Wednesday, 4 November 2015

Agatha Christie - Misteri di Styles - BAB TIGA BELAS [END]

BAB TIGA BELAS
PENJELASAN POIROT



"Poirot! Dasar! Ingin rasanya aku mencekikmu. Kenapa pakai mencurangi teman segala?"
Kami duduk di ruang perpustakaan setelah melalui beberapa hari yang sibuk. Di ruang bawah John dan Mary telah bersatu kembali, sedang Alfred Inglethorp dan Nona Howard ditahan yang berwajib. Sekarang saya bisa bicara bebas dengan Poirot dan bertanya dengan bebas. Poirot tidak langsung menjawab. Tapi akhirnya dia berkata, "Aku tidak mencurangimu, mon ami. Aku hanya membiarkan dirimu tertipu oleh dirimu sendiri."
"Ya. Tapi mengapa?"
"Sulit dijelaskan. Karena kau adalah seorang yang jujur. Setiap perubahan akan terlihat di wajahmu—juga perubahan perasaanmu! Seandainya aku memberi tahu apa yang kupikirkan itu kepadamu, pasti Tuan Inglethorp yang licin itu bisa menebak dan menghindar. Jadi kita tak akan punya kesempatan untuk menangkap dia!"
"Rasanya kau pernah mengatakan bahwa aku cukup pintar berdiplomasi."
"Jangan marah, Kawan," kata Poirot menghibur. "Bantuan yang kau berikan sungguh luar biasa. Kesulitannya adalah bahwa kau punya sifat yang terlalu baik."
"Ya—" kata saya mulai lunak. "Setidak-tidaknya kau kan bisa memberi satu atau dua petunjuk."
"Lho, kan sudah. Beberapa, malah. Tapi kau tidak mau tahu. Coba pikir sekarang. Apa aku pernah mengatakan bahwa John Cavendish bersalah? Bukankah aku mengatakan bahwa pasti dia bebas?"
"Ya, tapi—"
"Dan bukankah setelah itu aku mengatakan bahwa sulit menjatuhkan tuduhan pada si pembunuh? Bukankah jelas bahwa aku berbicara tentang dua orang yang berbeda?"
"Tidak. Tidak cukup jelas bagiku!"
"Lalu, bukankah pada permulaan aku berulang kali mengatakan bahwa aku tidak ingin Tuan Inglethorp ditahan sekarang? Tentunya hal itu bisa menjadi petunjuk bagimu."
"Apa kau mencurigai dia sejak lama?"
"Ya. Yang pertama karena yang beruntung dengan kematian Nyonya Inglethorp adalah suaminya. Itu tak bisa disangkal lagi. Lalu ketika aku datang pertama kali ke Styles, memang aku belum punya gambaran bagaimana pembunuhan itu dilakukan, tapi ketika aku kenal Tuan Inglethorp, aku tahu bahwa akan sulit menemukan bukti untuk menghubungkan dia dengan pembunuhan tersebut. Kemudian aku tahu bahwa Nyonya Inglethorplah yang membakar surat wasiat itu. Jadi kau tak perlu mengeluh, Kawan, karena sebenarnya aku telah berusaha memberikan titik terang kepadamu."
"Ya, ya," kata saya tak sabar. "Teruskan."
"Nah. Keyakinanku bahwa Tuan Inglethorp bersalah menjadi guncang. Begitu banyak bukti yang menolak keyakinan itu sehingga aku memikirkan adanya kemungkinan lain."
"Kapan kau berubah pendapat?"
"Ketika aku menyadari bahwa bertambah besar usahaku untuk membersihkan dia, bertambah besar usahanya agar dirinya ditahan. Kemudian, ketika aku tahu bahwa dia tidak punya hubungan apa-apa dengan Nyonya Raikes, dan bahwa Johnlah yang sebenarnya berhubungan dengan Nyonya Raikes, maka aku menjadi yakin."
"Mengapa?"
"Sederhana saja. Seandainya Tuan Inglethorp memang punya hubungan gelap dengan Nyonya Raikes, sikap diamnya bisa dimengerti. Tetapi ternyata seluruh desa tahu bahwa Johnlah yang tertarik pada istri cantik petani itu. Jadi pasti ada sesuatu yang disembunyikan-nya dengan sikapnya tersebut. Tak ada gunanya berpura-pura bahwa dia takut akan skandal itu. Hal ini menyebabkan aku penasaran dan berpikir lebih jauh. Akhirnya aku menyimpulkan bahwa Alfred Inglethorp memang ingin agar ditahan. Eh bien. Sejak itu aku pun berhati-hati agar dia jangan sampai ditahan."
