, Lady Ann.”
Saat Holmes melanjutkan penyelidikannya, kuamati Lady Ann mulai memandang Holmes dengan sikap yang lebih hormat. Dalam hal itu, aku juga, karena Holmes, dalam sikapnya yang khas, sedang menelan setiap petunjuk yang kami letakkan dengan hati-hati untuknya.
“Hei,” katanya keras-keras, “apakah ini  setitik debu? Ini resin! Jejak resin yang samar! Lady Ann, saya sarankan Anda menghubungi Scotland Yard, saat ini juga!”
“Maksudmu perkara ini sudah terpecahkan, Holmes?”
“Maksudku, dokter, bahwa aku dapat memberi gambaran yang cukup lengkap akan pencuri ini padamu, dan bahwa  gambaran ini begitu individual  sehingga aku takkan terkejut bila cocok dengan lebih dari satu orang di London!”
“Ini betul-betul keajaiban Mr. Holmes. Tolong deskripsikan orang itu untuk saya,” kata Lady Ann, duduk di atas sofa.
“Yah, ia orang yang tinggi. Lebar langkahnya menunjukkan hal itu, dan ia kurus.”
“Apa yang memungkinkan kau mengetahui hal itu, Holmes?” kataku betul-betul ingin tahu.
“Jejak kakinya menghasilkan sedikit lekukan di bulu-bulu karpet. Pencuri  kita berhubungan dengan bahan kimia, seperti yang diindikasikan oleh noda di kenop lemari besi itu. Dan jejak resin menunjukkan bahwa ia juga memainkan biola. Ia mengisap tembakau rajangan  kasar. Ia punya pengetahuan praktis yang hebat tentang bagaimana membuka kunci kombinasi lemari besi, dan ia jelas berhubungan dekat dengan kelas kriminal.”
“Bagaimana Anda mengetahui itu, Mr. Holmes?”
“Saya ragu ia akan mencuri batu terkenal kecuali ia tahu bagaimana menjualnya melalui beberapa penadah yang dapat dipercaya, saya yakin itu.”
“Ya, itu gambaran yang sangat lengkap, Holmes. Saya hampir merasa saya kenal pria itu.”
“Terima kasih, dokter,” kata Holmes.
Lady Ann tak bisa menahan lebih lama lagi. Tawanya memenuhi ruangan dengan suaranya yang cemerlang dan riang.
“Saya sangat setuju, Mr. Holmes,” katanya akhirnya. “Dr. Watson, saya rasa lelucon ini sudah cukup.”
Holmes pertama-tama memandangku, kemudian Lady Ann, dengan pandangan penuh
keheranan.
“Lelucon?” tanyanya, “apa maksud Anda?”
“Kau benar,” Holmes, kataku tertawa. Kau sangat luar  biasa dengan kaca pembesar  itu. Kau mengatakan hanya ada satu orang seperti  itu di London. Apa yang kaulakukan, temanku yang baik, adalah memberi deskripsi sempurna akan DIRIMU SENDIRI!”
“April Mop, Mr. Holmes!” kata Lady Ann riang, kemudian berbalik ke pintu ruang tamu. “Dr. Stamford, Mr. Murphy, kalian bisa masuk sekarang!”
Stamford dan Murphy masuk ke dalam ruang duduk berteriak APRIL MOP. Kami tertawa dan melontarkan lelucon pada Holmes yang menerima keisengan ini dengan lapang dada. Tawa  kami dengan cepat mereda dan kami mulai berdiskusi dengan gembira, sebelum Lady Ann menginterupsi kami.
“Tuan-tuan, masuklah ke ruang tamu. Mari kita minum segelas anggur untuk Mr. Holmes, yang sudah begitu murah hati memaafkan kita atas permainan kita padanya. Dan juga Dr. Stamford yang memikirkan seluruh masalah ini!”
“Kuharap tak ada rasa tak enak, Holmes,” kataku masih merasa bersalah mempermainkannya.
“Tidak, tidak,  dokter,”  kata Holmes sambil tertawa, “walaupun ini pengalaman yang  cukup memalukan.”
