Friday, 25 September 2015

Agatha Christie - Lapangan Golf Maut - BAB TUJUH

BAB TUJUH
NYONYA DEUBREUL YANG MISTERIUS

Lapangan Golf Maut

Dalam  menelusuri perjalanan kami ke rumah, Tuan Bex minta diri meninggalkan kami, dengan menjelaskan bahwa dia harus segera memberitahukan kedatangan Giraud pada Hakim Pemeriksa. Giraud sendiri tampak senang waktu Poirot mengatakan bahwa dia sudah cukup melihat-lihat apa yang diperlukannya. Waktu kami akan meninggalkantempat itu, kami masih melihat Giraud, merangkak di tanah, dan mencari dengan demikian bersungguh-sungguh, hingga aku merasa kagum. Poirot tahu apa yang ada dalam pikiranku, karena segera setelah kami tinggal beiduaan saja dia berkata dengan mengejek,"Akhirnya kautemukan detektif yang kaukagumi — anjing pemburu dalam bentuk manusia! Begitu bukan, Sahabatku?"
"Sekurang-kurangnya, dia berbuat sesuatu," kataku tajam. "Kalau memang ada yang bisa ditemukan, dialah yang akan menemukannya. Sedang kau "
"eh bien! Aku juga ada menemukan sosuatu! Sepotong pipa dari timah hitam tadi itu."
"Omong kosong, Poirot. Kau tabu betul, itu tak ada hubungannya dengan kejadian itu. Maksudku tadi, hal-hal yang kecil – tanda - tanda yang pasti akan dapat menuntun kita pada pembunuh-pembunuh itu. "
"Mon ami, suatu barang petunjuk yang panjangnya enam puluh Sentimeter sama benar nilainya dengan barang petunjuk yang berukuran dua milimeter! Tapi  sudah menjadi pendapat yang romantis, bahwa semua barang petunjuk yang penting pasti kecil sekali! Kau mengatakan bahwa pipa timah hitam itu tak ada hubungannya dengan kejahatan itu, karena Giraud telah berkata demikian padamu. Tidak!" — katanya, waktu aku akan memotong pembicaraannya dengan pertanyaan — "sebaiknya tak usah kita bicarakan lagi. Biarkan Giraud mencari sendiri, dan aku dengan jalan pikiranku. Perkara ini kelihatannya cukup sederhana — namun — namun, mon Ami, aku tak puas—Dan tahukah kau apa sebabnya? Gara-gara arloji tangan yang terlalu cepat dua jam itu. Kemudian ada beberapa hal yang kecil yang aneh, yang kelihatannya tak cocok. Umpamanya, bila tujuan pembunuh-pembunuh itu adalah pembalasan dendam, mengapa mereka tidak menikam Renauld dalam tidurnya saja supaya segera beres? "
"Mereka menginginkan 'rahasia' itu," aku mengingatkannya.Poirot menepiskan setitik debu dari lengan bajunya dengan kesal.
"Lalu, di mana 'rahasia' itu? Mungkin.agak jauh, karena mereka menyuruhnya berpakaian. Tapi dia ditemukan di tempat yang dekat, boleh dikatakan sejengkal saja dari rumahnya. Apalagi, sungguh suatu kebetulan bahwa suatu senjata seperti pisau belati itu terletak sembarangan, siap pakai." Dia berhenti, mengerutkan dahinya, lalu melanjutkan, "Mengapa para pelayan sampai tak mendengar apa - apa? Apakah mereka dibius? Apakah ada komplotan dan apakah komplotan itu mengusahakan supaya pintu depan tetap terbuka? Aku ingin tahu apakah —"Dia tiba-tiba terhenti.
Kami telah tiba di jalan masuk mobil di depan rumah. Tiba-tiba dia berpaling padaku. "Sahabatku, aku akan memberikan suatu kejutan bagimu — untuk menyenangkan hatimu! Aku memperhatikan benar teguran-teguranmu! Kita akan memeriksa bekas – bekas jejak kaki!"
"Di mana?"
"Di bedeng bunga di sana itu. Tuan Bex mengatakan bahwa itu adalah bekas jejak kaki tukang kebun. Mari kita lihat apakah itu benar. Lihat dia sedang menuju kemari dengan kereta dorongnya."
Memang benar seorang laki-laki setengah baya sedang menyeberangi jalan masuk dengan membawa bibit sekereta penuh, Poirot memanggilnya, dan laki-laki itu meletakkan kereta dorongnya dan terpincang - pincang mendatangi kami."Apakah akan kauminta salah satu sepatu botnya untuk membandingkannya dengan bekas jejak kaki itu?" tanyaku dengan menahan napas.