"Tunggu sebentar. Aku tidak mengerti mengapa dia ingin ditahan?"
"Karena, mon ami, hukum di negaramu mengatakan bahwa seseorang yang pernah dibebaskan dari penahanan tidak bisa lagi diajukan ke pengadilan untuk perkara yang sama. Aha! Tapi si Inglethorp itu memang lihai! Dia benar-benar punya cara. Dia tahu benar bahwa dia dicurigai. Jadi dia membuat banyak bukti agar dia ditahan. Tapi kalau sudah ditahan dia akan mengeluarkan senjata ampuhnya—alibi yang kuat dan—dia akan selamat!"
"Tapi aku masih tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa membuat alibi dan pergi
ke toko obat dalam waktu yang bersamaan."
Poirot memandangku dengan heran. "Bagaimana mungkin? Ah, kasihan kau. Belum tahu bahwa Nona Howard yang pergi ke toko obat itu?"
"Nona Howard?"
"Ya. Siapa lagi? Itu kan mudah. Tinggi badannya hampir sama, suaranya besar seperti laki-laki dan dia dengan Inglethorp masih sepupu. Ada persamaan cara mereka berjalan. Sederhana. Pasangan yang cerdik!"
"Tapi aku masih tidak mengerti dengan bromida itu."
"Bon! Aku akan merekonstruksinya. Aku rasa Nona Howardlah otak pembunuhan ini. Kau masih ingat bukan, dia pernah berkata bahwa ayahnya adalah seorang dokter? Barangkali dialah yang menyiapkan obat untuk pasien ayahnya. Atau barangkali dia mendapatkan ide itu dari salah satu buku Nona Cynthia yang tergeletak begitu saja ketika dia belajar untuk ujian. Pokoknya dia tahu bahwa dengan menambahkan bubuk bromida dalam larutan yang mengandung strychnine akan menyebabkan strychninenya mengendap. Barangkali ide itu tiba – tiba saja timbulnya. Nyonya Inglethorp punya sekotak bubuk bromida yang kadang – kadang  diminumnya pada malam hari. Tentunya sangat mudah untuk memasukkan sedikit bubuk bromida ke dalam botol obat Nyonya Inglethorp ketika baru datang dari Coot. Bahayanya tidak ada. Dan tragedi itu baru akan terjadi dua minggu kemudian. Kalau ada orang melihat salah seorang dari mereka memegang-megang botol itu,
maka dalam waktu dua minggu itu mereka akan melupakannya. Nona Howard akan memulai pertengkaran itu, lalu pergi dari Styles. Waktu kepergiannya akan cukup lama dan tidak akan menimbulkan kecurigaan. Memang ide yang amat bagus! Kalau mereka berhenti sampai di situ barangkali kasus itu tak akan pernah terbongkar. Tetapi mereka tidak cukup puas. Mereka menganggap dirinya hebat—jadi akibatnya begitu."
Poirot menghembuskan asap rokoknya yang kecil, Matanya tajam menatap langit - langit.
"Mereka ingin melemparkan kecurigaan pada John Cavendish dengan membeli strychnine dan menandatangani buku di toko obat itu. Pada hari Senin Nyonya Inglethorp akan meminum sisa obatnya yang terakhir. Karena itu, pada jam enam sore, Alfred Inglethorp berusaha agar dilihat sejumlah orang di tempat yang agak jauh dari desa. Nona Howard sebelumnya telah menyebarkan gosip tentang hubungan gelap antara Alfred dengan Nyonya Raikes, supaya Inglethorp punya alasan untuk bersikap diam. Pada jam enam, dengan menyamar sebagai Inglethorp, Nona Howard memasuki toko obat sambil mengobral cerita tentang anjing itu. Dia menuliskan nama Inglethorp dengan tulisan yang dimiripkan dengan tulisan John Cavendish—yang telah dia pelajari baik-baik sebelumnya."
"Tapi, rencana itu bisa gagal, apabila John juga punya alibi yang kuat. Jadi, dia menulis surat kaleng—dengan tulisan yang mirip tulisan John— dan menyuruh John datang ke tempat terpencil. Sejauh itu, rencananya berhasil. Nona Howard kembali ke Middlingham. Alfred Inglethorp kembali ke Styles. Tak ada yang akan bisa menuduhnya, karena Nona
Howard-lah yang membeli strychnine itu—lagi pula, itu semua dirancang agar kecurigaan dilimpahkan kepada John Cavendish."
