Monday, 21 September 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB TIGA

BAB TIGA
DI VILLA GENEVIEVE

Lapangan Golf Maut

Poirot langsung melompat keluar dari mobil, matanya berapi-api karena kacau. Dicengkeramnya pundak agen polisi itu. "Apa kata Anda? Terbunuh? Kapan? Bagaimana?"
Agen polisi itu membebaskan dirinya. "Saya tak bisa menjawab apa-apa. Tuan."
"Tentu. Saya mengerti." Poirot berpikir sebentar. "Komisaris Polisi pasti ada di dalam, bukan?"
"Ada, Tuan."
Poirot mengeluarkan kartu namanya, dan menuliskan beberapa patah kata di situ. "Vot ldf Maukah Anda berbaik hati untuk mengusahakan supaya kartu ini segera disampaikan pada Bapak Komisaris?"
Agen itu mengambilnya, lalu bersiul sambil menoleh ke belakang. Dalam beberapa detik saja seorang rekannya datang. Kartu nama Poirot tadi diberikannya pada rekannya itu. Mereka harus menunggu beberapa menit. Lalu seseorang yang bertubuh gemuk pendek dan berkumis besar datang terburu-buru ke pintu gerbang. Agen polisi memberi hormat lalu menyingkir.
"Sahabatku Poirot," seru pendatang baru itu, "senang sekali bertemu dengan Anda.  Kedatangan Anda tepat pada waktunya."
Wajah Poirot menjadi cerah.
"Tuan Bex! Saya senang sekali." Dia berbalik padaku. "Ini sahabat saya. Dia orang Inggris, Kapten Hastings — Tuan Lucien Bex."
Komisaris polisi itu dan aku sama-sama mengangguk dengan hormat, lalu Tuan Bex menoleh pada Poirot lagi.
"Sobat lama, lama benar kita tak bertemu, sejak di Ostend itu. Saya dengar Anda sudah meninggalkan kepolisian."
"Memang. Saya membuka perusahaan swasta di London."
"Dan Anda katakan tadi Anda punya informasi yang bisa membantu kami?"
"Mungkin Anda sudah tahu. Tahukah Anda bahwa saya kemari karena diminta datang?"
"Tidak. Oleh siapa?"
"Oleh almarhum. Agaknya dia sudah tahu bahwa sudah ada rencana pembunuhan atas dirinya. Malangnya, dia terlambat memanggil saya:"
"Sialan!" seru pria Prancis itu. "Jadi dia sudah meramalkan pembunuhan atas dirinya sendiri r Itu menghancurkan teori kami sama sekali! Tapi man masuk."
Dia membuka pintu pagar lebih lebar. Dan kami lalu berjalan ke arah rumah. Tuan Bex berbicara lagi,
"Hakim Pemeriksa, Tuan-Hautet, harus segera diberi tahu tentang hal itu. Dia baru saja selesai memeriksa tempat terjadinya kejahatan, dan baru akan mulai mengadakan tanya-jawab. Dia orang baik. Anda akan menyukainya. Dia simpatik sekali. Cara kerjanya orisinal, tapi penilaiannya hebat."
"Kapan kejahatan itu dilakukan?" tanya Poirot.
"Mayatnya ditemukan pagi ini, kira-kira pukul sembilan. Baik berdasarkan kesaksian Nyonya Renauld maupun hasil pemeriksaan dokter, dapat dikatakan bahwa dia meninggal kira-kira pukul dua pagi. Mari silakan masuk."
Kami tiba di tangga yang menuju ke pintu depan villa itu. Dalam lorong rumah ada lagi seorang agen polisi yang sedang duduk. Melihat Komisaris, dia berdiri.
"Di mana Tuan Hautet?" tanya Komisaris.
"Dalam ruang tamu utama, Pak."