Kepercayaanku pada Poirot timbul lagi sedikit. Karena dikatakannya bahwa bekas jejak kaki yang di bedeng sebelah kanan itu adalah penting, agaknya memang demikianlah adanya, "Ya," kata Poirot.
"Tapi tidakkah dia akan menganggap hal itu aneh?"
"Dia sama sekali tidak akan berpikir apa-apa." Kami tak bisa berkata apa - apa lagi, karena laki-laki tua itu sudah berada di dekat kami.
"Apakah Anda akan menyuruh saya sesuatu, Tuan?"
"Ya Anda sudah lama menjadi tukang kebun sini, bukan?"
"Sudah dua puluh empat tahun, Tuan."
"Nama Anda ?"
"Auguste, Tuan."
"Saya kagum melihat bunga geranium ini. Bunga-bunga ini cantik sekali. Sudah lamakah bunga-bunga ini ditanam?"
"Sudah agak lama, Tuan. Tapi supaya bedeng-bcdengnya tetap kelihatan cantik, kita harus selalu menyiapkan bedengbedeng dengan tanaman bardan mencabut tanaman yang sudah mati, juga menjaga supaya bunga-bunga yang tua dipetik baik-baik."
"Kemarin Anda menanam tanaman baru, bukan? Yang di tengah itu, dan yang di bedeng lain juga?"
"Tuan bermata tajam. Selamanya setelah sehari dua tanaman baru itu baru akan tumbuh dengan baik. Ya, saya memang baru menempatkan sepuluh tanaman baru di setiap bedeng kemarin malam. Sebagaimana Anda pasti tahu, kita tak boleh memindahkan tanaman baru bila matahari sedang panas." Auguste merasa senang melihat perhatian Poirot, dan dia lalu cenderung untuk banyak bercerita.
"Yang di sana itu jenis yang bagus sekali," kata Poirot sambil menunjuk. "Bolehkah saya minta stek-nya?"
'Tentu, Tuan"
Laki-laki itu melangkah ke bedengan itu, lalu dengan berhati-hati mengambil suatu potongan dari tanaman yang dikagumi Poirot tadi.Poirot berterima kasih banyak-banyak, dan Auguste pergi kembali ke kereta dorongnya.
"Kaulihat?" kata Poirot dengan tersenyum, sambil membungkuk ke bedeng untuk memeriksa bekas sepatu bot yang solnya berpaku besar milik tukang kebun itu.
"Sederhana saja."
"Aku tak menyadari —"
"Bahwa kaki itu terdapat di dalam sepatu bot? Kau tidak memanfaatkan kemampuan pikiranmu dengan baik. Nah, bagaimana dengan bekas.jejak kaki itu?" Aku memeriksa bedengan itu dengan teliti.
"Semua bekas jejak kaki di bedengan ini adalah bekas sepatu bot yang sama," kataku akhirnya setelah menyelidiki dengan saksama.
"Begitukah? Eh bien, aku sependapat dengan kau," kata Poirot.Dia kelihatan sama sekali tidak menaruh perhatian, dan dia seolah-olah sedang memikirkan sesuatu yang lain.
"Bagaimanapun juga," kataku, "sudah berkurang satu hal yang memusingkan kepalamu sekarang."
"Apa maksudmu?"
"Maksudku, sekarang kau akan bisa mengalihkan perhatianmu dari bekas jejak kaki int." Tapi aku terkejut melihat Pairot menggeleng.
"Tidak, tidak, mon ami. Akhirnya aku berada di jalur yang benar. Aku memang masih berada dalam kegelapan, tapi, sebagaimana yang sudah kusinggung dengan Tuan Bex tadi, bekas jejak kaki ini adalah hal yang paling penting dan menarik dalam perkara ini! Kasihan si Giraud itu — aku tak tahu kalau dia tidak memperhatikannya sama sekali."
Pada saat itu, pintu depan terbuka, dan Tuan Hautet menuruni tangga diikuti oleh
Komisaris.
"Oh, Tuan Poirot, kami sedang mencari-cari Anda," kata hakim.
