Monday, 28 September 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB SEPULUH

BAB SEPULUH
GABRIEL STONOR


Laki - laki yang memasuki ruangan itu adalah orang yang segera menarik perhatian. Tubuhnya yang jangkung, dengan bobot yang bagus potongannya, serta wajah dan leher yang cukup banyak mendapat sinar matahari, melebihi semua orang yang berkumpul dalam ruang itu. Bahkan Giraud pun tak berarti di sampingnya.
Setelah aku mengenalnya lebih baik, kusadari bahwa Gabriel Stonor mempunyai kepribadian yangn istimewa. Dia kelahiran Inggris, tapi sudah bepergian ke mana-mana di seluruh dunia. Dia pernah berburu binatang-binatang besar di Afrika, pernah mengusahakan tanah pertanian di California, dan berdagang di Kepulauan Laut Selatan. Dia pernah menjadi sekretaris seorang jutawan kereta api di New York, dan pernah pula berkemah di padang pasir bersama suatu suku bangsa yang baik selama setahun. Dengan mata yang terlatih dia bisa mengenali Tuan Hautet.
"Anda Hakim Pemeriksa dalam perkara ini? Selamat bertemu, Pak Hakim. Mengerikan sekali perkara ini. Bagaimana Nyonya Renauld? Bisakah beliau menanggung semua ini dengan baik? Dia tentu mengalami shock yang hebat."
"Ya, hebat sekali," kata Tuan Hautet. "Saya perkenalkan, Tuan Bex — komisaris polisi kami, Tuan Giraud dari Dinas Rahasia. Tuan ini adalah Hercule Poirot. Tuan Renauld telah memintanya datang, tapi beliau datang terlambat untuk mencegah kejadian itu. Ini sahabat Tuan Poirot, Kapten Hastings,"
Stonor melibat pada Poirot dengan penuh perhatian. "Meminta Anda datang rupanya beliau, ya?"
"Jadi Anda tak tahu bahwamTuan Renauld telah memanggil seorang detektif?" sela Tuan Bex.
"Tidak. Tapi saya sama sekali tak heran."
"Mengapa?"
"Karena orang tua itu kebingungan! Saya tak tahu apa yang dibingungkannya. Dia tidak menceritakannya pada saya. Hubungan kami belum sebegitu jauh. Tapi beliau jelas kebingungan — hebat sekali!"
"Ha!" kata Tuan Hautet. "Tapi Anda tak tahu apa sebabnya?"
"Sudah saya katakan, tidak."
"Maaf, Tuan Stonor, tapi kami harus mulai dengan beberapa formalitas. Nama Anda?"
"Gabriel Stonor."
"Sudah berapa lama Anda menjadi sekretaris Tuan Renauld?"
"Sudah dua tahun, sejak beliau mula-mula tiba dari Amerika Selatan. Saya bertemu dengan beliau melalui seorang teman saya yang juga kenal padanya, dan beliau menawari saya pekerjaan ini. Beliau bos yang benar-benar baik."
"Apakah dia banyak bercerita tentang hidupnya di Amerika Selatan?"
"Ya, banyak.
"Tahukah Anda bahwa dia pernah tinggal di Santiago?"
"Saya rasa telah beberapa kali beliau ke sana."
"Tak pernahkah dia bercerita tentang suatu kejadian khusus yang terjadi di sana — sesuatu yang mungkin menimbulkan permusuhan terhadap dirinya? "
"Tak pernah."
"Adakah dia pernah mengatakan sesuatu tentang suatu rahasia?"
"Seingat saya tidak. Tapi, memang ada suatu misteri pada dirinya. Beliau tak pernah bercerita tentang masa kecilnya, umpamanya, atau mengenai kejadian-kejadian sebelum dia berangkat ke Amerik Selatan. Saya rasa dia orang Kanada keturunan Prancis, tapi saya tak pernah mendengar dia berbicara tentang kehidupannya di Kanada. Dia memang bisa menutup
mulut rapat-rapat seperti kerang"
"Jadi sepanjang pengetahuan Anda, dia tak punya musuh? Lalu tak dapatkah Anda memberi kami petunjuk mengenai suatu rahasia yang membuatnya sampai terbunuh, karena orang ingin mendapatkan nya?"
"Tak bisa"
"Tuan Stonor, pernahkah Anda mendengar nama Duveen yang punya hubungan dengan Tuan Renauld?"
"Duveen. Duveen." Dia mencoba mengingat-ingat nama itu. "Rasanya tak pernah. Tapi rasanya saya pernah mendengar nama itu."
"Kenalkah Anda seorang wanita, seorang teman Tuan Renauld, yang nama awalnya Belia" Tuan Stonor menggeleng lagi.
"Bella Duveen? Apakah itu nama lengkapnya? Aneh sekali! Saya yakin saya tahu nama itu. Tapi pada saat ini, saya tak ingat dalam hubungan apa."