"Tetapi Nyonya Inglethorp ternyata tidak minum obatnya pada malam itu. Kabel bel
yang putus, ketidakhadiran Cynthia di kamarnya pada hari Senin itu—semua diatur oleh Inglethorp. Tapi ternyata sia-sia. Lalu—dia membuat kekeliruan. Nyonya Inglethorp pergi makan siang. Dia duduk menulis apa yang telah terjadi, dia pikir mungkin Nona Howard gelisah karena rencana mereka tak berhasil. Barangkali Nyonya Inglethorp pulang lebih cepat dari yang diperkirakannya. Kemudian dia cepat-cepat menyembunyikan surat yang ditulisnya dan mengunci mejanya. Dia takut, kalau tetap berada di kamar itu, dia pasti akan membuka laci mejanya dan Nyonya Inglethorp akan melihatnya. Jadi dia ke luar dan berjalan-jalan di hutan, sambil merenung apakah Nyonya Inglethorp membuka mejanya atau tidak."
"Tapi, seperti kita ketahui, Nyonya Inglethorp ternyata menemukan surat itu dan mengetahui pengkhianatan suaminya dan Nona Howard. Sayangnya, kalimat yang menyebutkan tentang bromida itu tidak punya arti apa-apa baginya. Dia tahu bahwa dia dalam bahaya—tapi tidak tahu bentuk bahaya itu bagaimana. Dia memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa pada suaminya, tapi dia menulis surat pada pengacaranya agar datang keesokan paginya. Dia juga memusnahkan surat wasiat yang baru saja dibuatnya. Dia menyimpan surat suaminya."
"Jadi suaminya mencari surat itu dengan membuka paksa tas istrinya?"
"Ya. Dari besarnya bahaya yang mungkin dihadapinya, kita tahu bahwa dia sadar akan pentingnya surat itu. Kalau dia bisa menguasai surat itu, maka tak akan ada bukti yang
bisa menghubungkannya dengan pembunuhan itu."
"Ada yang tidak kumengerti. Mengapa dia tidak memusnahkannya setelah surat itu
ada di tangannya?"
"Karena dia tidak berani mengambil risiko yang lebih besar lagi—dengan menyimpan
surat tersebut."
"Aku tidak mengerti!"
"Begini. Aku telah memperhitungkan bahwa dia hanya punya waktu lima menit untuk
mencari surat itu—lima menit sebelum kedatangan kita ke kamar itu, karena sebelumnya Annie membersihkan tangga dan dia pasti melihat siapa pun yang pergi ke sayap kanan. Bayangkan saja! Dia masuk kamar, dengan memakai kunci yang lain—banyak kunci yang mirip satu sama lain—dan terburu-buru mencari tas istrinya. Ternyata tas itu dikunci dan dia tidak melihat kuncinya di sekitarnva. Ini merupakan hal yang menyulitkan karena kehadirannya di kamar itu pasti akan ketahuan. Tapi dia toh nekat juga, karena surat yang ada di tas itu sangat penting. Dengan cepat dia membuka paksa kunci tas itu dengan pisau lipat dan mengambil suratnya."
"Tapi sebuah kesulitan lain timbul. Dia tidak berani menyimpan surat itu. Barangkali
ada orang yang melihatnya keluar kamar—dan dia takut digeledah. Kalau surat itu ditemukan, dia tak akan bisa berkutik lagi. Barangkali pada detik itu juga dia mendengar Tuan Wells dan John keluar dari ruang kerja Nyonya Inglethorp. Dia harus bertindak cepat. Di mana dia bisa menyembunyikan surat keparat itu? Isi keranjang sampah tetap disimpan dan pasti akan diperiksa. Tak ada alat untuk memusnahkannya. Dia memandang berkeliling dan melihat—apa kira-kira, mon ami"
Saya menggelengkan kepala.
"Dia telah menyobek surat itu menjadi lembaran-lembaran panjang dan memasukkannya ke dalam salah satu vas di atas perapian."
Saya berseru kagum.
"Tak seorang pun akan berpikir untuk melihat-lihat isi vas itu," kata Poirot. "Dan pada
kesempatan yang lebih baik, dia akan bisa mengambil surat tersebut."
