Sunday, 27 September 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB SEMBILAN


BAB SEMBILAN
TUAN GIRAUD MENEMUKAN BEBERAPA PETUNJUK

Lapangan Golf Maut

Dalam ruang tamu utama kutemukan Hakim Pemeriksa sibuk menanyai tukang kebun tua, Augustc. Poirot dan Komisaris, yang juga hadir, menyambut kedatanganku. Poirot dengan tersenyum sedang Komisaris membungkuk dengan hormat. Diam-diam aku mengambil tempat duduk. Tuan Hautet berusaha keras dan sangat cermat sekali, namun tidak berhasil memancing sesuatu yang penting.
Sarung tangan kebun diakui Auguste sebagai miliknya. Sarung tangan itu katanya dipakainya waktu mengurus semacam bunga primula yang beracun bagi orang-orang tertentu. Dia tak dapat mengatakan kapan dia memakainya terakhir. Dia sama sekali tidak merasa kehilangan.
"Di mana sarung tangan itu disimpan? "
"Kadang-kadang di suatu tempat, kadang-kadang di tempat lain."
"Sekop itu biasanya terdapat di gudang alat-alat yang kecil. Apakah gudang itu terkunci?"
"Tentu saja terkunci"
"Di mana kuncinya disimpan? "
"Pak Hautet tentu saja di pintunya! Tak ada sesuatu yang berharga, yang patut dicuri di situ."
"Siapa yang menyangka akan ada bandit atau pembunuh?"
"Hal semacam itu tak pernah terjadi waktu tempat ini masih dihuni oleh Nyonya
Vicornte."
Setelah Tuan Hautet menyatakan bahwa dia sudah selesai dengan tanya jawab dengannya, orang tua itu pun pergi, sambil tak sudah – sudahnya menggerutu. Mengingat bagaimana Poirot bersikeras terus mengenai bekas jejak kaki yang terdapat di bedeng-bedeng bunga, aku memperhatikan orang tua itu dengan saksama selama dia memberikan kesaksiannya.
Kesimpulanku, dia sama sekali memang tak ada sangkut-pautnya dengan kejahatan itu, atau dia seorang aktor ulung. Tiba-tiba aku mendapatkan suatu gagasan. Sebelum dia keluar dari pintu aku berkata, "Maaf, Tuan Hautet, maukah Anda mengizinkan saya mengajukan satu pertanyaan saja padanya?"
"Tentu, Tuan."
Merasa didorong begitu, aku berpaling pada Auguste.
"Di mana Anda taruh sepatu bot Anda?"
"Sialan!" geram orang tua itu. "Di kaki saya tentu. Di mana lagi?"
"Tapi kalau Anda tidur malam hari?"
"Di bawah tempat tidur saya."
"Lalu siapa yang membersihkannya?"
"Tak seorang pun. Untuk apa dibersihkan? Apakah saya harus berbaris di barisan terdepan seperti orang muda? Pada hari Minggu, saya tentu mengenakan sepatu khusus hari Minggu, tapi pada hari-hari lain" Dia mengangkat bahunya.
Aku menggeleng kehilangan semangat.
"Yaah," kata Hakim.
"Kita tak banyak mendapatkan kemajuan. Kita terpaksa menunda hal ini sampai kita mendapatkan balasan telegram dari Santiago. Adakah di antara Anda yang melihat Giraud?
Benar-benar kurang sopan! Saya ingin menyuruh seseorang memanggilnya, dan —"
"Anda tak perlu menyuruh orang pergi jauh, Bapak Hakim."
Kami terkejut mendengar suaranya yang tenang itu. Giraud sedang berdiri di luar, dan dia kini menjenguk ke dalam dari jendela yang terbuka. Dia melompat melalui jendela itu ke dalam kamar, lalu mendekati meja.
"Saya siap menjalankan tugas-tugas Anda, Pak Hakim. Maafkan saya, karena tidak melapor lebih cepat."
'Tak apa-apa, tak mengapa," kata Hakim dengan perasaan tak enak.
"Soalnya, saya hanya seorang detektif," lanjut Giraud, "saya tak tahu menahu tentang tanya-jawab. Kalaupun saya mengadakan tanya-jawab, saya tidak akan melakukannya dengan jendela terbuka kalau ada orang yang berdiri di luar, dia akan bisa mendengarkan dengan mudah. Tapi sudahlah."
