BAB DELAPAN BEAS
GIRAUD BERTINDAK
"Ngomong -
ngomong, Poirot," kataku, sedang kami berjalan di sepanjang jalan putih
yang panas, "aku ingin menyelesaikan sakit hatiku padamu. Aku yakin bahwa
kau bermaksud baik, tapi sebenarnya, bukanlah urusanmu untuk pergi mengadakan
penyelidikan di Hotel du Phare, tanpa memberi tahu aku."
Poirot
mengerling padaku.
"Bagaimana
kau tahu aku ke sana?" tanyanya.
Aku benci
sekali, karena merasa pipiku memanas. "Sambil lalu aku kebetulan masuk
untuk melihat-lihat," aku menjelaskan dengan bersikap anggun
sebisa-bisanya.
Aku agak kuatir
akan mendengar olok-olok Poirot, tetapi aku lega, dan agak terkejut karena dia
hanya menggeleng dengan bersungguh-sungguh tetapi aneh, "Bila aku telah
menusuk perasaanmu yang mudah tersinggung itu, entah dengan cara bagaimanapun,
aku minta maaf. Kau akan segera maklum. Tapi percayalah, aku berusaha untuk
memusatkan seluruh tenaga dan perhatianku pada perkara ini."
"Ah, tak
apa-apalah," kataku, dengan perasaan lebih tenang setelah mendengar pernyataan
maafnya.
"Aku tahu
bahwa kau memikirkan kepentinganku. Tapi aku mampu menjaga diriku
sendiri." Poirot kelihatannya akan mengatakan sesuatu lagi tapi tak jadi.
Setiba di
villa, Poirot mendahuluiku berjalan ke gudang di mana mayat yang kedua
ditemukan. Tetapi dia tidak masuk, melainkan berhenti di dekat bangku yang
telah kusebut sebelumnya, yang terdapat beberapa meter dari gudang itu. Setelah
memandanginya beberapa lama, dia berjalan dari situ ke pagar hidup yang merupakan
batas antara Villa Genevieve dan Villa Marguerite. Lalu dia berjalan kembali
sambil mengangguk. Kemudian dia kembali lagi ke pagar hidup itu, dan menguakkan
semak-semak dengan tangannya.
"Untung-untung
Nona Marthe ada di kebunnya," katanya sambil menoleh padaku. "Aku
ingin berbicara dengannya, tapi aku lebih suka tak usah datang ke Villa
Marguerite secara resmi. Wah, mujur sekali, itu-dia. Ssst, Nona! Ssst! Kemari sebentar."
Aku
mendekatinya bersamaan dengan Marthe Daubreuil, yang datang dengan berlari-lari
ke pagar itu atas panggilan Poirot. Gadis itu tampak agak terkejut. "Apakah
Anda mau mengizinkan saya berbicara dengan Anda sebentar, Nona?"
"Tentu,
Tuan Poirot." Meskipun dia tampak tenang, matanya kelihatan kuatir dan
takut.
"Nona,
ingatkah Anda waktu Anda mengejar saya di jalan, pada hari saya berkunjung ke
rumah Anda bersama Hakim Pemeriksa? Anda bertanya apakah ada seseorang yang
dicurigai mengenai kejahatan itu."
"Dan Anda
katakan dua orang Chili."
Suaranya
terdengar tersekat, dan tangan kirinya terangkat ke dadanya.
"Bisakah
Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi, Nona?"
"Apa
maksud Anda?"
"Begini.
Bila Anda menanyakan pertanyaan itu sekali lagi kepada saya, saya akan memberikan
jawaban yang lain. Memang ada seseorang yang dicurigai — tapi bukan orang
Chili."
"Siapa?"
Pertanyaan itu diucapkannya dengan samar sekali melalui bibirnya yang hanya
terbuka sedikit.
"Tuan Jack
Renauld,"
"Apa?"
teriaknya
"Jack? Tak
mungkin. Siapa yang berani mencurigainya?"
"Giraud."
"Giraud!"
Wajah gadis itu jadi pucat-pasi. "Saya takut pada orang itu. Dia kejam sekali.
Dia akan — dia akan —" Gadis itu tak dapat meneruskan kata-katanya. Di wajahnya
terbayang usahanya untuk mengumpulkan kekuatan dalam mengambil keputusan. Pada
saat itu aku menyadari bahwa dia adalah seorang pejuang. Juga Poirot
memperhatikannya dengan saksama.
"Anda
tentu tahu bahwa Tuan Jack Renauld berada di sini pada malam pembunuhan
itu?" tanya Poirot.
"Ya,"
sahutnya tanpa semangat. "Dia mengatakannya pada saya."
"Tak baik
menyembunyikan kenyataan itu," Poirot meneruskan.
"Ya, ya,"
sahutnya dengan tak sabar. "Tapi kita tak boleh membuang-buang waktu
dengan penyesalan. Kita harus menemukan sesuatu untuk
menyelamatkannya. Dia jelas tak bersalah, tapi kenyataan itu saja tak dapat
menolongnya berhadapan dengan laki-laki seperti Giraud itu, yang hanya
memikirkan namanya saja. Dia telah bertekad untuk menahan seseorang, dan orang
itu adalah Jack."
