BAB TUJUH
NYONYA DEUBREUL YANG MISTERIUS
Dalam
menelusuri perjalanan kami ke rumah,
Tuan Bex minta diri meninggalkan kami, dengan menjelaskan bahwa dia harus
segera memberitahukan kedatangan Giraud pada Hakim Pemeriksa. Giraud sendiri
tampak senang waktu Poirot mengatakan bahwa dia sudah cukup melihat-lihat apa
yang diperlukannya. Waktu kami akan meninggalkantempat itu, kami masih melihat
Giraud, merangkak di tanah, dan mencari dengan demikian bersungguh-sungguh,
hingga aku merasa kagum. Poirot tahu apa yang ada dalam pikiranku, karena
segera setelah kami tinggal beiduaan saja dia berkata dengan
mengejek,"Akhirnya kautemukan detektif yang kaukagumi — anjing pemburu
dalam bentuk manusia! Begitu bukan, Sahabatku?"
"Sekurang-kurangnya,
dia berbuat sesuatu," kataku tajam. "Kalau memang ada yang bisa
ditemukan, dialah yang akan menemukannya. Sedang kau "
"eh
bien! Aku juga ada menemukan sosuatu! Sepotong pipa dari timah hitam tadi
itu."
"Omong
kosong, Poirot. Kau tabu betul, itu tak ada hubungannya dengan kejadian itu.
Maksudku tadi, hal-hal yang kecil – tanda - tanda yang pasti akan dapat
menuntun kita pada pembunuh-pembunuh itu. "
"Mon
ami, suatu barang petunjuk yang panjangnya enam puluh Sentimeter sama benar
nilainya dengan barang petunjuk yang berukuran dua milimeter! Tapi sudah menjadi pendapat yang romantis, bahwa
semua barang petunjuk yang penting pasti kecil sekali! Kau mengatakan bahwa
pipa timah hitam itu tak ada hubungannya dengan kejahatan itu, karena Giraud
telah berkata demikian padamu. Tidak!" — katanya, waktu aku akan memotong
pembicaraannya dengan pertanyaan — "sebaiknya tak usah kita bicarakan
lagi. Biarkan Giraud mencari sendiri, dan aku dengan jalan pikiranku. Perkara
ini kelihatannya cukup sederhana — namun — namun, mon Ami, aku tak puas—Dan
tahukah kau apa sebabnya? Gara-gara arloji tangan yang terlalu cepat dua jam
itu. Kemudian ada beberapa hal yang kecil yang aneh, yang kelihatannya tak
cocok. Umpamanya, bila tujuan pembunuh-pembunuh itu adalah pembalasan dendam,
mengapa mereka tidak menikam Renauld dalam tidurnya saja supaya segera beres?
"
"Mereka
menginginkan 'rahasia' itu," aku mengingatkannya.Poirot menepiskan setitik
debu dari lengan bajunya dengan kesal.
"Lalu,
di mana 'rahasia' itu? Mungkin.agak jauh, karena mereka menyuruhnya berpakaian.
Tapi dia ditemukan di tempat yang dekat, boleh dikatakan sejengkal saja dari rumahnya.
Apalagi, sungguh suatu kebetulan bahwa suatu senjata seperti pisau belati itu
terletak sembarangan, siap pakai." Dia berhenti, mengerutkan dahinya, lalu
melanjutkan, "Mengapa para pelayan sampai tak mendengar apa - apa? Apakah
mereka dibius? Apakah ada komplotan dan apakah komplotan itu mengusahakan supaya
pintu depan tetap terbuka? Aku ingin tahu apakah —"Dia tiba-tiba terhenti.
Kami
telah tiba di jalan masuk mobil di depan rumah. Tiba-tiba dia berpaling padaku.
"Sahabatku, aku akan memberikan suatu kejutan bagimu — untuk menyenangkan hatimu!
Aku memperhatikan benar teguran-teguranmu! Kita akan memeriksa bekas – bekas jejak
kaki!"