Merah wajah Tuan Hautet karena marah. Jelas bahwa Hakim Pemeriksa dan detektif yang bertugas saling tak menyukai. Sejak semula mereka sudah saling membenci. Bagi Giraud, semua hakim pemeriksa itu goblok, dan bagi Tuan Hautet, yang menganggap dirinya penting, sikap seenaknya dari detektif  Paris itu pasti akan menyulitkan.
"Eb bien, Tuan Giraud," kata Hakim agak tajam. "Anda pasti telah memanfaatkan waktu Anda dengan baik sekali? Apakah Anda sudah dapat memberikan nama-nama para pembunuhnya pada kami? Juga di mana mereka berada sekarang?"
Tanpa merasa tersinggung karena sindiran itu, Giraud menjawab, "Sekurang - kurangnya, saya tahu dari mana mereka itu"
"Bagaimana?"
Giraud mengeluarkan dua buah barang dari sakunya, lalu meletakkannya di atas meja. Kami mengerumuni barang itu. Barang-barang itu sangat sederhana, sebuah puntung rokok, dan sebatang korek api yang belum dinyalakan. Detektif itu berbalik menghadapi Poirot.
"Apa yang Anda lihat itu?" tanyanya.
Nadanya terdengar kasar. Mukaku jadi panas dibuatnya. Namun Poirot tetap tak tersinggung. Dia hanya mengangkat bahunya.
"Sebuah puntung rokok dan sebatang korek api."
"Lalu, apa yang dapat Anda jelaskan dari barang-barang itu?"
Poirot menelentangkan kedua belah tangannya. "Tidak — tidak ada apaapa."
"Oh!" kata Giraud dengan nada puas. "Tidakkah Anda pelajari barang - barang ini? Bukan begitu caranya yang lazim — setidak-tidaknya di negeri ini lain. Barang-barang itu biasa terdapat di Amerika Selatan. Untunglah korek apinya belum dinyalakan. Kalau sudah, saya tidak akan bisa mengenalinya. Agaknya salah seorang di antara mereka membuang puntung rokoknya yang sudah mati, lalu menyalakan sebatang lagi. Waktu dia akan menyalakannya, sebatang korek apinya terjatuh."
"Lalu puntung korek api yang sebatang lagi?"
"Puntung korek api yang mana?"
"Puntung yang sudah dinyalakannya. Adakah itu Anda temukan pula?"
"Tidak."
"Mungkin Anda kurang teliti mencarinya."
"Kurang teliti mencarinya —" Sesaat terkilas seolah-olah amarahnya akan meledak, tetapi dia berusaha menguasai dirinya. "Anda kelihatannya suka berkelakar, Tuan Poirot. Tapi bagaimanapun juga, ada atau tidak puntung korek api yang satu itu, puntung rokok itu saja sudah cukup. Rokok itu dari Amerika Selatan, kertasnya terbuat dari lapisan dalam kayu manis."
Poirot mengangguk.
Komisaris angkat bicara, "Puntung rokok dan korek api itu mungkin kepunyaan Tuan Renauld. Ingat, dia baru dua tahun kembali dari Amerika Selatan"
"Bukan," sahut detektif itu dengan yakin. "Saya telah memeriksa barang - barang milik Tuan Renauld. Rokok yang diisapnya dan korek api yang dipakainya lain sekali."
"Tidakkah Anda merasa aneh," tanya Poirot, "bahwa orang-orang tak dikenal itu datang tanpa membawa senjata, tanpa membawa sarung tangan, tanpa sekop, dan kebetulan sekali mereka bisa menemukan barang-barang itu di sini?"
Giraud tersenyum dengan sikap super.
"Tentu saja aneh. Tanpa teori yang ada pada saya, hal itu memang tak bisa dijelaskan"
"Oh!" kata Tuan Hautet.
 "Maksud Anda mereka berkomplot, dan seorang dari komplotan itu ada dalam rumah ini? "
"Atau di luar," kau Giraud dengan senyum aneh.
"Tapi lalu tentu harus ada yang membukakannya pintu? Bukankah kau tak bisa beranggapan, bahwa nasibnya demikian baiknya, hingga mereka menemukan pintu dalam keadaan terbuka sedikit dan bisa masuk?"