Tuan Bex membuka pintu di sebelah kiri lorong rumah dan kami masuk. Tuan Hautet dan juru tulisnya sedang duduk di sebuah meja bundar yang besar. Mereka mengangkat muka waktu kami masuk. Komisaris memperkenalkan kami dan menjelaskan kehadiran kami di situ.
Tuan Hautet, Hakim Pemeriksa yang bertugas, adalah seorang pria jangkung yang kurus, matanya hitam dan berpandangan tajam. Janggutnya berwarna kelabu dan digunting rapi. Dia punya kebiasaan membelai-belai janggutnya itu sambil berbicara. Di dekat perapian ada lagi seorang pria yang sudah berumur, yang pundaknya agak bungkuk. Dia diperkenalkan pada kami sebagai Dokter Durand.
"Luar biasa sekali," kata Tuan Hautet, setelah mendengarkan penjelasan Komisaris. "Tuan membawa suratnya?"
Poirot menyerahkan surat itu padanya, dan Hakim Pemeriksa membacanya. "Hm, dia menyebut-nyebut tentang suatu rahasia. Sayang sekali dia kurang berterus terang Kami berterima kasih sekali pada Anda, Tuan Poirot. Kami akan mendapat kehormatan, bila Anda bersedia membantu kami dalam penyelidikan kami ini. Atau apakah Anda harus cepat-cepat kembali ke London?"
"Bapak Hakim, saya bermaksud untuk tinggal di sini. Saya telah terlambat datang untuk mencegah kemattan klien saya, tapi saya merasa bertanggung jawab untuk menemukan pembunuhnya."
Hakim itu membungkuk.
"Perasaan Anda itu sungguh terhormat. Saya juga merasa, Nyonya Renauld pasti akan meminta bantuan Anda. Kami sedang menunggu Tuan Giraud dari Markas Besar kami di Paris, Dia akan tiba setiap saat, dan saya yakin, Anda dan dia akan bisa saling memberikan bantuan dalam penyelidikan Anda. Sementara itu saya harap Anda bersedia menghadiri tanya-jawab yang akan saya lakukan. Saya rasa tak perlu saya katakan bahwa kami siap memberikan setiap bantuan yang Anda perlukan."
"Terima kasih, Tuan. Anda tentu mengerti bahwa saya benar-benar masih dalam kegelapan. Sedikit pun saya tak tahu apa-apa."
Tuan Hautet mengangguk pada Komisaris, dan Komisaris meneruskan bercerita, "Tadi pagi, waktu pelayan tua yang bernama Francoise menuruni tangga untuk mulai bekerja, dia mendapatkan pintu depan terbuka sedikit. Seketika dia merasa ketakutan kalau-kalau telah terjadi pencurian, dan dia langsung pergi ke ruang makan untuk memeriksa. Tapi waktu dilihatnya semua barang perak di situ masih lengkap, dia tidak lagi memikirkannya, dan berkesimpulan bahwa majikannya mungkin telah bangun lebih awal, dan pergi berjalan-jalan
pagi."
"Maaf, saya menyela, Tuan, tapi apakah itu memang kebiasaannya?"
"Tidak, tapi Francoise itu sependapat dengan pendapat .umum di sini mengenai orang-orang Inggris bahwa mereka itu aneh, dan bisa saja melakukan sesuatu tanpa perhitungan setiap saat. Seorang pelayan lain yang lebih muda, yang bernama Leonie, yang seperti biasanya akan membangunkan nyonyanya, terkejut sekali melihat nyonyanya itu dalam keadaan tersumbat mulutnya dan terikat kaki tangannya. Lalu hampir pada saat yang bersamaan, disampaikan berita bahwa tubuh Tuan Renauld telah ditemukan, mati ditikam
dari belakang."
"Di mana?"
"Itulah salah satu kenyataan yang paling aneh dalam perkara ini, Tuan Poirot. Tubuh itu ditemukan dalam keadaan tertelungkup, dalam sebuah liang kubur terbuka. "
"Apa?"