"Di
mana?"
"Di
bedeng bunga di sana itu. Tuan Bex mengatakan bahwa itu adalah bekas jejak kaki
tukang kebun. Mari kita lihat apakah itu benar. Lihat dia sedang menuju kemari
dengan kereta dorongnya."
Memang
benar seorang laki-laki setengah baya sedang menyeberangi jalan masuk dengan
membawa bibit sekereta penuh, Poirot memanggilnya, dan laki-laki itu meletakkan
kereta dorongnya dan terpincang - pincang mendatangi kami."Apakah akan
kauminta salah satu sepatu botnya untuk membandingkannya dengan bekas jejak
kaki itu?" tanyaku dengan menahan napas.
Kepercayaanku
pada Poirot timbul lagi sedikit. Karena dikatakannya bahwa bekas jejak kaki
yang di bedeng sebelah kanan itu adalah penting, agaknya memang demikianlah
adanya, "Ya," kata Poirot.
"Tapi
tidakkah dia akan menganggap hal itu aneh?"
"Dia
sama sekali tidak akan berpikir apa-apa." Kami tak bisa berkata apa - apa
lagi, karena laki-laki tua itu sudah berada di dekat kami.
"Apakah
Anda akan menyuruh saya sesuatu, Tuan?"
"Ya
Anda sudah lama menjadi tukang kebun sini, bukan?"
"Sudah
dua puluh empat tahun, Tuan."
"Nama
Anda ?"
"Auguste,
Tuan."
"Saya
kagum melihat bunga geranium ini. Bunga-bunga ini cantik sekali. Sudah lamakah
bunga-bunga ini ditanam?"
"Sudah
agak lama, Tuan. Tapi supaya bedeng-bcdengnya tetap kelihatan cantik, kita
harus selalu menyiapkan bedengbedeng dengan tanaman bardan mencabut tanaman
yang sudah mati, juga menjaga supaya bunga-bunga yang tua dipetik
baik-baik."
"Kemarin
Anda menanam tanaman baru, bukan? Yang di tengah itu, dan yang di bedeng lain
juga?"
"Tuan
bermata tajam. Selamanya setelah sehari dua tanaman baru itu baru akan tumbuh dengan
baik. Ya, saya memang baru menempatkan sepuluh tanaman baru di setiap bedeng
kemarin malam. Sebagaimana Anda pasti tahu, kita tak boleh memindahkan tanaman
baru bila matahari sedang panas." Auguste merasa senang melihat perhatian
Poirot, dan dia lalu cenderung untuk banyak bercerita.
"Yang
di sana itu jenis yang bagus sekali," kata Poirot sambil menunjuk.
"Bolehkah saya minta stek-nya?"
'Tentu,
Tuan"
Laki-laki
itu melangkah ke bedengan itu, lalu dengan berhati-hati mengambil suatu
potongan dari tanaman yang dikagumi Poirot tadi.Poirot berterima kasih
banyak-banyak, dan Auguste pergi kembali ke kereta dorongnya.
"Kaulihat?"
kata Poirot dengan tersenyum, sambil membungkuk ke bedeng untuk memeriksa bekas
sepatu bot yang solnya berpaku besar milik tukang kebun itu.
"Sederhana
saja."
"Aku
tak menyadari —"
"Bahwa
kaki itu terdapat di dalam sepatu bot? Kau tidak memanfaatkan kemampuan
pikiranmu dengan baik. Nah, bagaimana dengan bekas.jejak kaki itu?" Aku
memeriksa bedengan itu dengan teliti.
"Semua
bekas jejak kaki di bedengan ini adalah bekas sepatu bot yang sama,"
kataku akhirnya setelah menyelidiki dengan saksama.
"Begitukah?
Eh bien, aku sependapat dengan kau," kata Poirot.Dia kelihatan sama sekali
tidak menaruh perhatian, dan dia seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang
lain.