"Setuju, Pak Hakim. Memang ada seseorang yang membukakan mereka pintu, tapi pintu itu bisa saja dengan mudah dibuka dari luar — oleh seseorang yang memiliki kuncinya."
"Tapi siapa yang memilikinya?"
Giraud mengangkat bahunya.
"Mengenai hal itu, kalaupun ada yang memilikinya, dia tentu akan berusaha untuk tidak mengatakannya. Tapi ada beberapa orang yang mungkin memilikinya. Tuan Jack Renauld, putra mereka, umpamanya. Dia memang sedang dalam perjalanan ke Amerika Selatan, tapi mungkin dia telah kehilangan kunci itu atau kunci itu telah dicuri orang. Kemudian tukang kebun — dia sudah bertahun-tahun di sini. Salah seorang pelayan yang masih muda mungkin pula punya pacar di luar. Mudah saja menjiplak bentuk kunci dan menyuruh orang membuat tiruannya. Pokoknya, banyak kemungkinannya. Kemudian ada lagi seseorang, yang menurut saya sangat mungkin menyimpan barang seperti itu."
"Siapa?"
"Nyonya Daubreuil," kata detektif itu datar.
"Ehem!" kata Hakim dengan wajah agak sedih, "rupanya Anda juga sudah mendengar tentang hal itu, ya?"
"Saya mendengar segalanya," kata Giraud dengan tenang.
"Pasti ada satu hal yang belum Anda dengar," kata Tuan Hautet dengan senang, karena bisa memperlihatkan kelebihan pengetahuannya, dan tanpa menunggu lebih lama, diceritakannya kisah tentang tamu misterius yang datang pada malam hari menjelang kejadian itu. Dia juga menyinggung tentang cek yang ditulis untuk Duveen, dan akhirnya memberikan surat yang ditandatangani oleh Belia pada Giraud. Giraud mendengarkan tanpa berkata apa-apa, membaca surat itu dengan saksama, lalu dikembalikannya.
"Semuanya menarik sekali, Pak Hakim. Tapi teori saya tetap, tak bisa diganggu gugat."
"Apa teori Anda itu?"
"Sementara ini saya tak mau mengatakannya. Ingat, saya baru saja mulai dengan penyelidikan saya."
"Tolong katakan satu hal, Tuan Giraud," kata Poirot tiba-tiba.
"Menurut teori Anda pintu terbuka. Teori itu tidak menjelaskan mengapa pintu itu dibiarkan terbuka. Bila mereka pergi, tidakkah wajar kalau mereka menutupnya kembali? Bila seorang agen polisi kebetulan datang ke rumah ini, seperti yang kadang-kadang dilakukannya, untuk melihat apakah semuanya aman, mereka bisa ketahuan dan segera terkejar."
"Ah! Mereka lupa. Pasti suatu keteledoran, yakinlah,"
Lalu aku heran, karena Poirot mengucapkan lagi kata-kata yang hampir sama dengan yang diucapkannya terhadap Bex malam kemarin, "Saya tak sependapat dengan Anda . Pintu yang dibiarkan terbuka, atau yang memang sengaja dibuka, atau memang dianggap perlu terbuka, dan semua teori yang membantah hal itu, pasti akan salah."
Kami semua memandang pria kecil itu dengan amat terkejut. Tadi dia terpaksa mengakui bahwa dia tak tahu-menahu tentang batang korek api itu tadi. Kurasa hal itu pasti telah membuatnya malu. Tetapi sekarang, seperti biasanya, dia mengemukakan hukumnya pada Giraud yang agung tanpa ragu-ragu dan dengan perasaan puas. Detektif dari Paris itu memilin-milin kumisnya, sambil memandang sahabatku dengan sikap geli.
"Anda tak sependapat dengan saya, bukan? Nah, apa yang menurut Anda paling istimewa dalam perkara ini? Coba saya dengar pendapat Anda."
"Satu hal yang saya lihat jelas sekali. Coba ingat-ingat, Tuan Giraud, tak adakah sesuatu yang menurut Anda seperti pernah Anda kenali dalam perkara ini? Apakah tak ada yang mengingatkan Anda akan sesuatu?"
"Pernah dikenal? Mengingatkan saya akan sesuatu? Saya tak dapat langsung menjawabnya. Tapi saya rasa, tidak."
