BAB SEMBILAN
TUAN GIRAUD MENEMUKAN BEBERAPA PETUNJUK
Dalam ruang
tamu utama kutemukan Hakim Pemeriksa sibuk menanyai tukang kebun tua, Augustc.
Poirot dan Komisaris, yang juga hadir, menyambut kedatanganku. Poirot dengan
tersenyum sedang Komisaris membungkuk dengan hormat. Diam-diam aku mengambil
tempat duduk. Tuan Hautet berusaha keras dan sangat cermat sekali, namun tidak
berhasil memancing sesuatu yang penting.
Sarung tangan
kebun diakui Auguste sebagai miliknya. Sarung tangan itu katanya dipakainya
waktu mengurus semacam bunga primula yang beracun bagi orang-orang tertentu.
Dia tak dapat mengatakan kapan dia memakainya terakhir. Dia sama sekali tidak
merasa kehilangan.
"Di mana
sarung tangan itu disimpan? "
"Kadang-kadang
di suatu tempat, kadang-kadang di tempat lain."
"Sekop itu
biasanya terdapat di gudang alat-alat yang kecil. Apakah gudang itu
terkunci?"
"Tentu
saja terkunci"
"Di mana
kuncinya disimpan? "
"Pak
Hautet tentu saja di pintunya! Tak ada sesuatu yang berharga, yang patut dicuri
di situ."
"Siapa
yang menyangka akan ada bandit atau pembunuh?"
"Hal
semacam itu tak pernah terjadi waktu tempat ini masih dihuni oleh Nyonya
Vicornte."
Setelah Tuan
Hautet menyatakan bahwa dia sudah selesai dengan tanya jawab dengannya, orang
tua itu pun pergi, sambil tak sudah – sudahnya menggerutu. Mengingat bagaimana
Poirot bersikeras terus mengenai bekas jejak kaki yang terdapat di
bedeng-bedeng bunga, aku memperhatikan orang tua itu dengan saksama selama dia
memberikan kesaksiannya.
Kesimpulanku, dia
sama sekali memang tak ada sangkut-pautnya dengan kejahatan itu, atau dia
seorang aktor ulung. Tiba-tiba aku mendapatkan suatu gagasan. Sebelum dia
keluar dari pintu aku berkata, "Maaf, Tuan Hautet, maukah Anda mengizinkan
saya mengajukan satu pertanyaan saja padanya?"
"Tentu,
Tuan."
Merasa didorong
begitu, aku berpaling pada Auguste.
"Di mana
Anda taruh sepatu bot Anda?"
"Sialan!"
geram orang tua itu. "Di kaki saya tentu. Di mana lagi?"
"Tapi
kalau Anda tidur malam hari?"
"Di bawah
tempat tidur saya."
"Lalu
siapa yang membersihkannya?"
"Tak
seorang pun. Untuk apa dibersihkan? Apakah saya harus berbaris di barisan
terdepan seperti orang muda? Pada hari Minggu, saya tentu mengenakan sepatu
khusus hari Minggu, tapi pada hari-hari lain" Dia mengangkat bahunya.
Aku menggeleng
kehilangan semangat.
"Yaah,"
kata Hakim.
"Kita tak
banyak mendapatkan kemajuan. Kita terpaksa menunda hal ini sampai kita
mendapatkan balasan telegram dari Santiago. Adakah di antara Anda yang melihat
Giraud?
Benar-benar kurang sopan! Saya ingin menyuruh seseorang
memanggilnya, dan —"
"Anda tak
perlu menyuruh orang pergi jauh, Bapak Hakim."
Kami terkejut
mendengar suaranya yang tenang itu. Giraud sedang berdiri di luar, dan dia kini
menjenguk ke dalam dari jendela yang terbuka. Dia melompat melalui jendela itu
ke dalam kamar, lalu mendekati meja.
"Saya siap
menjalankan tugas-tugas Anda, Pak Hakim. Maafkan saya, karena tidak melapor
lebih cepat."
'Tak apa-apa,
tak mengapa," kata Hakim dengan perasaan tak enak.
"Soalnya,
saya hanya seorang detektif," lanjut Giraud, "saya tak tahu menahu tentang
tanya-jawab. Kalaupun saya mengadakan tanya-jawab, saya tidak akan melakukannya
dengan jendela terbuka kalau ada orang yang berdiri di luar, dia akan bisa
mendengarkan dengan mudah. Tapi sudahlah."