"Jadi benda itu selama ini ada di depan hidung kita?" seru saya.
Poirot mengangguk. "Ya, Kawan. Di situlah aku menemukan mata rantai terakhir itu dan aku sangat berterima kasih padamu."
"Padaku?"
"Ya. Kau ingat kan waktu mengatakan bahwa tanganku gemetar ketika membenahi benda-benda pajangan di atas perapian?"
"Ya, tapi aku tidak tahu—"
"Benar. Tapi aku tahu. Aku ingat bahwa pagi harinya, ketika kita di dalam kamar itu,
aku telah membenahi benda-benda di atas perapian. Dan kalau benda-benda itu sudah dibenahi, maka tidak perlu dibenahi lagi kecuali ada orang lain yang menyentuhnya."
"Ah, jadi karena itulah kau bertingkah aneh. Kau cepat-cepat ke Styles dan surat itu
ternyata masih ada di situ?"
"Ya. Aku berpacu dengan waktu."
"Tapi aku masih; belum mengerti mengapa Inglethorp setolol itu—membiarkan surat
tersebut tetap di situ walaupun dia punya kesempatan untuk memusnahkannya."
"Ah, dia nggak punya kesempatan. Aku telah mengaturnya."
"Kau?"
"Ya. Kau ingat waktu kau marah-marah karena aku berteriak-teriak? Kau mengatakan
tak perlu berbuat begitu karena semua orang akan tahu?"
"Ya."
"Nah, pada saat itu aku melihat hanya ada satu kesempatan. Aku belum yakin waktu
itu, apakah si pembunuh itu Inglethorp. Seandainya dia tidak memegang dokumen itu atau menyembunyikannya di suatu tempat, dengan berteriak begitu aku akan mendapat simpati setiap orang di rumah. Inglethorp telah dicurigai. Dengan membuka persoalan itu di muka umum, aku mendapat pelayanan sepuluh orang detektif amatir yang akan memperhatikan gerak-geriknya terus-menerus. Inglethorp sendiri yang merasa dicurigai pasti tidak akan berani bertindak gegabah. Karena itu, terpaksa dia meninggalkan rumah dan meninggalkan surat itu di dalam vas."
"Tapi tentunya Nona Howard punya kesempatan banyak untuk membantu dia."
"Ya, tapi dia kan tidak tahu apa-apa tentang surat itu. Dan sesuai dengan rencana mereka, dia tak akan bicara dengan Inglethorp. Mereka bersikap sebagai musuh. Sampai John Cavendish diputuskan bersalah, mereka tak akan berani bertemu. Tentu saja aku sudah menyuruh seseorang untuk selalu memata-matai Inglethorp. Aku berharap cepat atau lambat dia akan menunjukkan tempat dokumen itu disembunyikan. Tapi dia cukup cerdik dan bersikap baik-baik saja. Surat itu aman di tempatnya, karena tak ada orang yang berpikir untuk mencarinya pada minggu pertama. Mungkin dalam minggu berikut dan seterusnya pun akan demikian. Tapi karena kaulah, semuanya jadi terbongkar."
"Aku mengerti sekarang. Tapi kapan kau mulai mencurigai Nona Howard?"
"Ketika aku tahu bahwa dia berbohong tentang surat yang diterimanya dari Nyonya Inglethorp pada waktu pemeriksaan."
"Apa yang terjadi?"
"Kau melihat surat itu? Masih ingat rupa surat itu?"
"Ya—samar-samar."
"Kau masih ingat kan, bahwa tulisan Nyonya Inglethorp sangat jelas dengan jarak yang cukup lebar antara satu kata dengan kata lainnya? Tetapi kalau kau melihat tanggal di bagian atas surat, 17 Juli, ditulis amat berbeda. Kau mengerti maksudku?"
"Tidak," saya mengaku.
"Surat itu tidak ditulis pada tanggal 17 Juli tapi tanggal 7 Juli—sehari setelah kepergian Nona Howard. Tapi karena ada tambahan angka 1, maka tanggalnya menjadi 17."
"Mengapa dia menambahkannya?"
"Pertanyaan itulah yang ingin kuketahui jawabnya. Mengapa dia menyembunyikan surat yang ditulis pada tanggal 17 dan menggantinya dengan surat palsu? Karena dia tidak ingin menunjukkan surat yang bertanggal 17. Mengapa? Waktu itu juga aku langsung curiga. Kau pasti ingat kata-kataku agar kita hati-hati pada orang yang tidak mengatakan hal yang sebenarnya."