"Bagaimanapun
juga," kataku, "sudah berkurang satu hal yang memusingkan kepalamu
sekarang."
"Apa
maksudmu?"
"Maksudku,
sekarang kau akan bisa mengalihkan perhatianmu dari bekas jejak kaki int."
Tapi aku terkejut melihat Pairot menggeleng.
"Tidak,
tidak, mon ami. Akhirnya aku berada di jalur yang benar. Aku memang masih
berada dalam kegelapan, tapi, sebagaimana yang sudah kusinggung dengan Tuan Bex
tadi, bekas jejak kaki ini adalah hal yang paling penting dan menarik dalam
perkara ini! Kasihan si Giraud itu — aku tak tahu kalau dia tidak
memperhatikannya sama sekali."
Pada
saat itu, pintu depan terbuka, dan Tuan Hautet menuruni tangga diikuti oleh
Komisaris.
"Oh,
Tuan Poirot, kami sedang mencari-cari Anda," kata hakim.
"Hari
sudah malam, tapi saya masih ingin mengunjungi Nyonya Daubreuil. Dia pasti amat
berdukaeita atas kematian Tuan Renauld, dan kalau kita beruntung kita akan mendapatkan
petunjuk dari dia. Rahasia yang tidak dipercayakan almarhum pada istrinya itu,
mungkin diceritakannya pada wanita yang cintanya telah menjerat dirinya. Kita
tahu di mana kelemahan Samson, bukan ?"
Aku
mengagumi bahasa bunga Tuan Hautet. Kurasa Hakim Pemeriksa sedang menikmati
perannya dalam drama yang misterius ini.
"Apakah
Tuan Giraud tidak akan ikut kita?" tanya Poirot.
"Tuan
Giraud telah menyatakan dengan jelas, bahwa dia lebih suka menjajaki perkara
ini dengan caranya sendiri," kata Tuan Hautet datar.
Dapat
dilihat dengan jelas bahwa tindak-tanduk Giraud vang angkuh terhadap Hakim
Pemeriksa tidak
mendapatkan tanggapan yang baik dari pejabat itu. Kami tak berkata apa-apa
lagi, lalu kami berjalan bersamanya. Poirot berjalan dengan Hakim Pemeriksa, Komisaris
dan aku mengikutinya beberapa langkah di belakangnya.
"Tak
dapat diragukan bahwa cerita Francoise memang benar," kata komisaris itu
padaku dengan nada misterius.
"Saya
baru saja menelepon beberapa markas besar. Rupanya telah tiga kali selama enam
minggu terakhir ini — yaitu sejak kedatangan Tuan Renauld di Merlinville —
Nyonya Daubreuil telah membayarkan sejumlah besar uang sebagai simpanannya di
bank. Jumlah uang itu semua dua ratus ribu franc!"
"Bukan
main," kataku-sambil berpikir, "itu sama banyaknya dengan empat ribu
pound!"
"Tepat.
Ya, agaknya memang sudah jelas bahwa pria itu benar-benar tergila-gila.
Sekarang kita tinggal harus melihat, apakah rahasia itu dibukakannya pada
perempuan itu atau tidak. Hakim Pemeriksa merasa optimis, tapi saya tidak
sependapat dengan dia."
Sambil
bercakap-cakap itu kami berjalan di sepanjang lorong ke arah jalan yang bercabang, tempat mobil sewaan kami berhenti
petang tadi, dan sesaat kemudian aku baru menyadari bahwa Villa Marguerite,
rumah Nyonya Daubreuil yang misterius itu adalah rumah kecil dari mana gadis
cantik tadi keluar.
"Sudah
bertahun-tahun dia tinggal di sini," kata Komisaris, sambil menganggukkan
kepalanya ke arah rumah itu.
"Hidupnya
tenang sekali, sama sekali tidak menarik perhatian orang. Agaknya dia tak punya
teman atau sanak-saudara kecuali kenalan-kenalannya selama tinggal di Merlinville
ini. Dia tak pernah menceritakan tentang masa lalunya maupun tentang suaminya.