“Ketika Murphy memberi tahu kami tentang rencana itu, aku tidak tahan untuk tidak ikut serta.”
Stamford telah menuangkan minuman dan membagikannya pada kami saat kami terus berbicara. “Kau kenal Murphy, bukan, Mr. Holmes?” kata Stamford.
“Tidak, kurasa kami tidak pernah bertemu. Senang bertemu Anda, sir.”
“Senang bertemu Anda,  Holmes. Bagaimana menurutmu lelucon yang kami mainkan untuk Anda?”
“Itu  pengalaman yang cukup bermanfaat.  Kurasa kau memberi mereka semua detail  untuk membangun gambaran diriku, Watson?”
“Ya  memang, Holmes. Karena tahu beberapa metodemu, kami mencoba menaruh setiap petunjuk, yang harus kuakui, kautemukan.”
“Pekerjaan yang rapi, tuan-tuan. Dan secara tak sengaja, ini adalah contoh sempurna bahaya deduksi yang hanya berdasar pada bukti tak langsung. Aku memperoleh manfaat dari pelajaran ini.”
“Harus kuakui,” tambah Stamford, “berharga senilai sebuah zamrud melihat tampangmu, Holmes, ketika kau menyadari apa yang telah kau lakukan.”
“Omong-omong,” kataku, memandang berkeliling, “di mana Lady Ann?”
“Aku yakin ia berkata hendak mengambil Zamrud Elfenstone itu. Ia pikir kau mungkin tertarik melihatnya,” kata Murphy.
“Ia mungkin merasa pandangan  akan zamrud itu akan menyelamatkan harga diriku   yang terluka,” kata Holmes, tawa terdengar dalam suaranya.
Sesaat kemudian, Lady Ann kembali, sepucat kertas. Holmes dan aku cepat-cepat membantunya duduk. Ia memandang ke atas dan mencengkeram lengan Holmes.
“Mr. Holmes, zamrud itu, zamrud itu tidak ada di tempat saya menyembunyikannya! Kali ini benda itu benar-benar dicuri!”
Kami semua berdiri di depan Lady Ann, tercengang oleh berita ini. Lelucon April Mop kami telah berbalik, mengerjai kami semua. Aku sedang memandang pada Holmes untuk melihat reaksinya atas berita terbaru tentang zamrud itu, dan hatiku sangat senang melihat  perubahaan tiba-tiba dalam dirinya. Aku harus mengakui bahwa aku merasa agak malu atas bagianku dalam lelucon ini, karena aku bisa melihat harga diri Holmes terluka. Tapi sekarang, hanya beberapa menit setelah kami tertawa, dan dengan kejahatan yang jelas di depannya, perubahan dalam diri Holmes amat menakjubkan. Ia tiba-tiba menjadi  dinamo, menyala dengan cepat saat berdiri di depan  kami, melemparkan pertanyaan pada semua anggota konspirasi ini.
“Lady Ann, siapa selain Anda yang tahu tempat persembunyian baru ini?”
“Murphy dan saya tahu, Mr. Holmes”, kata Stamford.
“Ya, setelah kami  meninggalkan petunjuk jelas kami di lemari besi,” tambah Murphy, “kami pergi dengan Lady Ann dan melihatnya menyembunyikan zamrud itu di laci atas meja riasnya.”
“Kami pikir tak  apa-apa benda itu diletakkan di sana,” kata  Lady Ann, “Lagi pula, segera setelah lelucon ini selesai, saya akan mengembalikannya ke lemari besi.”
“Saya pikir  rencana paling baik kita, sebelum menanyai para pelayan, adalah agar Anda masing-masing yang terlibat lelucon April Mop ini mau diperiksa.”
“Holmes,” protes Stamford dengan tegas, “tentunya kau tidak mengatakan salah satu dari kami mencuri zamrud itu?”
“Tidak, Stamford, tidak. Tapi bila kalian berempat tidak bersalah, ini adalah cara yang sangat baik untuk membuktikan bahwa kalian tidak bersalah!”
“Tenang  Holmes,”  kataku,  terkejut oleh tuduhan yang dilontarkan,  “kau tidak mengatakan bahwa Lady Ann mencuri zamrudnya sendiri, bukan?”