"Tapi setelah itu, kau meyakinkanku dengan dua alasan mengapa Nona Howard tidak
mungkin 'melakukan' kejahatan itu!" seruku.
"Aku punya alasan bagus," jawab Poirot. "Untuk saat yang cukup lama hal itu membuatku bingung sampai aku teringat bahwa dia dan Alfred adalah saudara sepupu. Dia tak akan bisa melaksanakan rencananya sendirian. Tapi alasan itu tidak membuatnya mundur. Lalu juga sikap bencinya yang berlebihan! Sikap yang demikian biasanya menyembunyikan perasaan yang sebaliknya. Pasti ada ikatan di antara mereka sebelum keduanya datang ke Styles. Mereka telah merencanakan semuanya—bahwa Alfred harus menikah dengan wanita tua yang kaya tetapi agak bodoh itu, dan berusaha agar dia meninggalkan semua hartanya untuknya. Seandainya mereka berhasil, mungkin mereka akan pergi meninggalkan Inggris. Dan hidup bersama dari uang si korban."
"Mereka adalah pasangan yang lihai dan bejat. Di satu pihak kecurigaan-kecurigaan dilemparkan pada Alfred. Di pihak lain Nona Howard membuat persiapan untuk tujuan yang berbeda. Dia datang dari Middlingham dengan meyakinkan. Tak ada kecurigaan padanya. Dia bebas melakukan apa saja di rumah itu. Dia bebas menyembunyikan botol strychnine di kamar John. Dia meletakkan jenggot di loteng. Dia mengatur sedemikian rupa sehingga cepat atau lambat benda itu akan ditemukan."
"Aku tak mengerti mengapa mereka mencoba melemparkan kecurigaan pada John. Seandainya Lawrence yang kena, rasanya akan lebih mudah."
"Ya. Itu hanya kebetulan saja. Semua bukti yang memberatkan dia juga merupakan kebetulan. Tentu sangat menjengkelkan keduanya,"
"Dan sikapnya juga tidak membantu," kata saya merenung.
"Ya. Kau pasti tahu apa yang menyebabkannya?"
"Tidak."
"Kau tidak tahu bahwa dia mengira Nona Cynthia yang bersalah?"
"Tidak," seru saya terkejut. "Tak mungkin!"
"Mungkin saja. Aku dulu juga hampir berpikir begitu. Aku sudah punya pikiran begitu ketika aku bertanya kepada Tuan Wellls tentang surat wasiat itu. Lalu ada bubuk bromida yang disiapkannya. Dan kebolehannya berakting sebagai laki-laki seperti diceritakan Dorcas. Sebenarnya banyak sekali bukti yang memberatkan dia."
"Jangan main-main, Poirot."
"Tidak. Aku serius. Kau tahu apa yang membuat Lawrence pucat ketika dia masuk ke
kamar ibunya pada malam yang naas itu? Karena ketika ibunya sedang tergeletak bergulat dengan maut, dia melihat bahwa pintu yang menghubungkan kamar ibunya dengan kamar Nona Cynthia tidak digerendel."
"Tapi dia mengatakan bahwa pintu itu digerendel!" seru saya.
"Tepat," kata Poirot. "Dan justru hal itulah yang membuatku bertambah yakin bahwa
pintu itu tidak digerendel. Dia ingin melindungi Nona Cynthia."
"Tapi kenapa dia melindunginya?"
"Karena dia jatuh cinta pada gadis itu."
Saya tertawa. "Nah, sekarang kau yang keliru! Kebetulan aku tahu dari sebuah fakta bahwa dia bukannya sedang jatuh cinta tapi sangat benci pada Cynthia."
"Siapa yang mengatakan hal itu, mon ami"
"Cynthia sendiri."
"La pauvrc pctitel Dan dia sedih?"
"Katanya dia tidak apa-apa."
"Kalau begitu dia pasti apa-apa," kata Poirot. "Memang wanita biasanya begitu!"
"Yang kaukatakan tentang Lawrence tadi membuatku heran."