"Hari sudah malam, tapi saya masih ingin mengunjungi Nyonya Daubreuil. Dia pasti amat berdukaeita atas kematian Tuan Renauld, dan kalau kita beruntung kita akan mendapatkan petunjuk dari dia. Rahasia yang tidak dipercayakan almarhum pada istrinya itu, mungkin diceritakannya pada wanita yang cintanya telah menjerat dirinya. Kita tahu di mana kelemahan Samson, bukan ?"
Aku mengagumi bahasa bunga Tuan Hautet. Kurasa Hakim Pemeriksa sedang menikmati perannya dalam drama yang misterius ini.
"Apakah Tuan Giraud tidak akan ikut kita?" tanya Poirot.
"Tuan Giraud telah menyatakan dengan jelas, bahwa dia lebih suka menjajaki perkara ini dengan caranya sendiri," kata Tuan Hautet datar.
Dapat dilihat dengan jelas bahwa tindak-tanduk Giraud vang angkuh terhadap Hakim
Pemeriksa tidak mendapatkan tanggapan yang baik dari pejabat itu. Kami tak berkata apa-apa lagi, lalu kami berjalan bersamanya. Poirot berjalan dengan Hakim Pemeriksa, Komisaris dan aku mengikutinya beberapa langkah di belakangnya.
"Tak dapat diragukan bahwa cerita Francoise memang benar," kata komisaris itu padaku dengan nada misterius.
"Saya baru saja menelepon beberapa markas besar. Rupanya telah tiga kali selama enam minggu terakhir ini — yaitu sejak kedatangan Tuan Renauld di Merlinville — Nyonya Daubreuil telah membayarkan sejumlah besar uang sebagai simpanannya di bank. Jumlah uang itu semua dua ratus ribu franc!"
"Bukan main," kataku-sambil berpikir, "itu sama banyaknya dengan empat ribu pound!"
"Tepat. Ya, agaknya memang sudah jelas bahwa pria itu benar-benar tergila-gila. Sekarang kita tinggal harus melihat, apakah rahasia itu dibukakannya pada perempuan itu atau tidak. Hakim Pemeriksa merasa optimis, tapi saya tidak sependapat dengan dia."
Sambil bercakap-cakap itu kami berjalan di sepanjang lorong ke arah jalan yang  bercabang, tempat mobil sewaan kami berhenti petang tadi, dan sesaat kemudian aku baru menyadari bahwa Villa Marguerite, rumah Nyonya Daubreuil yang misterius itu adalah rumah kecil dari mana gadis cantik tadi keluar.
"Sudah bertahun-tahun dia tinggal di sini," kata Komisaris, sambil menganggukkan kepalanya ke arah rumah itu.
"Hidupnya tenang sekali, sama sekali tidak menarik perhatian orang. Agaknya dia tak punya teman atau sanak-saudara kecuali kenalan-kenalannya selama tinggal di Merlinville ini. Dia tak pernah menceritakan tentang masa lalunya maupun tentang suaminya. Orang bahkan tak tahu, apakah suaminya itu masih hidup atau sudah meninggal. Jadi hidupnya memang penuh misteri."Aku mengangguk, aku makin tertarik.
"Lalu — anak gadisnya?" tanyaku memberanikan diri.
"Seorang gadis yang benar-benar cantik — rendah hati, berbakti, sebagaimana seharusnya. Orang – orang merasa kasihan padanya, karena, meskipun dia sendiri tak tahu apa-apa tentang masa lalunya, laki-laki yang ingin mengawininya harUs mencari tahu sendiri tentang masa lalu itu, lalu—" Komisaris mengangkat bahunya dengan sinis.
"Tapi itu kan bukan salahnya!" aku berseru dengan rasa marah.
"Memang bukan. Tapi apa mau dikata? Laki-laki sering ingin sekait tahu tentang asal-usul istrinya."
Kami tak bisa meneruskan percakapan itu, karena kami sudah tiba di pintu. Tuan Hautet menekan bel. Beberapa menit kemudian, kami mendengar jejak kaki di dalam, dan pintu terbuka. Di ambang pintu berdiri dewi mudaku yang kulihat petang itu. Waktu dia melihat kami, darah di wajahnya seakan-akan sirna, hingga dia kelihatan pucat sekali, dan matanya terbelalak ketakutan. Tak dapat diragukan lagi, dia benar-benar takut!
"Nona Daubreuil," kata Tuan Hautet, sambil membuka topinya, "maafkan kami sebesar-besarnya karena harus mengganggu Anda, tapi ini adalah demi kepentingan hukum — Anda mengerti, bukan? Tolong sampaikan salam hormat saya pada ibu Anda, dan tanyakan apakah beliau mau berbaik hati dan mengizinkan saya mewawancarainya sebentar?"