“Aku tidak mengatakan apa-apa. Tapi biarkan saya tekankan bahwa mode terbaru untuk, apa yang kita sebut, kalian tahu, perusahaan asuransi, telah menyediakan motif menarik lain untuk hal- hal yang disebut pencurian.”
“Saya menolak sindiran Anda! Ini keterlaluan!”
“Lady Ann,” Holmes bersikeras, “bila saya harus menemukan zamrud Anda, saya harus paling tidak mempertimbangkan segala  kemungkinan. Suatu penggeledahan adalah tindakan praktis  paling cepat, karena itu saya mengusulkan bahwa mungkin Anda bisa masuk ke ruang sebelah sementara saya membujuk tuan-tuan ini untuk membiarkan diri mereka digeledah. Kemudian, dengan segala hormat, saya akan memanggil seseorang, tentu saja yang berjenis kelamin sama dengan Anda, untuk menggeledah Anda!”
“Baiklah,” balas Lady Ann dengan frustrasi, “tapi saya rasa Anda dalam bahaya mempermalukan diri Anda sekali lagi!”
Saat Lady Ann bersiap-siap untuk pergi, Murphy melangkah maju dan mengacungkan tangan, menarik perhatian semua orang pada dirinya.
“Tunggu,” katanya, “jangan, jangan pergi, Lady Ann. Penggeledahan tidak dibutuhkan.”
“Apa maksudmu, Murphy?” tanyaku.
“Saya harus mohon belas kasihan Anda, Lady Ann. Saya mengaku saya mencuri zamrud itu! Setelah Anda meletakkannya di dalam laci, Lady Ann, saya menyelinap kembali ke dalam ruangan dan mengambilnya.”
Semua orang menatap Murphy.
“Itu tindakan kriminal!” aku berseru.
“Saya  tahu,”  jawabnya. “Tapi saya miskin. Saya amat membutuhkan uang untuk penelitian matematika saya.  Saya tahu zamrud itu bernilai tinggi dan saya tak dapat menahan godaan untuk mengambil keuntungan dari lelucon ini. Ini, Lady Ann, ini batu permata itu. Tolong, saya mohon, jangan menuntut saya. Tolong jangan. Itu akan menghancurkan saya.”
Saat itulah aku memperhatikan Holmes. Sementara semua perhatian tertuju pada Murphy dan apa yang ia katakan, Holmes perlahan-lahan mengitari kelompok kami dan memposisikan dirinya dengan nyaman di sebelah pria itu.
“Bolehkah saya memeriksa zamrudnya?” tanyanya cepat. Tanpa menunggu ijin, ia mengambil batu itu dan mulai memutarnya perlahan-lahan di tangannya.
“Yah, Mr. Murphy,” kata Lady Ann yang terheran-heran dan marah, “Saya tak akan berpura-pura bahwa saya tidak sangat terkejut. Saya  harus meminta Anda meninggalkan rumah saya saat ini juga!”
“Tapi Anda tak akan menuntut saya, bukan? Ini hanya godaan sesaat.”
“Tidak, Mr. Murphy, saya tak akan menuntut Anda.”
Aku memperhatikan Holmes dengan cermat, dan melihat senyuman tipis muncul di bibirnya. Ia meraih saku rompinya dan mengeluarkan wadah kecil dengan cair an bening di dalamnya.
“Holmes,” tanyaku, “apa yang kau lakukan dengan zamrud itu?”
“Pertanyaan yang tepat, dokter. Yah,  karena  mengetahui  beberapa cara menipu pencuri,  aku menerima kasus ini dengan persiapan lengkap untuk mengetes zamrud itu ketika kutemukan. Sekarang, setetes asa dari  wadah  ini,  dan akan kita  lihat.” 
Lady Ann bangkit dari kursinya  dan mendekati Holmes. “Mr. Holmes, apa yang kaulakukan? Kau akan merusak batu itu.”
“Tidak, tidak bila ini benar-benar  zamrud.” Kami semua menatap zamrud itu. Dalam beberapa detik, jawabannya muncul.
“Ya Tuhan, asam menggerogoti batu itu seakan-akan benda itu gula!” teriakku.