Hakim mendehem. "Ketahuilah, Tuan Stonor. Harap Anda tidak menyembunyikan apa-apa. Mungkin Anda, dengan mempertimbangkan perasaan Nyonya Renauld — yang saya dengar amat Anda hormati dan sayangi, Anda mungkin — yah!" kata Tuan Hautet. yang kata-katanya jadi kacau, "pokoknya sama sekali tak ada yang boleh disembunyikan."
Stonor memandanginya dengan mata terbelalak, lalu matanya membayangkan bahwa dia mulai mengerti.
"Saya kurang mengerti," katanya dengan halus. "Apa hubungannya dengan Nyonya Renauld ? Saya sangat menghormati dan menyayangi wanita itu, beliau orang yang hebat dan istimewa, tapi saya tak mengerti, bagaimana keterbukaan saya dalam perkara ini atau tertutupnya saya, mempengaruhi beliau?"
"Tak ada hubungannya, kecuali kalau Belia Duveen itu lebih dari sekadar sahabat bagi suaminya."
"Oh!" kata Stonor. "Sekarang saya mengerti. Tapi saya berani mempertaruhkan uang saya sampai sen yang terakhir, bahwa Anda keliru. Pria tua itu menoleh saja pun tak mau pada perempuan lain. Dia memuja istrinya sendiri. Merekalah pasangan yang paling mesra yang pernah saya lihat."
Tuan Hautet menggeleng perlahan-lahan.
"Tuan Stonor, kami ada bukti jelas — sepucuk surat cinta yang ditulis oleh Belia pada Tuan Renauld. Dalam surat itu dia menuduh bahwa laki-laki itu telah bosan padanya. Apa lagi, kami ada lagi buku, bahwa pada saat kematiannya, dia sedang punya hubungan gelap dengan seorang wanita Prancis, yang bernam Nyonya Daubreuil, yang menyewa villa di sebelah situ. Itulah laki-laki yang menurut Anda tak pernah menoleh pada perempuan lain!"
Sekretaris itu menyipitkan matanya. "Tunggu sebentar, Pak Hakim. Anda sedang menelanjangi orang yang salah. Saya kenal betul Paul Renauld. Apa yang Anda katakan itu semuanya tak mungkin. Pasti ada penjelasan lain. Hakim itu mengangkat bahunya.
"Apa penjelasan lain itu?"
"Apa yang membuat Anda menduga bahwa itu adalah peristiwa cinta?"
"Nyonya Daubreuil punya kebiasaan mendatangi laki-laki itu malam hari. Juga, sejak Tuan Renauld tinggal di Villa Genevieve, Nyonya Daubreuil telah menyetorkan banyak uang tunai. Jumlahnya mencapai empat ribu dalam mata uang pound Anda."
"Itu memang benar," kata Stonor dengan tenang.
"Saya sendiri yang mengirimkan uang itu atas permintaannya. Tapi ini bukan hubungan gelap."
"Ah! Tuhanku! Lalu hubungan apa?"
"Pemerasan," kata Stonor tajam, sambil menepuk meja kuat-kuat. "Itulah persoalannya."
"Ah! Itu pendapat baru" seru Hakim. Mau tak mau dia merasa terguncang.
"Pemerasan," ulang Stonor. "Orang tua itu diperas habis-habisan — jumlahnya besar sekali. Empat ribu pound dalam beberapa bulan. Huh! Sudah saya katakan bahwa Tuan Renauld itu diselubungi misteri. Agaknya Nyonya Daubreuil tahu betul itu dan memanfaatkannya dengan baik."
"Itu memang mungkin," teriak Komisaris dengan bersemangat. "Itu pasti masuk akal."
"Mungkin?" geram Stonor. "Itu sudah jelas! Sudahkah Anda tanyai Nyonya Renauld mengenai gagasan soal cinta Anda itu?"
"Belum. Kami tak ingin menimbulkan kesedihan hatinya kalau hal itu bisa dicegah."
"Kesedihan? Ah, dia hanya akan menertawakan Anda. Saya ulangi, beliau dan Tuan Renauld adalah pasangan abadi."
"Ah, hal itu mengingatkan saya pada suatu hal lain," kata Tuan Hautet.
"Apakah Tuan Renauld pernah mengatakan pada Anda, bahwa dia telah mengubah surat wasiatnya?"
"Saya tahu semua — saya yang membawanya ke pengacaranya setelah dibuatnya. Kalau Anda ingin melihatnya, saya bisa memberitahukan nama pengacaranya. Mereka yang menyimpannya. Surat wasiat itu sederhana sekali. Separuh diserahkannya pada istrinya untuk selama hidupnya, yang separuh lagi untuk putranya. Masih ada beberapa peninggalan lain. Kalau tak salah saya ditinggalinya beberapa ribu."
"Kapan surat wasiat itu dibuat?"
"Kira-kira satu setengah tahun yang lalu."
"Apakah Anda akan terkejut sekali, Tuan Stonor, bila Anda mendengar bahwa  Tuan Renauld telah membuat surat wasiat baru, kurang dari dua minggu yang lalu?"