Orang bahkan tak tahu, apakah suaminya itu masih hidup atau sudah meninggal. Jadi
hidupnya memang penuh misteri."Aku mengangguk, aku makin tertarik.
"Lalu
— anak gadisnya?" tanyaku memberanikan diri.
"Seorang
gadis yang benar-benar cantik — rendah hati, berbakti, sebagaimana seharusnya.
Orang – orang merasa kasihan padanya, karena, meskipun dia sendiri tak tahu
apa-apa tentang masa lalunya, laki-laki yang ingin mengawininya harUs mencari
tahu sendiri tentang masa lalu itu, lalu—" Komisaris mengangkat bahunya
dengan sinis.
"Tapi
itu kan bukan salahnya!" aku berseru dengan rasa marah.
"Memang
bukan. Tapi apa mau dikata? Laki-laki sering ingin sekait tahu tentang
asal-usul istrinya."
Kami
tak bisa meneruskan percakapan itu, karena kami sudah tiba di pintu. Tuan
Hautet menekan bel. Beberapa menit kemudian, kami mendengar jejak kaki di dalam,
dan pintu terbuka. Di ambang pintu berdiri dewi mudaku yang kulihat petang itu.
Waktu dia melihat kami, darah di wajahnya seakan-akan sirna, hingga dia
kelihatan pucat sekali, dan matanya terbelalak ketakutan. Tak dapat diragukan
lagi, dia benar-benar takut!
"Nona
Daubreuil," kata Tuan Hautet, sambil membuka topinya, "maafkan kami
sebesar-besarnya karena harus mengganggu Anda, tapi ini adalah demi kepentingan
hukum — Anda mengerti, bukan? Tolong sampaikan salam hormat saya pada ibu Anda,
dan tanyakan apakah beliau mau berbaik hati dan mengizinkan saya
mewawancarainya sebentar?"
Sesaat
gadis itu berdiri tak bergerak. Tangan kirinya ditopangkannya ke sisi tubuhnya,
seolah-olah akan menenangkan debar jantungnya yang kuat. Tetapi kemudian dia
bisa
menguasai dirinya,
dan berkata dengan suara lemah, "Akan saya lihat. Silakan masuk."
Dia
masuk ke sebuah kamar di sebelah kiri lorong rumah, dan kami mendengar gumam
suara rendah. Kemudian terdengar suatu suara yang sama nadanya, tapi dengan
tekanan yang lebih keras di balik suara yang bulat itu berkata, "Tentu
boleh. Persilakan mereka masuk." kata Nyonya Daubreuil yang misterius.
Tubuhnya
tidak setinggi putrinya, lekuk-lekuk tubuhnya menunjukkan kematangan. Rambutnya
pun tak sama dengan rambut putrinya. Rambutnya berwarna hitam, dan dibelah di
tengah model madona. Matanya yang setengah terlindung oleh kelopaknya yang
merunduk, berwarna biru. Pada dagunya yang bulat ada lesung pipitnya, dan
bibinrya yang setengah terbuka seolah-olah selalu membayangkan senyum. Dia selalu
kelihatan amat feminin, dia tampak pasrah tapi sekaligus memikat. Meskipun
penampilannya amat terpelihara, kelihatan bahwa dia tak muda lagi, namun daya
tariknya bisa bertahan mckbihi umurnya.Dia berdiri dengan memakai baju hitam
yang memakai kerah dan lapis lengan yang putih bersih. Kedua belah tangannya
terkatup. Dia kelihatan amat menarik dan tak
berdaya.
"Anda
ingin bertemu dengan saya, Tuan?" tanyanya.
"Benar,
Nyonya." Tuan Hautet menelan air ludahnya. "Saya sedang menyelidiki
tentang kematianTuan Renauld. Anda pasti sudah mendengarnya?"