“Jadi itu berarti” kata Lady Ann.
Holmes berbalik dan menghadapi Murphy, menatap tepat ke matanya. “Itu artinya, Lady Ann, Mr. Murphy baru saja memusnahkan kehormatan dan kebebasannya, untuk mencuri TIRUAN yang indah!”
Aku tak bisa memberi tahu Anda betapa terhinanya kami oleh kejadian itu. Holmes melemparkan zamrud tiruan itu ke atas  meja, duduk di hadapan kami dan dengan tenang tersenyum pada Murphy. Lady Ann, berada dalam keadaan hampir panik, duduk di sebelah Holmes dan menatapnya dengan pandangan memohon.
“Lady Ann, saya harus menanyai pembantu-pembantu Anda secepatnya. Tolong suruh mereka menemui saya, satu demi satu. Pada waktunya nanti, kita akan berkumpul lagi di ruang ini. Selama itu, saya minta  Dr. Watson menahan  kalian semua di  ruang makan  hingga  saya  selesai menanyai para pelayan. Watson, tolong bantu aku.”
Aku membawa mereka semua ke ruang makan tempat mereka semua duduk. Sementara mereka bercakap-cakap, aku diam-diam memanggil setiap pelayan dan bergantian menyuruh mereka masuk ke ruang duduk untuk ditanyai Holmes. Setelah selesai Holmes membuka pintu dan mengisyaratkan agar Stamford dan Murphy masuk ruang duduk. Sebentar  kemudian pintu sekali lagi terbuka dan Holmes meminta Lady Ann memasuki kamar  tidurnya, untuk digeledah oleh pengasuh pribadinya. Tidak lama kemudian kami sekali lagi berkumpul di ruang duduk berhadapan dengan Holmes. Ia berdiri di sebelah perapian, tangannya terlipat di belakang punggungnya saat ia memandang kami satu demi satu. Lady Ann maju ke depan, pandangan panik tampak di matanya.
“Mr. Holmes, lelucon ini berubah jadi mimpi buruk!  Apakah tak ada jalan untuk menemukan zamrud saya?”
“Saya  harap demikian, Lady Ann. Saya  sudah mengambil  langkah dalam urutan logis. Para pelayan semuanya sudah ditanyai, dan kita sudah menggeledah Mr. Stamford dan Mr. Murphy.”
“Ya, pengalaman  paling  memalukan. Membuat  aku merasa seperti penjahat!” kata Stamford jijik.
“Yah, secara pribadi saya sangat berterima kasih membiarkan diri saya digeledah kali ini, saya tahu saya tak perlu mengkhawatirkan apa pun,” tambah Murphy.
“Anda, Anda sendiri Lady Ann,” kataku, “Anda bersedia digeledah oleh pengasuh pribadi yang disuruh Holmes.”
“Hanya  karena ia mengancam hendak memanggil polisi bila saya tidak bersedia. Tapi, walaupun pemeriksaan itu tidak menyenangkan, saya lebih baik menahannya daripada melihat cerita ini dicantumkan di halaman depan surat kabar.”
“Dan setelah semua cara kerja yang cukup tak bersahabat ini, kita tidak sampai ke mana pun juga untuk menemukan zamrud itu!” kata Stamford yang tak puas.
“Tapi paling tidak kita telah membuang kemungkinan bahwa pencuri itu menyembunyikan permata ini di badannya.”
“Jadi kau masih berpikir benda itu berada di suatu tempat di  kedua ruang ini, Holmes?” tanyaku.
“Kurasa begitu, walaupun masih ada satu kemungkinan lagi.”
“Dan apakah itu?” tanya Murphy.
“Permata asli diganti dengan tiruannya beberapa saat sebelum kalian semua menyusun lelucon April Mop kalian.”
“Oh tidak, Mr. Holmes, itu tidak mungkin. Saya tahu zamrud itu asli waktu saya keluarkan pagi ini.”
“Bagaimana Anda bisa yakin? Permata palsu itu tiruan yang sempurna. Tanpa tes kimia, seperti yang saya lakukan, keasliannya tak bisa diyakinkan!”