"Ya. Lubang ttu baru saja digali hanya beberapa meter di luar batas tanah villa ini."
"Dan sudah berapa lama dia meninggal?"
Dokter Durand yang menjawab, "Pukul sepuluh tadi pagi saya memeriksa mayat itu. Mungkin dia sudah meninggal sekurang-kurangnya tujuh, atau bahkan sepuluh jam sebelumnya. "
"Hm, jadi tepatnya antara tengah malam dan pukul tiga subuh."
"Benar, dan berdasarkan kesaksian Nyonya Renauld, setelah pukul dua subuh, yang dengan demikian lebih memperkecil lapangan pemeriksaan. Dia mati seketika, dan jelas tidak bunuh diri"
Poirot mengangguk dan Komisaris melanjutkan, "Para pelayan yang ketakutan cepat-cepat membebaskan Nyonya Renauld dari tali yang mengikatnya. Tubuhnya lemah sekali, dan dia hampir pingsan karena kesakitan. Menurut ceritanya, dua orang bertopeng memasuki kamar tidur mereka. Orang-orang itu menyumbat mulutnya dan mengikatnya, lalu dengan paksa membawa suaminya pergi. Hal itu kami ketahui dari pelayan sebagai orang kedua. Mendengar berita menyedihkan itu, dia langsung menjadi bingung sekali. Begitu tiba, Dokter Durand langsung memberinya obat penenang, dan kami belum bisa menanyainya. Tapi dia pasti akan bangun dalam keadaan lebih tenang, dan dengan demikian akan bisa menanggung
ketegangan akibat tanya-jawab nanti."
Komisaris berhenti sebentar.
"Bagaimana dengan para penghuni rumah ini, Tuan?"
"Pertama-tama, Francoise tua itu, pelayan kepala yang sudah bertahun - tahun tinggal di rumah ini, bersama pemilik Villa Genevieve ini yang terdahulu. Kemudian ada dua orang gadis kakak-beradik Denise dan Leonie Oulard. Rumah mereka di Merlinville, dan orang tua mereka keluarga baik baik. Kemudian, seorang supir yang dibawa Tuan Renauld dari Inggris, tapi dia sedang pergi berlibur. Akhirnya, Nyonya Renauld dan putranya, Tuan Jack Renauld. Dia pun saat ini sedang bepergian."
Poirot menunduk.
Tuan Hautet memanggil, "Marchaud!" Agen polisi datang.
"Bawa kemari pelayan yang bernama Francoise."
Agen itu memberi hormat lalu pergi. Beberapa saat kemudian dia kembali, dengan menggiring Francoise yang ketakutan.
"Anda bernama Francoise Arrichet?" "Ya, Tuan."
"Sudah lama Anda bekerja di Villa Genevieve ini?"
"Sebelas tahun saya bekerja untuk Nyonya Vicomtesse. Lalu waktu beliau menjual villa ini dalam musim semi yang lalu, saya bersedia tinggal dengan bangsawan Inggris yang membelinya. Tak pernah saya membayangkan —"
Hakim memotong bicaranya, "Tentu. Tentu. Nah, Francoise, sekarang mengenai pintu depan itu. Tugas siapakah menguncinya malam hari?"
"Tugas saya, Tuan. Saya selalu mengerjakannya sendiri setiap malam."
"Lalu tadi malam?"
"Saya kunci seperti biasa."
"Anda yakin?"
"Saya berani bersumpah demi orang-orang suci, Tuan"
"Pukul berapa waktu itu?"
"Tepat pada waktu seperti biasanya, pukul setengah sebelas, Tuan."
"Bagaimana dengan penghuni rumah lainnya, apakah mereka sudah tidur?"
"Nyonya sudah masuk ke kamar tidurnya beberapa waktu sebelumnya. Denise dan Leonie naik ke lantai atas bersama saya. Tuan masih di kamar kerjanya."