Sesaat gadis itu berdiri tak bergerak. Tangan kirinya ditopangkannya ke sisi tubuhnya, seolah-olah akan menenangkan debar jantungnya yang kuat. Tetapi kemudian dia bisa
menguasai dirinya, dan berkata dengan suara lemah, "Akan saya lihat. Silakan masuk."
Dia masuk ke sebuah kamar di sebelah kiri lorong rumah, dan kami mendengar gumam suara rendah. Kemudian terdengar suatu suara yang sama nadanya, tapi dengan tekanan yang lebih keras di balik suara yang bulat itu berkata, "Tentu boleh. Persilakan mereka masuk." kata Nyonya Daubreuil yang misterius.
Tubuhnya tidak setinggi putrinya, lekuk-lekuk tubuhnya menunjukkan kematangan. Rambutnya pun tak sama dengan rambut putrinya. Rambutnya berwarna hitam, dan dibelah di tengah model madona. Matanya yang setengah terlindung oleh kelopaknya yang merunduk, berwarna biru. Pada dagunya yang bulat ada lesung pipitnya, dan bibinrya yang setengah terbuka seolah-olah selalu membayangkan senyum. Dia selalu kelihatan amat feminin, dia tampak pasrah tapi sekaligus memikat. Meskipun penampilannya amat terpelihara, kelihatan bahwa dia tak muda lagi, namun daya tariknya bisa bertahan mckbihi umurnya.Dia berdiri dengan memakai baju hitam yang memakai kerah dan lapis lengan yang putih bersih. Kedua belah tangannya terkatup. Dia kelihatan amat menarik dan tak
berdaya.
"Anda ingin bertemu dengan saya, Tuan?" tanyanya.
"Benar, Nyonya." Tuan Hautet menelan air ludahnya. "Saya sedang menyelidiki tentang kematianTuan Renauld. Anda pasti sudah mendengarnya?"
Wanita itu menundukkan kepalanya tanpa berkata apa-apa. Air mukanya tak berubah.
"Kami datang untuk bertanya, apakah Anda bisa — eh — memberikan sedikit titik terang pada keadaan di sekitar peristiwa ini?"
"Saya?" jelas terdengar bahwa dia terkejut.
"Benar, Nyonya.
"Tapi mungkin akan lebih baik bila kami berbicara dengan Anda sendiri saja." Hakim memandang dengan penuh arti pada anak gadisnya.
Nyonya Daubreuil berpaling pada gadis itu."Marthe sayang —"
Tetapi gadis itu menggeleng, "Tidak, Mama, saya tidak akan pergi, saya bukan anak kecil lagi. Umur saya sudah dua puluh dua. Saya tidak akan pergi."
Nyonya Daubreuil menoleh pada Hakim Periksa lagi. "Anda dengar sendiri, Tuan. Seperti kata anak saya, dia bukan anak kecil lagi."
Hakim itu bimbang sejenak, dia merasa dikalahkan."Baiklah, Nyonya," katanya akhirnya. "Terserah Andalah. Kami mendapat informasi yang dapat dipercaya, bahwa Anda punya kebiasaan mengunjungi almarhum di villanya malam hari. Benarkah begitu?"
Pipi wanita yang pucat itu kini memerah, tapi dia menjawab dengan tenang, "Saya rasa Anda tak berhak menanyai saya dengan pertanyaan semacam itu!"
"Nyonya, kami sedang menyelidiki suatu pembunuhan."
"Jadi, mau apa Anda? Saya tidak terlibat dalam pembunuhan itu."
"Nyonya, pada saat sekarang kami pun tidak berkata begitu. Tapi Anda kenal baik dengan korban. Pernahkah dia menceritakan padaAnda tentang suatu bahaya yang mengancamnya?"
"Tak pernah "
"Pernahkah dia menceritakan tentang hidupnya di Santiago, dan musuh-musuhnya yang ada di sana? "
"Tidak "
"Jadi sama sekali tak bisakah Anda membantu kami?"
"Saya rasa, tidak. Saya benar-benar tak mengerti mengapa Anda harus mendatangi saya. Apakah istrinya tak dapat memberi tahu Anda apa yang ingin Anda ketahui?" Suaranya mengandung suatu cemoohan kecil.
"Nyonya Renauld sudah menceritakan pada kami sebisanya."
"Oh!" kata Nyonya Daubreuil. "Saya pikir —"
"Apa pikir Anda, Nyonya?"