“Saya beri tahu Anda kenapa saya yakin,” lanjut Lady Ann, “kemarin malam ayah saya datang untuk makan malam dan membawa Mr.Vanderlighter  dari  Amsterdam. Ia  memeriksa batu itu. Dan Anda tentu setuju bahwa ahli permata tak dapat ditipu.”
“Itu betul, Lady Ann,” kata Holmes, “dan apa yang Anda lakukan dengan permata itu setelah Mr. Vanderlighter pergi?”
“Saya kunci permata itu dalam lemari besi dan pergi tidur. Saya tidak membuka lemari besi lagi hingga Dr. Stamford dan Mr. Murphy datang pagi ini.”
“Sudah beres  kalau begitu,” kataku gembira. “Zamrud yang asli masih tersembunyi di suatu tempat di kedua ruang ini!”
“Tapi di mana, itulah pertanyaannya,” tambah Stamford.
“Saya harus mengakui,” kata Murphy bingung, “perkara ini menyesatkan.”
“Mari kembali ke apa yang sedang kita semua lakukan pada saat Anda masuk ke ruangan, Lady Ann, dan memberi tahu kami akan kehilangan batu.”
“Wah, kita sedang mengadakan toast, Holmes,” kataku.
“Temanku yang baik, Watson, itulah dia! Lady Ann, berpikir  keras tentang itu, yah, pekerjaan yang membuat haus.”
“Saya minta maaf Mr. Holmes, saya ambilkan sesuatu. Segelas port, mungkin?”
“Tidak terima kasih, tapi saya perhatikan Anda mempunyai kumpulan lengkap minuman keras. Saya ingin tahu apakah saya boleh minta segelas Creme de Menthe?”
“Tentu saja, saya ambilkan untuk Anda.”
“Creme de Menthe di siang bolong, Holmes?” tanyaku, kebingungan.
“Aku tahu kau eksentrik Holmes,” tambah Stamford, tapi ini lebih dari yang kubayangkan.
“Mr. Holmes, botol ini berdenting saat kuangkat!” Lady Ann berseru.
“Saya pikir  memang akan berdenting. Tolong ijinkan saya, madam. Terima kasih.”
Kami mengawasi saat Holmes mulai menuang isi botol.
“Saya yakin Anda tidak keberatan bila saya menghambur-hamburkan minuman ini ke
Aspidistra. Supaya..”
Sesaat kemudian, terdengar suara berdenting dan sesuatu jatuh ke tangan Holmes. Ia mengangkatnya supaya kami dapat melihatnya.
“Lady Ann, ijinkan saya mengembalikan Zamrud Elfenstone pada Anda.”
“Ya Tuhan!” teriakku.
Segera saja kami berbicara bersama-sama setelah sadar dari keterkejutan kami.
“Cerdik,”  kata  Holmes, memotong kegairahan kami,  “tempat persembunyian yang  aman di ruangan. Di mana sebuah permata  hijau dapat disembunyaikan dengan efektif  kalau bukan di botol minuman berwarna hijau?”
“Siapa yang mencurinya, siapa yang menukar batu tiruan?” tanyaku, keingintahuan menguasaiku. Lady Ann maju ke depan dan menghadapi kami semua.
“Sejujurnya, saya tak perduli. Batu permata ini sudah kembali. Itu saja yang penting. Saya lebih senang tidak mengajukan masalah ini ke  pengadilan. Tak seorang pun dari Anda maupun saya, Mr. Sherlock Holmes, akan maju ke depan. Dan ayah saya tak akan menyetujui seluruh urusan ini, saya yakin!”
“Terserah Anda, Lady Ann,” Holmes  menyetujui, menyerah pada keinginannya. “Di sisi lain saya mengharapkan cek Anda untuk jasa saya, pada waktunya!”
Walaupun Lady Ann agak terkejut oleh komentar  Holmes, ia melangkah pergi. Semua orang membungkuk padanya dan perlahan-lahan, di tengah-tengah percakapan ringan tentang apa yang telah terjadi, kami meninggalkan rumahnya. Aku menghentikan kereta roda empat, dan Holmes, Stamford, Murphy dan aku segera mendapati kami sudah berada di Picadilly Circus.