"Anda keliru," kata Poirot dengan tenang. "Ada suatu kejahatan yang hampir sama benar caranya pernah dilakukan."
"Kapan? Dan di mana?"
"Oh, mengenai hal itu, sayangnya, saya belum dapat mengingatnya sekarang ini — tapi kelak pasti bisa. Tadinya saya berharap Andalah yang bisa membantu mengingatkan saya"
Giraud mendengus terang-terangan. "Banyak sekali kejadian dengan orang-orang berkedok! Saya tak bisa mengingatnya satu demi satu. Semua kejahatan ini kira-kira sama saja."
"Namun ada yang biasa dinamakan ciri khasnya." Poirot tiba-tiba bersikap seperti orang memberikan kuliah dan menujukan pembicaraannya pada kami semua. "Sekarang saya akan membicarakan segi psikologis kejahatan. Tuan Giraud tentu tahu bahwa setiap penjahat punya cara khasnya sendiri, dan polisi yang kemudian dipanggil untuk menyelidiki dalam suatu perkara pencurian, umpamanya sering kali sudah bisa menduga siapa pelakunya, hanya dengan melihat cara tertentu yang dipakainya. (Japp tentu akan berkata begitu pula padamu, Hastings.) Manusia adalah makhluk yang berlain-lainan. Berlainan, baik dalam hukum, dalam hidupnya sehari-hari, maupun di luar hukum. Bila seseorang melakukan kejahatan, maka semua kejahatan lain yang dilakukannya pasti mirip benar dengan cara kejahatan yang pernah dilakukannya itu. Perkara seorang pembunuh berkebangsaan Inggris yang menyingkirkan istri – istrinya secara berturut-turut dengan cara membenamkannya dalam bak mandinya, adalah salah satu contoh. Bila caranya itu diubahnya, mungkin sampai
sekarang pun dia masih belum tertangkap. Tapi dia menuruti petunjuk - petunjuk biasa dalam kebiasaan manusiawinya, dengan berpikir bahwa apa yang telah berhasil tentu akan berhasil lagi, dan dengan demikian dia mendapatkan ganjarannya."
"Lalu apa maksudnya semua ini?" cemooh Giraud.
"Bahwa bila kita menemukan dua kejahatan yang sama benar perencanaannya dan cara kerjanya, kita akan menemukan otak yang sama pula di baliknya. Saya sedang mencari otak itu, Tuan Giraud  dan saya pasti bisa menemukannya. Di sini kita menemukan petunjuk yang tepat petunjuk psikologis. Mungkin Anda tahu semua tentang puntung-puntung
rokok dan korek api, Tuan Giraud. Tapi saya, Hercule Poirot, tahu pikiran manusia!" Dan pria kecil yang lucu itu mengetuk-ngetuk dahinya dengan sikap penting.
Giraud masih tetap tak terkesan sama sekali.
"Untuk menuntun Anda," Poirot melanjutkan, "akan saya tunjukkan pula suatu kenyataan yang mungkin tak tampak oleh Anda. Sehari setelah kejadian menyedihkan itu, arloji Nyonya Renauld terlalu cepat dua jam. Hal itu mungkin akan menarik untuk Anda selidiki."
Giraud terbelalak. "Mungkin saja memang biasa terlalu cepat."
"Sebenarnya begitulah kata mereka pada saya."
"Kalau begitu, eh bien"
"Tapi, dua jam itu lama," kata Poirot dengan halus. ''Kemudian ada pula soal bekas telapak kaki di bedeng bunga."
Dia mengangguk ke arah jendela yang terbuka. Dengan penuh semangat dan dengan langkah panjang-panjang, Giraud pergi ke jendela itu, lalu melihat ke luar.
"Bedeng yang ini?"
"Ya."
"Tapi saya tak melihat bekas telapak kaki."
"Tidak," kata Poirot sambil meluruskan letak setumpukan buku-buku di atas meja. "Memang tak ada."
Suatu pandangan geram membayangi wajah Giraud sejenak. Dia mengambil langkah langkah panjang ke arah penggodanya, tapi pada saat itu pintu ruang tamu terbuka, dan Marchaud mengumumkan, "Tuan Stonor, sekretaris Tuan Renauld, baru tiba dari Inggris. Bolehkah beliau masuk?"

Lanjut ke BAB SEPULUH

0 comments:

Post a Comment