Merah wajah
Tuan Hautet karena marah. Jelas bahwa Hakim Pemeriksa dan detektif yang
bertugas saling tak menyukai. Sejak semula mereka sudah saling membenci. Bagi
Giraud, semua hakim pemeriksa itu goblok, dan bagi Tuan Hautet, yang menganggap
dirinya penting, sikap seenaknya dari detektif Paris itu pasti akan menyulitkan.
"Eb bien,
Tuan Giraud," kata Hakim agak tajam. "Anda pasti telah memanfaatkan
waktu Anda dengan baik sekali? Apakah Anda sudah dapat memberikan nama-nama
para pembunuhnya pada kami? Juga di mana mereka berada sekarang?"
Tanpa merasa
tersinggung karena sindiran itu, Giraud menjawab, "Sekurang - kurangnya, saya
tahu dari mana mereka itu"
"Bagaimana?"
Giraud
mengeluarkan dua buah barang dari sakunya, lalu meletakkannya di atas meja.
Kami mengerumuni barang itu. Barang-barang itu sangat sederhana, sebuah puntung
rokok, dan sebatang korek api yang belum dinyalakan. Detektif itu berbalik
menghadapi Poirot.
"Apa yang
Anda lihat itu?" tanyanya.
Nadanya
terdengar kasar. Mukaku jadi panas dibuatnya. Namun Poirot tetap tak
tersinggung. Dia hanya mengangkat bahunya.
"Sebuah
puntung rokok dan sebatang korek api."
"Lalu, apa
yang dapat Anda jelaskan dari barang-barang itu?"
Poirot
menelentangkan kedua belah tangannya. "Tidak — tidak ada apaapa."
"Oh!"
kata Giraud dengan nada puas. "Tidakkah Anda pelajari barang - barang ini?
Bukan begitu caranya yang lazim — setidak-tidaknya di negeri ini lain.
Barang-barang itu biasa terdapat di Amerika Selatan. Untunglah korek apinya
belum dinyalakan. Kalau sudah, saya tidak akan bisa mengenalinya. Agaknya salah
seorang di antara mereka membuang puntung rokoknya yang sudah mati, lalu
menyalakan sebatang lagi. Waktu dia akan menyalakannya, sebatang korek apinya
terjatuh."
"Lalu
puntung korek api yang sebatang lagi?"
"Puntung
korek api yang mana?"
"Puntung
yang sudah dinyalakannya. Adakah itu Anda temukan pula?"
"Tidak."
"Mungkin
Anda kurang teliti mencarinya."
"Kurang
teliti mencarinya —" Sesaat terkilas seolah-olah amarahnya akan meledak,
tetapi dia berusaha menguasai dirinya. "Anda kelihatannya suka berkelakar,
Tuan Poirot. Tapi bagaimanapun juga, ada atau tidak puntung korek api yang satu
itu, puntung rokok itu saja sudah cukup. Rokok itu dari Amerika Selatan,
kertasnya terbuat dari lapisan dalam kayu manis."
Poirot mengangguk.
Komisaris
angkat bicara, "Puntung rokok dan korek api itu mungkin kepunyaan Tuan
Renauld. Ingat, dia baru dua tahun kembali dari Amerika Selatan"
"Bukan,"
sahut detektif itu dengan yakin. "Saya telah memeriksa barang - barang milik
Tuan Renauld. Rokok yang diisapnya dan korek api yang dipakainya lain
sekali."
"Tidakkah
Anda merasa aneh," tanya Poirot, "bahwa orang-orang tak dikenal itu
datang tanpa membawa senjata, tanpa membawa sarung tangan, tanpa sekop, dan
kebetulan sekali mereka bisa menemukan barang-barang itu di sini?"
Giraud
tersenyum dengan sikap super.
"Tentu
saja aneh. Tanpa teori yang ada pada saya, hal itu memang tak bisa dijelaskan"
"Oh!"
kata Tuan Hautet.
"Maksud Anda mereka berkomplot, dan
seorang dari komplotan itu ada dalam rumah ini? "
"Atau di
luar," kau Giraud dengan senyum aneh.
"Tapi lalu
tentu harus ada yang membukakannya pintu? Bukankah kau tak bisa beranggapan,
bahwa nasibnya demikian baiknya, hingga mereka menemukan pintu dalam keadaan
terbuka sedikit dan bisa masuk?"