"Ah, tak apa-apa." Hakim Pemeriksa melihat padanya. Pria itu menyadari bahwa dia sedang bertarung, dan lawannya cukup tangguh. "Apakah Anda tetap bertahan pada pernyataan Anda, bahwa Tuan Renauld tidak menceritakan apa-apa pada Anda?"
"Mengapa Anda menganggap bahwa dia mungkin menceritakan itu pada saya?"
"Karena," kata Tuan Hautet dengan keberanian yang diperhitungkan, "seorang laki-laki biasanya lebih mau menceritakan pada kekasih gelapnya, apa yang tak selalu mau dia ceritakan pada istrinya."
"Oh!" Dia melompat ke depan. Matanya berapi-api. "Anda menghina saya, Tuan! Di depan anak saya pula! Saya tak bisa menceritakan apa-apa lagi pada Anda. Harap Anda mau meninggalkan rumah saya!"
Wanita itu pasti merasa kehormatannya telah dilanggar. Kami meninggalkan Villa Marguerite seperti segerombolan anak-anak sekolah yang kemalu-maluan. Hakim menggumamkan kata-kata marah. Poirot tampak tenggelam dalam pikirann sendiri. Tiba-tiba dia seperti terkejut dari renungannya, dan bertanya pada Tuan Hautet, apakah ada sebuah hotel di dekat tempat itu.
"Ada sebuah hotel kecil, Hotel des Bains, sebelum kita sampai ke kota. Hanya beberapa ratus meter ke arah jalan itu. Tempat itu akan memudahkan pekerjaan penyelidikan Anda. Kalau begitu kita akan bertemu lagi besok pagi, bukan?"
"Ya, terima kasih, Tuan Hautet."
Setelah saling berbasa-basi, rombongan kami berpisah. Poirot dan aku pergi menuju kota Merlinville, dan yang lain-lain kembali ke Villa Genevieve.
"Memang luar biasa cara kerja polisi Prancis ini, " kata Poirot, sambil memperhatikan mereka. "Informasi yang ada pada mereka mengenai kehidupan seseorang, sampai-sampai pada hal-hal yang sekecil-kecilnya yang biasa-biasa saja, sungguh luar biasa. Meskipun Tuan Renauld itu baru enam minggu lebih sedikit berada di sini, mereka sudah tahu betul akan selera dan kesukaannya, dan dalam waktu singkat saja mereka sudah bisa memberikan informasi tentang jumlah simpanan Nyonya Daubreuil di bank, sampai-sampai jumlah yang akhir-akhir ini disetorkannya! Arsip mereka pasti merupakan suatu badan yang hebat. Tapi apa itu?"
Dia tiba-tiba berbalik. Tampak seseorang tanpa topi berlari-lari di jalan mengejar kami. Dia adalah Marthe Daubreuil.
"Maaf," teriaknya terengah-engah, setibanya di dekat kami. "Sa — saya tahu, saya
sebenarnya tak boleh berbuat begini. Jangan katakan pada ibu saya. Tapi benarkah kata orang, bahwa Tuan Renauld telah memanggil detektif sebelum dia meninggal, dan — apakah Anda orangnya?"
"Benar, Nona," kata Poirot dengan halus. "Betul sekali. Tapi dari mana Anda dengar itu?"
"Francoise yang menceritakannya pada Amelie, pelayan kami," Marthe menjelaskan dengan wajah yang memerah.
Poirot nyengir. "Dalam kejadian seperti ini, kita rupanya tak bisa menyimpan rahasia! Sebenarnya tak apa-apa. Nah Nona, apa yang ingin Anda ketahui?"
Gadis itu bimbang. Agaknya dia ingin berbicara, tetapi takut. Akhirnya, dengan hampir – hampir berbisik, dia bertanya, "Adakah — seseorang yang dicurigai?"
Poirot memandangnya dengan tajam. Kemudian dia menjawab dengan mengelak, "Pada saat sekarang semua orang dicurigai, Nona."
"Ya, saya tahu — tapi — adakah seseorang yang dicurigai secara khusus?"
"Mengapa Anda ingin tahu?"
Gadis itu kelihatan ketakutan mendengar pertanyaan itu. Tiba-tiba saja aku teringat kata-kata Poirot yang diucapkannya siang tadi mengenai gadis itu. "Gadis dengan mata ketakutan!"
"Tuan Renauld selalu baik hati pada saya," sahutnya akhirnya. "Wajarlah kalau
saya merasa tertarik."