Stonor kelihatan sangat terkejut.
"Saya tak tahu. Bagaimana bunyinya?"
"Seluruh kekayaannya yang banyak itu diwaris kannya, tanpa sisa, pada istrinya. Tak ada disebut – sebut tentang putranya."
 Tuan Stonor bersiul panjang. "Itu jelas sangat merugikan anak muda itu. Ibunya sangat memujanya, tapi bagi dunia luar kelihatannya ayahnya kurang menaruh kepercayaan padanya. Hal itu tentu akan merupakan sesuatu yang pahit bagi harga dirinya. Namun, hal itu semua membuktikan kebenaran kata-kata saya tadi, yaitu bahwa hubungan Tuan Renauld dengan istrinya mesra sekali."
"Memang benar," kata Tuan Hautet.
"Mungkin kita akan harus mengubah jalan pikiran kita mengenai beberapa hal. Kami sudah mengirim telegram ke Santiago, dan jawabannya kami harapkan akan datang setiap saat. Dengan demikian mungkin semuanya akan menjadi jelas, dan bisa dipahami. Sebaliknya, bila dugaan Anda mengenai 'pemerasan' itu memang benar, maka Nyonya Daubreuil seharusnya bisa memberi kita informasi yang berharga."
Poirot bertanya, "Tuan Stonor, apakah Masters, supir yang berkebangsaan Inggris itu, sudah lama bekerja pada Tuan Renauld?"
"Setahun lebih."
"Tahukah Anda, apakah dia pernah tinggal di Amerika Selatan?"
"Saya tahu betul, tak pernah. Sebelum bekerja pada Tuan Renauld, selama bertahun - tahun dia bekerja pada orang di Gloucestershire yang saya kenal baik."
"Jelasnya, bisakah Anda menjawab atas namanya, bahwa dia tak perlu dicurigai?"
"Pasti."
Poirot kelihatan agak kecewa. Sementara itu Hakim telah memanggil Marchaud.
"Sampaikan salamku pada Nyonya Renauld, katakan bahwa aku ingin berbicara dengan beliau sebentar. Katakan padanya supaya tak usah bersusah payah. Aku akan menjumpainya sendiri di atas."
Marchaud memberi salam lalu pergi. Kami menunggu beberapa menit, lalu kami terkejut waktu pintu terbuka, karena yang masuk adalah Nyonya Renauld yang pucat pasi
Tuan Hautet membawakannya kursi, sambil tak sudah – sudahnya meminta maaf, dan wanita itu mengucapkan terima kasih dengan tersenyum. Tangannya yang sebelah dipegang Stonor dengan sikap sopan sekali. Pria itu agaknya tak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Nyonya Renauld menoleh pada Tuan Hautet.
"Anda ingin menanyakan sesuatu pada saya, Tuan Hakim?"
"Dengan izin Anda, Nyonya. Saya dengar, suami Anda adalah orang Kanada keturunan Prancis. Dapatkah Anda menceritakan sesuatu rentang master mudanya, atau pendidikannya?"
Wanita itu menggeleng.
"Suami saya selalu tertutup mengenai dirinya, Tuan. Saya rasa masa kanak kanaknya tidak bahagia karena dia tak pernah mau membicarakan tentang masa itu. Kami menjalani hidup ini semata mata atas dasar masa kini dan masa depan."
"Adakah sesuatu yang misterius dalam hidup masa, lalunya?"
Nyonya Renauld tersenyum kecil lalu menggeleng. "Tak ada sesuatu yang begitu romantis, Tuan Hakim." Tuan Hakim ikut tersenyum.
"Memang, kita memang tak boleh membiarkan diri kita menjadi terlalu romantis. Tetapi ada satu hal lagi —" dia ragu.
Stonor cepat menyela, "Mereka punya gagasan yang aneh, Nyonya Renauld. Mereka membayangkan bahwa Tuan mempunyai hubungan gelap dengan seseorang yang bernama Nyonya Daubreuil, yang katanya tinggal di sebelah sini."
Pipi Nyonya Renauld menjadi merah tua. Dia mendongakkan kepalanya lalu menggigit bibirnya. Wajahnya tampak bergetar. Stonor terkejut melihatnya, tetapi Tuan Bex membungkuk lalu berkata dengan halus, "Kami menyesal menyakiti hati Anda, Nyonya, tapi mungkinkah Anda punya alasan untuk menduga bahwa Nyonya Daubreuil adalah kekasih
gelap suami Anda?"
Dengan terisak sedih, Nyonya Renauld membenamkan wajahnya ke dalam tangannva. Bahunya terangkat tegang. Akhirnya diangkatnya kepalanya, dan berkata terputus-putus, "Mungkin benar."
Tak pernah aku melihat orang yang demikian hebat tercengangnya seperti Stonor. Dia benar-benar terpana.

Lanjut ke BAB SEBELAS

0 comments:

Post a Comment