"Setuju,
Pak Hakim. Memang ada seseorang yang membukakan mereka pintu, tapi pintu itu
bisa saja dengan mudah dibuka dari luar — oleh seseorang yang memiliki
kuncinya."
"Tapi
siapa yang memilikinya?"
Giraud
mengangkat bahunya.
"Mengenai
hal itu, kalaupun ada yang memilikinya, dia tentu akan berusaha untuk tidak
mengatakannya. Tapi ada beberapa orang yang mungkin memilikinya. Tuan Jack Renauld,
putra mereka, umpamanya. Dia memang sedang dalam perjalanan ke Amerika Selatan,
tapi mungkin dia telah kehilangan kunci itu atau kunci itu telah dicuri orang.
Kemudian tukang kebun — dia sudah bertahun-tahun di sini. Salah seorang pelayan
yang masih muda mungkin pula punya pacar di luar. Mudah saja menjiplak bentuk
kunci dan menyuruh orang membuat tiruannya. Pokoknya, banyak kemungkinannya.
Kemudian ada lagi seseorang, yang menurut saya sangat mungkin menyimpan barang
seperti itu."
"Siapa?"
"Nyonya
Daubreuil," kata detektif itu datar.
"Ehem!"
kata Hakim dengan wajah agak sedih, "rupanya Anda juga sudah mendengar tentang
hal itu, ya?"
"Saya mendengar
segalanya," kata Giraud dengan tenang.
"Pasti ada
satu hal yang belum Anda dengar," kata Tuan Hautet dengan senang, karena
bisa memperlihatkan kelebihan pengetahuannya, dan tanpa menunggu lebih lama,
diceritakannya kisah tentang tamu misterius yang datang pada malam hari
menjelang kejadian itu. Dia juga menyinggung tentang cek yang ditulis untuk
Duveen, dan akhirnya memberikan surat yang ditandatangani oleh Belia pada
Giraud. Giraud mendengarkan tanpa berkata apa-apa, membaca surat itu dengan saksama,
lalu dikembalikannya.
"Semuanya
menarik sekali, Pak Hakim. Tapi teori saya tetap, tak bisa diganggu
gugat."
"Apa teori
Anda itu?"
"Sementara
ini saya tak mau mengatakannya. Ingat, saya baru saja mulai dengan penyelidikan
saya."
"Tolong
katakan satu hal, Tuan Giraud," kata Poirot tiba-tiba.
"Menurut teori
Anda pintu terbuka. Teori itu tidak menjelaskan mengapa pintu itu dibiarkan
terbuka. Bila mereka pergi, tidakkah wajar kalau mereka menutupnya kembali?
Bila seorang agen polisi kebetulan datang ke rumah ini, seperti yang
kadang-kadang dilakukannya, untuk melihat apakah semuanya aman, mereka bisa
ketahuan dan segera terkejar."
"Ah!
Mereka lupa. Pasti suatu keteledoran, yakinlah,"
Lalu aku heran,
karena Poirot mengucapkan lagi kata-kata yang hampir sama dengan yang
diucapkannya terhadap Bex malam kemarin, "Saya tak sependapat dengan Anda
. Pintu yang dibiarkan terbuka, atau yang memang sengaja dibuka, atau memang
dianggap perlu terbuka, dan semua teori yang membantah hal itu, pasti akan
salah."
Kami semua
memandang pria kecil itu dengan amat terkejut. Tadi dia terpaksa mengakui bahwa
dia tak tahu-menahu tentang batang korek api itu tadi. Kurasa hal itu pasti
telah membuatnya malu. Tetapi sekarang, seperti biasanya, dia mengemukakan
hukumnya pada Giraud yang agung tanpa ragu-ragu dan dengan perasaan puas. Detektif
dari Paris itu memilin-milin kumisnya, sambil memandang sahabatku dengan sikap
geli.
"Anda tak
sependapat dengan saya, bukan? Nah, apa yang menurut Anda paling istimewa dalam
perkara ini? Coba saya dengar pendapat Anda."
"Satu hal
yang saya lihat jelas sekali. Coba ingat-ingat, Tuan Giraud, tak adakah sesuatu
yang menurut Anda seperti pernah Anda kenali dalam perkara ini? Apakah tak ada
yang mengingatkan Anda akan sesuatu?"
"Pernah
dikenal? Mengingatkan saya akan sesuatu? Saya tak dapat langsung menjawabnya.
Tapi saya rasa, tidak."