"Jadi, kalau kemudian ada yang membuka pintu, itu tentu Tuan Renauld sendiri?"
Franchise mengangkat bahunya yang lebar.
"Untuk apa beliau melakukannya? Mengingat perampok-perampok dan pembunuh-pembunuh yang berkeliaran setiap saat tak mungkin. Tuan bukan orang yang bodoh. Lebih masuk akal kalau beliau membukakan pintu untuk perempuan itu pulang —"
"Perempuan itu?" sela Hakim dengan tajam. "Perempuan yang mana maksudmu?"
"Tentu perempuan yang datang menemuinya."
"Apakah ada perempuan yang datang menemuinya malam itu?"
"Ada, Tuan — bahkan sering, malam hari."
"Siapa dia? Tahukah kau siapa dia?"
Pelayan itu memandang dengan pandangan berarti. "Bagaimana saya bisa tahu siapa dia?" gerutunya. "Saya tidak membukakannya pintu semalam."
"Oh, begitu! " geram Hakim Pemeriksa, sambil menghantamkan tangannya ke meja. "Saya minta kau segera mengatakan pada kami, nama perempuan yang sering datang mengunjungi Tuan Renauld malam hari."
 "Polisi-Polisi," gerutu Francoise. "Tak pernah saya menyangka bahwa saya akan terlibat dengan polisi. Tapi saya memang tahu benar siapa dia. Dia adalah Nyonya
Daubreuil."
Komisaris Polisi mengeluarkan kata seru, dan membungkukkan tubuhnya, menunjukkan keterkejutan yang amat sangat. "Nyonya Daubreuil — dari Villa Marguerite di tepi jalan itu?"
"Itulah yang saya katakan, Tuan. Orangnya memang cantik, huh!" Wanita tua itu mendongakkan kepalanya mencemooh.
"Nyonya Daubreuil," gumam Komisaris. "Tak mungkin."
"Voila" gerutu Franchise. "Itu rupanya imbalannya kalau kita berkata benar."
"Sama sekali tidak," kata Hakim Pemeriksa membujuk. "Kami terperanjat, itu sebabnya. Kalau begitu Nyonya Daubreuil dan Tuan Renauld, mereka itu —" dia sengaja berhenti. "Eh, benar-benar tak salahkah itu"
"Mana saya tahu? Tapi mau apa lagi? Tuan Renauld adalah seorang bangsawan Inggris, kaya pula, sedang Nyonya Daubreuil miskin dan suka bersenang-senang, meskipun kelihatannya dia hidup begitu tenang dengan 19 putrinya. Dia pasti punya sejarah masa lalu! Dia sudah tak muda lagi, tapi yah! Saya sering melihat kaum pria menoleh sekali lagi untuk melihatnya kalau dia sedang berjalan. Apalagi akhir-akhir ini dia sering membelanjakan banyak uang, seluruh kota sudah tahu. Hidup dengan biaya secukup-cukupnya saja, sudah tak perlu lagi dia." Dan Franchise menggelengkan kepalanya dengan keyakinan yang tak tergoyahkan.
Tuan Hautet membelai-belai janggutnya sambil berpikir. "Dan Nyonya Renauld?" tanyanya akhirnya. "Bagaimana dia menanggapi persahabatan itu?"
Francoise mengangkat bahunya.
"Beliau itu selalu baik hati — sangat sopan. Orang akan cenderung mengatakan bahwa dia tidak menduga apa-apa. Tetapi, begitulah rupanya beliau menanggung deritanya. Saya perhatikan Nyonya makin hari makin pucat dan kurus. Dia tak sama lagi dengan waktu dia datang di sini sebulan yang lalu. Tuan juga sudah berubah. Agaknya beliau pun mengalami banyak kesulitan. Bisa dikatakan bahwa beliau sedang mengalami guncangan saraf. Dan saya rasa hal itu tidak mengherankan, mengingat hubungan yang sedang dijalankannya dengan cara itu. Tidak dengan cara diam-diam, bukan pula dengan sembunyi-sembunyi. Pasti itu cara orang Inggris!"