"Saya mengerti," kata Poirot. "Yah, pada saat ini kecurigaan sedang ditujukan pada
dua orang"
"Dua?"
Aku berani bersumpah bahwa dialek nada suaranya terdengar nada terkejut dan lega.
"Nama mereka belum dikenal, tapi diduga mereka itu berkebangsaan Chili dari Santiago. Naah, Nona, beginilah jadinya kalau ada gadis muda secantik Anda! Saya telah membukakan rahasia pekerjaan kami pada Anda!"
Gadis itu tertawa ceria, lalu kemudian, dengan agak malu-malu, dia mengucapkan terima kasih pada Poirot.
"Saya harus lari pulang. Maman akan mencari saya."
Waktu dia berbalik berlari kembali ke jalan yang dilaluinya tadi, dia tampak bagai Dewi Atalanta yang modern. Aku menatapnya terus.
"Mon ami," kata Poirot, dengan suaranya yang halus mengandung ejekan, "apakah kita harus terpaku saja di sini sepanjang malam — hanya karena kau melihat seorang wanita muda yang cantik, dan kepalamu jadi puyeng?"
Aku tertawa dan meminta maaf.
"Tapi dia memang benar-benar cantik, Poirot, Kita harus maklum pada siapa
saja yang sampai tergila-gila padanya."
Poirot menggeram. "Mon Dieuf Dasar hatimu yang peka sekali!"
"Poirot," kataku, "ingatkah kau setelah Perkara Styles selesai, lalu —"
"Lalu kau jatuh cinta pada dua orang wanita cantik sekaligus, tapi kau tidak mendapatkan seorang pun di antaranya? Ya, aku ingat."
"Kau menghiburku dengan mengatakan bahwa pada suatu hari mungkin kita akan berburu kejahatan lagi, dan bahwa dengan demikian — "
"Eh bien?"
"Nah, sekarang kita sedang berburu kejahatan lagi, dan —" aku berhenti dan tanpa kusadari aku tertawa. Tetapi aku heran melihat Poirot menggeleng dengan serius.
"Ah, mon ami, jangan menaruh hati pada Marthe Daubreuil itu. Dia tak cocok bagimu! Percayalah pada Papa Poirot!"
"Ah," aku berseru, "Komisaris meyakinkanku, bahwa gadis itu tidak hanya cantik tapi juga baik! Bidadari yang sempurna!"
"Beberapa dari penjahat-penjahat terbesar yang kukenal berwajah seperti bidadari," kata Poirot ceria. "Suatu cacat pada sel-sel kelabu, bisa saja terjadi dengan mudah pada orang yang berwajah bidadari secantik madona."
"Poirot," aku berseru kengerian, "kau kan tidak bermaksud bahwa kau mencurigai seorang anak yang tak tahu apa-apa seperti itu!"
"Nah! Nah! Jangan marah! Aku tidak berkata bahwa aku mencurigai dia. Tapi kau juga harus mengakui, bahwa besarnya keinginannya untuk mengetahui tentang perkara ini agak aneh."
"Sekali ini pandanganku lebih jauh daripadamu," kataku. "Rasa kuatirnya itu bukan mengenai dirinya sendiri — tapi untuk ibunya."
"Sahabatku," kata Poirot, "seperti biasa, kau sama sekali tidak melihat apa-apa. Nyonya Daubreuil benar-benar mampu menjaga dirinya sendiri tanpa dikuatirkan oleh putrinya. Kuakui aku tadi menggodamu, namun demikian kuulangi lagi apa yang telah kukatakan tadi. Jangan sampai jatuh hati pada gadis itu. Dia tak cocok untukmu! Aku, Hercule Poirot tahu itu. Terkutuk! Terkutuk! Aku ingin benar mengingat di mana aku melihat wajah itu! "
"Wajah yang mana?" tanyaku heran. "Wajah gadis itu? Bukan, wajah ibunya ?"
Dia mengangguk dengan bersungguh-sungguh waktu melihat keherananku.
"Ya — sungguh. Sudah lama, waktu aku masih dinas di kepolisian di Belgia. Sebenarnya aku belum pernah melihat wanita itu, tapi aku sudah pernah melihat fotonya — sehubungan dengan suatu perkara. Kalau tak salah —"
"Ya?"

"Mungkin aku keliru, tapi kalau aku tak salah perkara itu adalah perkara pembunuhan!"

Lanjut ke BAB DELAPAN 

0 comments:

Post a Comment