"Tapi
kenyataannya akan berlawanan dengan dia," kata Poirot. "Sadarkah Anda?"
Gadis itu
memandangnya tepat-tepat, lalu digunakannya lagi kata-kata yang pernah
diucapkannya di ruang tamu ibunya. "Saya bukan anak kecil, Tuan. Saya bisa
berani dan menghadapi kenyataan - kenyataan. Dia tidak bersalah, dan kita harus
menyelamatkannya." Dia berbicara dengan tenaganya yang terakhir, lalu
diam, berpikir sambil mengerutkan alisnya.
"Nona,"
katanya sambil mengamatinya dengan teliti, "tak adakah sesuatu yang Anda
sembunyikan, yang sebaiknya Anda ceritakan kepada kami?" Gadis itu mengangguk
tanpa mengerti, "Ya, memang ada sesuatu, tapi saya tak tahu apakah. Anda
akan percaya atau tidak — rasanya tak masuk akal."
"Bagaimanapun
juga, ceritakan saja, Nona."
"Begini.
Tuan Giraud memanggil saya, akan melihat apakah saya bisa mengenali laki-laki
yang ada di dalam itu. Gadis itu menunjuk dengan kepalanya ke arah gudang itu.
"Saya tak bisa mengenalinya.
Pada saat itu
tak bisa. Tapi setelah itu, saya berpikir —"
"Ya?"
"Rasanya
aneh sekali, namun saya yakin sekali. Sebaiknya saya katakan. Pada pagi hari
menjelang Tuan Renauld dibunuh, saya berjalan-jalan di kebunini. Saya mendengar
suara orang-orang laki-laki bertengkar. Saya kuakkan semak-semak dan saya
mengintip. Salah seorang laki-laki itu adalah Tuan Renauld, sedang yang seorang
lagi adalah seorang gelandangan, seorang makhluk mengerikan yang berpakaian
compang-camping dan kotor. Orang itu sebentar berteriak-teriak dengan suara
tinggi, dan sekali-sekali mengancam. Saya dengar dia meminta uang, tapi pada
saat itu Maman memanggil saya dari rumah, dan saya harus pergi. Itu saja,
hanya— saya hampir yakin bahwa gelandangan itu dan orang yang meninggal di
dalam gudang itu, adalah orang yang sama."
Poirot
menyerukan kata seru. "Tapi mengapa tidak Anda katakan hal ini pada waktu
itu, Nona?"
"Karena
mula-mula hanya terpikir oleh saya, bahwa wajah itu rasanya pernah saya kenal.
Laki-laki itu mengenakan pakaian lain, dan kelihatannya seolah-olah berasal
dari kalangan tinggi. Tapi, Tuan Poirot, tidakkah mungkin gelandangan itu yang
telah menyerang dan membunuh Tuan Renauld, untuk kemudian mengambil uang dan pakaiannya?"
"Itu masuk
akal, Nona," kata Poirot lembut. "Memang masih banyak yang harus diterangkan,
tapi keterangan Anda itu jelas masuk akal. Akan saya pikirkan gagasan Anda
itu."
Terdengar suara
memanggil dari dalam rumah. "Maman" bisik Marthe. "Saya harus
pergi." Dan dia pergi menyelinap melalui pohon-pohon.
"Mari,"
kata Poirot, sambil berbalik ke arah villa, dengan mencengkam tanganku.
"Bagaimana
pendapatmu sebenarnnya?" tanyaku, penuh rasa ingin tahu. "Apakah
kisah itu benar, atau apakah gadis itu rnengarang-ngarangnya saja
untuk mengalihkan tuduhan terhadap kekasihnya?"
"Memang
kisah yang aneh," kata Poirot, "tapi kurasa itu memang benar. Tanpa disadarinya,
Nona Marthe telah menceritakan yang sebenarnya mengenai satu hal lagi — dan
secara tak sengaja pula dia telah menunjukkan kebohongan Jack Renauld. Adakah
kaulihat keragu-raguan anak muda itu, ketika kutanyakan apakah dia menemui
Marthe Daubreuil pada malam terjadinya pembunuhan itu ? Dia berhenti sebentar
sebelum menyahut"
"Ya, aku sudah curiga bahwa dia berbohong. Aku
merasa perlu menemui Nona Marthe, sebelum dia memberi tahu gadis itu supaya
berhati-hati. Empat patah kata-kata singkat, telah memberi aku informasi yang
kuingini. Waktu kutanyakan apakah dia tahu bahwa Jack Renauld ada di sini malam
itu, dia menjawab, 'DIA menceritakannya pada saya.' Nah, Hastings, apa yang
telah dilakukan Jack Renauld di sini pada malam yang bersejarah itu dan bila
dia tidak bertemu dengan Nona Marthe, siapa yang ditemuinya?"