Teranjak aku dari tempat dudukku karena marahku, tetapi Hakim Pemeriksa melanjutkan pertanyaannya, tanpa terganggu oleh kejadian – kejadian sampingan.
"Katamu tadi Tuan Renauld membukakan pintu untuk Nyonya Daubreuil keluar? Apakah wanita itu pulang?"
"Ya, Tuan. Saya mendengar mereka keluar dari kamar kerja. Tuan mengucapkan selamat tidur, lalu menutup pintu setelah perempuan itu keluar."
''Pukul berapa waktu itu?"
"Kira-kira pukul sepuluh lewat dua puluh lima menit, Tuan."
'Tahukah kau pukul berapa Tuan Renauld pergi tidur?"
"Saya mendengar beliau naik kira-kira sepuluh menit kemudian. Anak tangga selalu berderak-derak, hingga kita selalu tahu kalau ada yang naik atau turun."
"Hanya itu saja? Apakah kau tidak mendengar bunyi yang mengganggu tengah malam itu?"
"Sama sekali tidak, Tuan."
"Siapa di antara pembantu yang pertama-tama turun pagi hari?"
"Saya, Tuan. Saya segera melihat pintu terbuka sedikit."
"Bagaimana dengan jendela-jendela lain di lantai bawah, apakah jendela-jendela
itu semua terkunci?"
"Semuanya terkunci, Tuan. Tak ada satu pun yang mencurigakan atau tidak pada tempatnya."
"Baiklah, Francoise, kau boleh pergi."
Wanita tua itu berjalan terseret-seret ke arah pintu. Setiba di ambang pintu, dia menoleh. "Satu hal ingin saya katakan, Tuan. Nyonya Daubreuil itu orang jahat! Sungguh. Seorang wanita tahu benar bagaimana wanita lainnya. Dia orang jahat, harap Anda ingat itu." Lalu sambil menggelengkan kepalanya seperti seorang yang bijak, Francoise meninggalkan kamar itu.
"Leonie Oulard," Hakim memanggil.
Leonie datang dengan bercucuran air mata, bahkan hampir-hampir histeris. Tuan Hautet menanganinya dengan bijaksana. Kesaksian pelayan itu terutama berhubungan dengan ditemukannya nyonyanya dalam keadaan terikat dan mulut tersumbat. Hal itu n diceritakannya dengan cara yang berlebihan. Sebagaimana Francoise, dia pun tidak mendengar apa-apa tengah malam itu.
Adiknya Denise menyusulnya. Dia membenarkan, bahwa majikannya sudah berubah akhir-akhir ini. "Beliau makin hari makin murung. Makannya makin kurang saja. Beliau selalu tegang." Tetapi Denise punya teori sendiri mengenai hal itu. "Pasti beliau ketakutan pada Maha. Dua orang yang bertopeng siapa lagi kalau bukan mereka? Mengerikan sekali masyarakat sekarang!"
"Itu tentu mungkin," kata Hakim dengan halus. "Nah, sekarang, apakah kau yang membukakan pintu waktu Nyonya Daubreuil datang semalam?"
"Semalam tidak, Tuan, tapi malam sebelumnya."
'Tapi Francoise tadi mengatakan bahwa Nyonya Daubreuil semalam ada di
sini."
"Tidak, Tuan. Memang ada wanita yang datang menemui Tuan Renauld semalam, tapi bukan Nyonya Daubreuil."
Hakim terkejut dan mengatakan bahwa memang wanita itu yang datang, tapi pelayan muda itu tetap bertahan. Katanya, dia kenal sekali wajah Nyonya Daubreuil. Wanita yang datang itu memang berambut hitam juga, tetapi lebih pendek dan jauh lebih muda, katanya. Tak satu pun yang bisa menggoyahkan pernyataannya itu.