Wanita
itu menundukkan kepalanya tanpa berkata apa-apa. Air mukanya tak berubah.
"Kami
datang untuk bertanya, apakah Anda bisa — eh — memberikan sedikit titik terang
pada keadaan di sekitar peristiwa ini?"
"Saya?"
jelas terdengar bahwa dia terkejut.
"Benar,
Nyonya.
"Tapi
mungkin akan lebih baik bila kami berbicara dengan Anda sendiri saja." Hakim
memandang dengan penuh arti pada anak gadisnya.
Nyonya
Daubreuil berpaling pada gadis itu."Marthe sayang —"
Tetapi
gadis itu menggeleng, "Tidak, Mama, saya tidak akan pergi, saya bukan anak
kecil lagi. Umur saya sudah dua puluh dua. Saya tidak akan pergi."
Nyonya
Daubreuil menoleh pada Hakim Periksa lagi. "Anda dengar sendiri, Tuan.
Seperti kata anak saya, dia bukan anak kecil lagi."
Hakim
itu bimbang sejenak, dia merasa dikalahkan."Baiklah, Nyonya," katanya
akhirnya. "Terserah Andalah. Kami mendapat informasi yang dapat dipercaya,
bahwa Anda punya kebiasaan mengunjungi almarhum di villanya malam hari.
Benarkah begitu?"
Pipi
wanita yang pucat itu kini memerah, tapi dia menjawab dengan tenang, "Saya
rasa Anda tak berhak menanyai saya dengan pertanyaan semacam itu!"
"Nyonya,
kami sedang menyelidiki suatu pembunuhan."
"Jadi,
mau apa Anda? Saya tidak terlibat dalam pembunuhan itu."
"Nyonya,
pada saat sekarang kami pun tidak berkata begitu. Tapi Anda kenal baik dengan
korban. Pernahkah dia menceritakan padaAnda tentang suatu bahaya yang
mengancamnya?"
"Tak
pernah "
"Pernahkah
dia menceritakan tentang hidupnya di Santiago, dan musuh-musuhnya yang ada di
sana? "
"Tidak
"
"Jadi
sama sekali tak bisakah Anda membantu kami?"
"Saya
rasa, tidak. Saya benar-benar tak mengerti mengapa Anda harus mendatangi saya. Apakah
istrinya tak dapat memberi tahu Anda apa yang ingin Anda ketahui?" Suaranya
mengandung suatu cemoohan kecil.
"Nyonya
Renauld sudah menceritakan pada kami sebisanya."
"Oh!"
kata Nyonya Daubreuil. "Saya pikir —"
"Apa
pikir Anda, Nyonya?"
"Ah,
tak apa-apa." Hakim Pemeriksa melihat padanya. Pria itu menyadari bahwa
dia sedang bertarung, dan lawannya cukup tangguh. "Apakah Anda tetap
bertahan pada pernyataan Anda, bahwa Tuan Renauld tidak menceritakan apa-apa
pada Anda?"
"Mengapa
Anda menganggap bahwa dia mungkin menceritakan itu pada saya?"
"Karena,"
kata Tuan Hautet dengan keberanian yang diperhitungkan, "seorang laki-laki
biasanya lebih mau menceritakan pada kekasih gelapnya, apa yang tak selalu mau
dia ceritakan pada istrinya."
"Oh!"
Dia melompat ke depan. Matanya berapi-api. "Anda menghina saya, Tuan! Di
depan anak saya pula! Saya tak bisa menceritakan apa-apa lagi pada Anda. Harap Anda
mau meninggalkan rumah saya!"
Wanita
itu pasti merasa kehormatannya telah dilanggar. Kami meninggalkan Villa
Marguerite seperti segerombolan anak-anak sekolah yang kemalu-maluan. Hakim
menggumamkan kata-kata marah. Poirot tampak tenggelam dalam pikirann sendiri.
Tiba-tiba dia seperti terkejut dari renungannya, dan bertanya pada Tuan Hautet,
apakah ada sebuah hotel di dekat tempat itu.