“Kusir, berhenti di sini. Kami akan keluar. Kita di sini lagi di Criterion, Stamford. Tidak maukah kau masuk dan makan siang dengan kami?”
“Terima kasih, Watson, tapi aku akan menumpang kereta dan jalan terus. Aku sebetulnya punya seorang pasien siang ini. Pengalaman yang jarang dan menyenangkan bagi seorang dokter  muda dan baru berdiri, seperti yang kau tahu.”
“Apakah jarang dan menyenangkan sama seperti klien bagi detektif muda, Stamford?” Holmes  tertawa.  “Aku cukup  mengerti, dan karena itu aku berterima kasih padamu untuk harapanmu yang berguna.”
“Aku senang ini semua berguna bagimu, Mr. Holmes. Secara pribadi aku merasa agak bodoh tentang semua ini. Yah, selamat tinggal!”
Berdiri di hujan rintik- rintik yang dingin, kami melambaikan salam selamat tinggal saat Stamford pergi. Murphy tampak termenung dan sangat diam. Aku berpaling padanya saat ia berdiri melambaikan selamat tinggal pada temannya.
“Kau luar biasa diam, Murphy.”
“Yah, aku khawatir  kesadaranku tidak mengijinkan aku banyak bicara, Dokter. Aku amat malu pada diriku sendiri. Terima kasih untuk tumpangannya. Kutinggalkan kalian di sini.”
“Omong kosong,” Holmes berkeras, “kau harus  ikut makan siang dengan kami, dan tak ada tapi! Aku berkeras, ayolah.”
“Kau benar-benar baik.”
“Ayo, ayolah Murphy, setiap orang bisa membuat kesalahan bodoh,” kataku. “Mujur kau tidak harus membayar kesalahanmu.”
Sesaat kemudian kami sudah berada di dalam Criterion dan duduk mendengarkan untaian waltz Wina yang indah. Pelayan menuangkan anggur pilihan bagi kami dan kami membuka-buka menu.
“Ya Tuhan,” aku berseru, “Aku selapar seorang pemburu. Bagaimana denganmu, Murphy?”
“Tidak, kurasa aku punya selera makan kecil. Seluruh urusan ini membuatku sangat sedih.”
“Kau seharusnya  jangan terlalu mengambil  hati, Murphy. Omong-omong,  dokter,  aku ingin mendengar pendapatmu dalam kasus ini. Siapa menurutmu yang melakukan pencurian zamrud itu hari ini?”
“Itu cukup jelas buatku, Holmes. Lady Ann Partington melakukannya sendiri untuk mendapatkan uang asuransi. Kalau tidak, ia pasti memaksa kau menemukan pencurinya. Tapi kau tak perlu khawatir, Holmes, kau akan mendapatkan bayaranmu, aku yakin itu.”
Holmes tertawa dan menggelengkan kepalanya.
“Aku bukan khawatir tentang bayarannya, tapi aku yakinkan kau, bahwa Lady Ann tidak mengatur pencurian itu hari ini.”
“Maksudmu pencurinya Stamford?” kataku, bingung.
Holmes berbalik menghadapi Murphy.
“Beri tahu dia siapa yang bertanggung jawab, Murphy.”
“Tapi, bagaimana aku tahu?”
“Oh ayolah, Murphy,” kata Holmes sangat serius saat ia mencondongkan badannya ke arah pria itu, “mari jangan menutupi lagi. Kau melakukan pekerjaan sempurna. Pekerjaan amat istimewa. Aku hampir merasa bersalah merusaknya.”
“Aku tidak mengerti maksudmu, Mr. Holmes.”
“Oh ya kau tahu, Murphy!” Ada kemarahan dalam suara Holmes sekarang. “Kau adalah aktor yang hebat juga. Aku begitu sangat tersentuh ketika kau jelas sudah mencuri permata palsu, sementara selama itu kau tahu permata yang asli tersembunyi dengan aman di botol Creme de Menthe! Untuk diambil nanti, saat kau sempat! Ha, ha! Kau bangsat!”