"Sudah pernahkah kau melihat wanita itu?"
"Belum, Tuan." Lalu gadis itu menambahkan dengan agak ragu, 'Tapi saya rasa dia seorang Wanita Inggris."
"Wanita Inggris?"
"Benar, Tuan. Dia menanyakan Tuan Renaul d lalam bahasa Prancis yang cukup baik, tapi logatnya — kita selalu bisa mendengarnya, bukan? Apalagi waktu mereka keluar dari kamar kerja, mereka berbicara dalam bahasa Inggris."
"Apakah kau mendengar apa yang mereka katakan? Maksudku, apakah kau mengerti?"
"Saya bisa berbahasa Inggris," kata Denise dengan bangga. "Wanita itu berbicara terlalu cepat, hingga saya tak bisa mengikuti apa yang dikatakannya, tapi saya mendengar kata-kata Tuan yang terakhir waktu beliau membukakannya pintu untuk keluar." Gadis itu berhenti sebentar, lalu mengulangi kata-kata majikannya dengan sangat berhati-hati dan bersusah payah, "Baiklah — baiklah —- tapi demi Tuhan, pulanglah sekarang!"
Hakim memperbaiki ucapan gadis itu.Kemudian Denise disuruhnya pergi, dan setelah  berpikir sebentar dipanggilnya Francoise kembali. Ditanyainya lagi wanita itu, apakah dia tak keliru dalam menentukan malam kedatangan Nyonya Daubreuil. Tetapi ternyata Francoise sangat keras kepala.
"Memang benar semalamlah Nyonya Daubreuil datang. Tak salah lagi, dialah itu. Rupanya Denise ingin membuat dirinya penting, itu jelas! Maka dikarangnyalah kisah mengenai wanita asing itu. Dengan membanggakan pengetahuan bahasa Inggrisnya pula! Mungkin Tuan Renauld sama sekali tidak mengucapkan kalimat dalam bahasa Inggris itu, dan meskipun ada, itu tidak membuktikan apa-apa, karena pengetahuan bahasa Inggris Nyonya Daubreuil pun sempurna, dan biasa menggunakan bahasa itu kalau bercakap - cakap dengan Tuan dan Nyonya Renauld.Patut Anda ketahui, Tuan Jack, putra majikan kami, yang biasanya ada di sini, bahkan  bahasa Prancisnya yang buruk."
Hakim tidak berkeras. Dia hanya menanyakan tentang supir, dan dijawab bahwa baru kemarin, Tuan Renauld menyatakan bahwa beliau mungkin tidak akan memerlukan mobil, maka sebaiknya Master supir itu pergi saja berlibur.
Alis mata Poirot kelihatan berkerut karena kebingungan.
"Ada apa?" tanyaku berbisik. Dia menggeleng dengan tak sabar, lalu bertanya, "Maaf, Tuan Bex, tapi Tuan Renauld pasti bisa mengemudikan mobilnya sendiri, bukan?"
Komisaris melihat pada Francoise, dan wanita tua itu segera menyahut, 'Tidak, Tuan tidak mengemudikan sendiri."
Kerut di dahi Poirot makin mendalam.
"Sebenarnya lebih baik kau ceritakan padaku apa yang menyusahkanmu," kataku tak sabar.
"Tidakkah kau mengerti? Dalam suratnya Tuan Renauld mengatakan bahwa dia akan mengirim mobilnya ke Calais untuk menjemputku."
"Mungkin maksudnya sebuah mobil sewaan," kataku.

"Pasti begitu. Tapi mengapa harus menyewa mobil kalau dia mempunyai mobil sendiri? Mengapa memilih kemarin untuk menyuruh supirnya pergi berlibur dengan tiba-tiba pula lagi? Mungkinkah alasannya karena dia menginginkan supir itu tidak berada di tempat waktu kita tiba?"

Lanjut ke BAB EMPAT

0 comments:

Post a Comment