"Anda
keliru," kata Poirot dengan tenang. "Ada suatu kejahatan yang hampir
sama benar caranya pernah dilakukan."
"Kapan?
Dan di mana?"
"Oh, mengenai
hal itu, sayangnya, saya belum dapat mengingatnya sekarang ini — tapi kelak
pasti bisa. Tadinya saya berharap Andalah yang bisa membantu mengingatkan
saya"
Giraud
mendengus terang-terangan. "Banyak sekali kejadian dengan orang-orang
berkedok! Saya tak bisa mengingatnya satu demi satu. Semua kejahatan ini
kira-kira sama saja."
"Namun ada
yang biasa dinamakan ciri khasnya." Poirot tiba-tiba bersikap seperti
orang memberikan kuliah dan menujukan pembicaraannya pada kami semua.
"Sekarang saya akan membicarakan segi psikologis kejahatan. Tuan Giraud
tentu tahu bahwa setiap penjahat punya cara khasnya sendiri, dan polisi yang
kemudian dipanggil untuk menyelidiki dalam suatu perkara pencurian, umpamanya sering
kali sudah bisa menduga siapa pelakunya, hanya dengan melihat cara tertentu
yang dipakainya. (Japp tentu akan berkata begitu pula padamu, Hastings.) Manusia
adalah makhluk yang berlain-lainan. Berlainan, baik dalam hukum, dalam hidupnya
sehari-hari, maupun di luar hukum. Bila seseorang melakukan kejahatan, maka
semua kejahatan lain yang dilakukannya pasti mirip benar dengan cara kejahatan
yang pernah dilakukannya itu. Perkara seorang pembunuh berkebangsaan Inggris
yang menyingkirkan istri – istrinya secara berturut-turut dengan cara
membenamkannya dalam bak mandinya, adalah salah satu contoh. Bila caranya itu
diubahnya, mungkin sampai
sekarang pun dia masih belum tertangkap. Tapi dia menuruti petunjuk
- petunjuk biasa dalam kebiasaan manusiawinya, dengan berpikir bahwa apa yang
telah berhasil tentu akan berhasil lagi, dan dengan demikian dia mendapatkan
ganjarannya."
"Lalu apa
maksudnya semua ini?" cemooh Giraud.
"Bahwa
bila kita menemukan dua kejahatan yang sama benar perencanaannya dan cara
kerjanya, kita akan menemukan otak yang sama pula di baliknya. Saya sedang
mencari otak itu, Tuan Giraud dan saya pasti
bisa menemukannya. Di sini kita menemukan petunjuk yang tepat petunjuk
psikologis. Mungkin Anda tahu semua tentang puntung-puntung
rokok dan korek api, Tuan Giraud. Tapi saya, Hercule Poirot, tahu pikiran
manusia!" Dan pria kecil yang lucu itu mengetuk-ngetuk dahinya dengan sikap
penting.
Giraud masih
tetap tak terkesan sama sekali.
"Untuk
menuntun Anda," Poirot melanjutkan, "akan saya tunjukkan pula suatu
kenyataan yang mungkin tak tampak oleh Anda. Sehari setelah kejadian
menyedihkan itu, arloji Nyonya Renauld terlalu cepat dua jam. Hal itu mungkin
akan menarik untuk Anda selidiki."
Giraud
terbelalak. "Mungkin saja memang biasa terlalu cepat."
"Sebenarnya
begitulah kata mereka pada saya."
"Kalau begitu,
eh bien"
"Tapi, dua
jam itu lama," kata Poirot dengan halus. ''Kemudian ada pula soal bekas
telapak kaki di bedeng bunga."
Dia mengangguk
ke arah jendela yang terbuka. Dengan penuh semangat dan dengan langkah
panjang-panjang, Giraud pergi ke jendela itu, lalu melihat ke luar.
"Bedeng
yang ini?"
"Ya."
"Tapi saya
tak melihat bekas telapak kaki."
"Tidak,"
kata Poirot sambil meluruskan letak setumpukan buku-buku di atas meja. "Memang
tak ada."
Suatu pandangan
geram membayangi wajah Giraud sejenak. Dia mengambil langkah langkah panjang ke
arah penggodanya, tapi pada saat itu pintu ruang tamu terbuka, dan Marchaud
mengumumkan, "Tuan Stonor, sekretaris Tuan Renauld, baru tiba dari
Inggris. Bolehkah beliau masuk?"
Lanjut ke BAB SEPULUH
0 comments:
Post a Comment