"Ada
sebuah hotel kecil, Hotel des Bains, sebelum kita sampai ke kota. Hanya beberapa
ratus meter ke arah jalan itu. Tempat itu akan memudahkan pekerjaan penyelidikan
Anda. Kalau begitu kita akan bertemu lagi besok pagi, bukan?"
"Ya,
terima kasih, Tuan Hautet."
Setelah
saling berbasa-basi, rombongan kami berpisah. Poirot dan aku pergi menuju kota
Merlinville, dan yang lain-lain kembali ke Villa Genevieve.
"Memang
luar biasa cara kerja polisi Prancis ini, " kata Poirot, sambil
memperhatikan mereka. "Informasi yang ada pada mereka mengenai kehidupan seseorang,
sampai-sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya yang biasa-biasa saja, sungguh
luar biasa. Meskipun Tuan Renauld itu baru enam minggu lebih sedikit berada di
sini, mereka sudah tahu betul akan selera dan kesukaannya, dan dalam waktu
singkat saja mereka sudah bisa memberikan informasi tentang jumlah simpanan
Nyonya Daubreuil di bank, sampai-sampai jumlah yang akhir-akhir ini disetorkannya!
Arsip mereka pasti merupakan suatu badan yang hebat. Tapi apa itu?"
Dia
tiba-tiba berbalik. Tampak seseorang tanpa topi berlari-lari di jalan mengejar
kami. Dia adalah Marthe Daubreuil.
"Maaf,"
teriaknya terengah-engah, setibanya di dekat kami. "Sa — saya tahu, saya
sebenarnya tak
boleh berbuat begini. Jangan katakan pada ibu saya. Tapi benarkah kata orang,
bahwa Tuan Renauld telah memanggil detektif sebelum dia meninggal, dan — apakah
Anda orangnya?"
"Benar,
Nona," kata Poirot dengan halus. "Betul sekali. Tapi dari mana Anda
dengar itu?"
"Francoise
yang menceritakannya pada Amelie, pelayan kami," Marthe menjelaskan dengan
wajah yang memerah.
Poirot
nyengir. "Dalam kejadian seperti ini, kita rupanya tak bisa menyimpan
rahasia! Sebenarnya tak apa-apa. Nah Nona, apa yang ingin Anda ketahui?"
Gadis
itu bimbang. Agaknya dia ingin berbicara, tetapi takut. Akhirnya, dengan hampir
– hampir berbisik, dia bertanya, "Adakah — seseorang yang dicurigai?"
Poirot
memandangnya dengan tajam. Kemudian dia menjawab dengan mengelak, "Pada
saat sekarang semua orang dicurigai, Nona."
"Ya,
saya tahu — tapi — adakah seseorang yang dicurigai secara khusus?"
"Mengapa
Anda ingin tahu?"
Gadis
itu kelihatan ketakutan mendengar pertanyaan itu. Tiba-tiba saja aku teringat
kata-kata Poirot yang diucapkannya siang tadi mengenai gadis itu. "Gadis dengan
mata ketakutan!"
"Tuan
Renauld selalu baik hati pada saya," sahutnya akhirnya. "Wajarlah
kalau
saya merasa
tertarik."
"Saya
mengerti," kata Poirot. "Yah, pada saat ini kecurigaan sedang
ditujukan pada
dua orang"
"Dua?"
Aku
berani bersumpah bahwa dialek nada suaranya terdengar nada terkejut dan lega.
"Nama
mereka belum dikenal, tapi diduga mereka itu berkebangsaan Chili dari Santiago.
Naah, Nona, beginilah jadinya kalau ada gadis muda secantik Anda! Saya telah
membukakan rahasia pekerjaan kami pada Anda!"
Gadis
itu tertawa ceria, lalu kemudian, dengan agak malu-malu, dia mengucapkan terima
kasih pada Poirot.