"Bagaimanapun
juga, Poirot," seruku terperanjat, "kau tak mungkin menduga bahwa
anak muda seperti itu akan bisa membunuh ayahnya sendiri?"
"Mon
ami" kata Poirot, "lagi-lagi kau bersikap sentimental dan tak mau
percaya! Aku pernah, melihat ibu-ibu yang membunuh anak-anaknya yang masih
kecil untuk mendapatkan uang asuransi! Setelah kejadian-kejadian seperti itu,
orang akan bisa percaya pada apa pun juga."
"Lalu
alasannya?"
"Uang
tentu. Ingatlah bahwa Jack Renauld menyangka bahwa dia akan memperoleh separuh
dari harta ayahnya bila ayahnya itu meninggal."
'Tapi
gelandangan itu — apa peranannya?"
Poirot
mengangkat bahunya.
"Giraud
akan mengatakan bahwa dia berkomplot, seorang pembunuh bayaran yang membantu
Renauld muda menjalankan kejahatan itu, dan yang setelah itu disingkirkan untuk
menghilangkan jejaknya."
"Lalu
rambut yang terlilit pada belati itu? Rambut wanita itu?"
"Oh
itu," kata Poirot sambil tersenyum lebar. "Itu merupakan bumbu dalam lelucon
Giraud. Menurut Dia, itu sama sekali bukan rambut seorang wanita. Ingatlah
bahwa ada remaja zaman ini yang menyisir rambutnya lurus ke belakang dengan
menggunakan minyak rambut atau lilin rambut supaya terletak melekat. Oleh
karenanya rambut itu ada yang agak panjang."
"Dan kau
percaya juga akan hal itu?"
"Tidak,"
kata Poirot dengan senyum yang aneh. "Karena aku yakin bahwa itu adalah
rambut wanita— dan lebih khusus lagi, aku pun tahu wanita yang mana!"
"Nyonya
Daubreuil," kataku dengan keyakinan.
"Mungkin,"
kata Poirot, sambil memandangiku dengan pandangan penuh teka - teki. Tetapi aku
tak mau membiarkan diriku menjadi jengkel.
"Apa yang
akan kita lakukan sekarang?" tanyaku, sedang kami memasuki lorong Villa
Genevieve.
"Aku akan
mencari sesuatu di antara barang-barang Tuan Jack Renauld. Sebab itu kuusahakan
supaya dia tak berada di tempat selama beberapa jam."
"Tapi
apakah tak mungkin Giraud telah mendahului kita mencarinya?" tanyaku.
"Tentu.
Dia menyiapkan suatu perkara tak ubahnya seekor berang-berang membangun
tanggulnya, dengan usaha yang meletihkan. Tapi dia tidak akan mencari apa yang
akan kucari besar kemungkinannya dia tidak akan melihatnya dari segi betapa
pentingnya arti barang itu. Mari kita mulai."
Dengan rapi dan
dengan cara kerja yang baik, Poirot membuka laci satu demi satu, memeriksa
isinya, lalu mengembalikannya ke tempatnya semula. Pekerjaan itu benar-benar
membosankan dan tak menarik. Poirot mencari di tengah-tengah leher-leher baju,
piyama dan kaus-kaus kaki. Suatu bunyi derum di luar membuatku pergi ke jendela
untuk melihat. Aku langsung terperanjat.
"Poirot!"
teriakku. "Ada sebuah mobil yang baru datang. Di dalamnya ada Giraud dan
Jack Renauld, dan dua orang polisi."
"Sialan"
geram Poirot. "Binatang si Giraud itu, tak bisakah dia sabar sedikit? Tak
akan sempat lagi aku mengembalikan barang-barang dalam laci yang terakhir ini
dengan cara yang baik. Mari cepat-cepat." Dengan terburu-buru ditumpahkannya
barang-barang ke lantai, kebanyakan adalah dasi dan sapu tangan. Tiba-tiba
dengan suatu pekik kemenangan, Poirot menerpa sesuatu, sebuah karton bersegi
empat kecil, mungkin sehelai foto. Sesudah memasukkan barang itu ke dalam
sakunya, dikembalikannya barang-barang yang lain ke dalam laci tadi,
sembarangan saja. Kemudian dengan mencengkeram lenganku diseretnya aku keluar
dari kamar itu dan menuruni tangga. Di lorong rumah Giraud sedang berdiri
sambil merenungi orang tahanannya.
"Selamat
siang, Tuan Giraud," kata Poirot. "Ada apa ini?"
Giraud
menganggukkan kepalanya ke arah Jack.
"Dia
sedang mencoba melarikan diri, tapi saya terlalu awas mengamati langkahnya. Dia
ditahan atas tuduhan membunuh ayahnya, Tuan Paul Renauld,"
Poirot berbalik
untuk menghadapi anak muda yang bersandar dengan lunglai di pintu, wajahnya
pucat-pasi.
"Apa yang
dapat Anda katakan mengenai hal itu, Anak muda?"
Jack Renauld
menatapnya seperti batu. "Tidak ada," katanya.
Lanjut ke BAB SEMBILAN BELAS
0 comments:
Post a Comment