“Holmes,” kataku, “maukah kau memberitahu aku apa yang terjadi? Aku benar-benar tidak tahu apa- apa!”
“Tentunya sudah jelas, dokter yang baik. Zamrud palsu itu tiruan yang sempurna.”
“Apa yang membuat kau yakin akan hal itu, Holmes yang baik?” kata Murphy.
“Karena  lelucon April Mop ini baru disusun kemarin. Paling tidak kau ingin itulah yang dipercaya teman-temanmu. Permata tiruan yang begitu hebat tidak dapat dibuat dalam waktu demikian singkat. Karena itu, permata itu harus sudah dipersiapkan oleh seseorang yang mengetahui lelucon ini sebelum  disusun.  Sekarang, Watson,  ketika Stamford  memberitahumu  tentang  rencana itu  kemarin malam, menurut dia ide siapa lelucon itu?”
“Ia berkata padaku itu rencana Lady Ann Partington.”
“Tepat. Namun Lady Ann hari ini membicarakannya sebagai ide Stamford. Jelas kau, Murphy, memunculkan rencana itu pada mereka sebagai ide salah satu dari  mereka!  Dan dengan demikian, hanya kau yang mungkin mengatur pencurian sebenarnya di belakang lelucon ini. Kuulangi. Pekerjaan yang sangat baik!”
“Terima kasih, Mr. Holmes,” kata Murphy, tak lagi terlihat seperti pria muda yang malu seperti sebelumnya. “Bolehkah saya juga memuji Anda atas kecerdasan Anda dalam merusak rencana saya?”
“Lihat ini,” kataku bingung, “ada apa ini? Salah satu dari kalian penjahat, sedang yang satunya lagi  detektif. Namun kalian saling melempar  pujian seakan-akan  kalian berada  dalam profesi  yang sama!”
“Garis pemisah antara  penjahat dan penyelidik kriminal lebih tipis dari yang kau bayangkan, Watson.”
“Sangat benar, Holmes,” tambah Murphy, menatap tepat ke temanku, “maukah Anda mempertimbangkan untuk menyeberang garis batas ke sisiku? Bersama-sama kita akan membentuk tim yang tak terkalahkan.”
Holmes tertawa terbahak-bahak.
“Kau menyanjungku. Namun, aku harus menolak tawaranmu, Mr. Murphy.”
“Sungguh sayang. Di sisimu, kau tak akan pernah menjadi kaya. Omong-omong, untuk pengetahuanmu, namaku bukan Murphy, walaupun Stamford berkeras mengira itu namaku.”
“Lalu siapa namamu, bangsat!” teriakku marah.
“Temanmu Holmes mengatakan kata bangsat jauh lebih baik dari Anda, dokter. Eh, nama saya? Nama saya adalah M-o-r-i-a-r-t-y.”
“Oh, begitu?” kata Holmes, “dieja M-O-R-R-I- E-T-Y?”
“Bukan. Sialan, aku selalu mendapat kesulitan dengan namaku. Orang lain selalu salah mengeja atau salah menyebutnya. Kurasa aku harus mulai menyebutnya seperti ejaannya. M-O-R-I-A-R-T-Y.”
“Moriarty,” teliti  Holmes, “aku akan mengingat nama itu. Aku punya perasaan kita akan bertemu lagi.”
“Aku percaya kita akan bertemu lagi. Kau memenangkan ronde pertama,  Sherlock Holmes, kuakui itu. Tapi aku percaya pertandingan ulang akan terjadi.”
“Aku menantikan saat  itu, Moriarty. Dan sekarang, Watson, aku tak tahan melihat tatapanmu yang mengancam lebih lama lagi. Mari memesan makanan, oke?”
Dan itulah bagaimana konflik mengerikan dan aneh antara Holmes dan Moriarty dimulai. Saat itu kami tidak menyadari  apa yang disediakan di masa  depan oleh pertemuan pertama ini. Saat itu adalah awal bagi kedua pria itu, dan, bila aku boleh menambahkan, bagi diriku sendiri, dalam praktek sebagai dokter yang baru mulai dan teman Holmes dan petualangannya yang berjumlah banyak itu.



-=THE END=-

0 comments:

Post a Comment