"Saya
harus lari pulang. Maman akan mencari saya."
Waktu
dia berbalik berlari kembali ke jalan yang dilaluinya tadi, dia tampak bagai
Dewi Atalanta yang modern. Aku menatapnya terus.
"Mon
ami," kata Poirot, dengan suaranya yang halus mengandung ejekan, "apakah
kita harus terpaku saja di sini sepanjang malam — hanya karena kau melihat
seorang wanita muda yang cantik, dan kepalamu jadi puyeng?"
Aku
tertawa dan meminta maaf.
"Tapi
dia memang benar-benar cantik, Poirot, Kita harus maklum pada siapa
saja yang
sampai tergila-gila padanya."
Poirot
menggeram. "Mon Dieuf Dasar hatimu yang peka sekali!"
"Poirot,"
kataku, "ingatkah kau setelah Perkara Styles selesai, lalu —"
"Lalu
kau jatuh cinta pada dua orang wanita cantik sekaligus, tapi kau tidak mendapatkan
seorang pun di antaranya? Ya, aku ingat."
"Kau
menghiburku dengan mengatakan bahwa pada suatu hari mungkin kita akan berburu
kejahatan lagi, dan bahwa dengan demikian — "
"Eh
bien?"
"Nah,
sekarang kita sedang berburu kejahatan lagi, dan —" aku berhenti dan tanpa
kusadari aku tertawa. Tetapi aku heran melihat Poirot menggeleng dengan serius.
"Ah,
mon ami, jangan menaruh hati pada Marthe Daubreuil itu. Dia tak cocok bagimu!
Percayalah pada Papa Poirot!"
"Ah,"
aku berseru, "Komisaris meyakinkanku, bahwa gadis itu tidak hanya cantik
tapi juga baik! Bidadari yang sempurna!"
"Beberapa
dari penjahat-penjahat terbesar yang kukenal berwajah seperti bidadari,"
kata Poirot ceria. "Suatu cacat pada sel-sel kelabu, bisa saja terjadi
dengan mudah pada orang yang berwajah bidadari secantik madona."
"Poirot,"
aku berseru kengerian, "kau kan tidak bermaksud bahwa kau mencurigai
seorang anak yang tak tahu apa-apa seperti itu!"
"Nah!
Nah! Jangan marah! Aku tidak berkata bahwa aku mencurigai dia. Tapi kau juga
harus mengakui, bahwa besarnya keinginannya untuk mengetahui tentang perkara
ini agak aneh."
"Sekali
ini pandanganku lebih jauh daripadamu," kataku. "Rasa kuatirnya itu
bukan mengenai dirinya sendiri — tapi untuk ibunya."
"Sahabatku,"
kata Poirot, "seperti biasa, kau sama sekali tidak melihat apa-apa. Nyonya
Daubreuil benar-benar mampu menjaga dirinya sendiri tanpa dikuatirkan oleh
putrinya. Kuakui aku tadi menggodamu, namun demikian kuulangi lagi apa yang
telah kukatakan tadi. Jangan sampai jatuh hati pada gadis itu. Dia tak cocok
untukmu! Aku, Hercule Poirot tahu itu. Terkutuk! Terkutuk! Aku ingin benar
mengingat di mana aku melihat wajah itu! "
"Wajah
yang mana?" tanyaku heran. "Wajah gadis itu? Bukan, wajah ibunya ?"
Dia mengangguk
dengan bersungguh-sungguh waktu melihat keherananku.
"Ya
— sungguh. Sudah lama, waktu aku masih dinas di kepolisian di Belgia.
Sebenarnya aku belum pernah melihat wanita itu, tapi aku sudah pernah melihat
fotonya — sehubungan dengan suatu perkara. Kalau tak salah —"
"Ya?"
"Mungkin
aku keliru, tapi kalau aku tak salah perkara itu adalah perkara pembunuhan!"
Lanjut ke BAB DELAPAN
0 comments:
Post a Comment