"Mengapa? Itu kan kelihatan jelas. Bukankah dia selalu bermuka masam setiap kali Nona Cynthia tertawa dan bicara dengan kakaknya? Dia menyangka gadis itu jatuh cinta pada kakaknya. Ketika dia masuk kamar ibunya yang kena racun, dia mengira bahwa gadis itu terlibat di dalamnya. Dia jadi kacau. Lalu dia menghancurkan cangkir kopi itu karena dia ingat bahwa Cynthia pergi ke luar malam sebelumnya. Dia bermaksud melenyapkan semua bukti yang memberatkan Cynthia. Karena itulah dia mengemukakan pendapat tentang kematian yang wajar."
"Bagaimana dengan cangkir kopi ekstra itu?"
"Aku yakin bahwa Nyonya Cavendish-lah yang menyembunyikannya, tapi aku harus membuktikannya. Mula-mula Lawrence tidak tahu apa yang aku maksud, tetapi setelah berpikir, dia menarik kesimpulan bahwa kalau dia bisa menemukan cangkir ekstra itu, gadis yang dicintainya itu akan bebas dari tuduhan. Dan dia memang benar."
"Satu hal lagi. Apa yang dimaksud Nyonya Inglethorp dengan kata-kata terakhirnya?"
"Tentu saja tuduhan pada suaminya."
"Ah, rasanya kau telah menerangkan semuanya padaku. Aku senang karena semua berakhir dengan baik. John dan istrinya juga sudah berbaik kembali."
"Karena aku."
"Apa maksudmu?
"Apakah kau tidak mengerti bahwa penahanan John-lah yang menyebabkan mereka
berkumpul kembali? Bahwa John Cavendish masih cinta pada istrinya itu aku yakin. Juga bahwa istrinya mencintai dia. Tapi mereka bertambah lama bertambah jauh. Semuanya itu karena salah pengertian. Nyonya Cavendish memang dulu tidak cinta pada suaminya. Dan suaminya tahu. Dia adalah seorang laki-laki yang sensitif dan tidak mau memaksa kalau istrinya tidak mau. Tetapi ketika dia mundur, cinta istrinya tumbuh. Tapi keduanya adalah manusia angkuh dan keangkuhan mereka justru memisahkan mereka. John kemudian bermain-main dengan Nyonya Raikes. Dan istrinya dengan sadar memupuk persahabatan dengan Dokter Bauerstein. Kau masih ingat waktu aku ragu-ragu membuat keputusan?"
"Ya. Aku bisa mengerti kesulitanmu."
"Maaf, Kawan, aku rasa kau tak mengerti sama sekali. Aku berpikir apakah sebaiknya aku membebaskan John Cavendish dari tuduhan itu sama sekali. Aku bisa saja membebaskannya sekaligus saat itu, walaupun itu berarti kegagalan untuk menangkap si pembunuh. Mereka sama sekali tidak mengerti sikapku sampai saat terakhir."
"Maksudmu sebenarnya kau bisa membebaskan John Cavendish dari awal supaya tidak dibawa ke pangadilan?"
"Ya, betul. Tapi aku memutuskan dengan pertimbangan 'demi kebahagiaan seorang wanita'. Kesulitan dan bahaya yang mereka hadapi ituia yang akan membawa kedua orang
angkuh itu bersatu kembali."
Saya memandang Poirot dengan kagum. Benar-benar hebat orang ini. Tak seorang pun pernah berpikir bahwa suatu pengadilan pembunuhan bisa menjadi alat perukun kebahagiaan!
"Aku mengerti apa yang kaupikir, mon ami," katanya sambil tersenyum. "Tak seorang pun kecuali Hercule Poirot akan mencoba hal seperti itu! Sebenarnya memang itulah yang terpenting. Kebahagiaan seorang laki-laki dan seorang wanita. Kata-katanya membuat saya merenungkan beberapa hal yang telah lewat. Saya teringat pada Mary yang terbaring pucat di sofa, mendengar, dan mendengar. Lalu lonceng berbunyi di bawah. Dia terkejut. Poirot membuka pintu, dan sambil menatap matanya yang pedih dia berkata, "Ya, Nyonya, saya membawanya kembali pada Anda."
Poirot minggir dan saya ke luar. Tapi saya sempat melihat sinar cinta dalam mata Mary dan John Cavendish mendekap istrinya.
"Barangkali kau benar, Poirot," kata saya pelahan. "Memang itulah yang paling penting di dunia."
Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu dan Cynthia melongokkan kepalanya. "Saya—saya hanya—"
"Masuklah," sahut saya sambil berdiri. Dia masuk tapi tidak duduk.
"Saya—hanya ingin mengatakan—"
"Ya?"
Cynthia memain-mainkan benang di tarikannya. Kemudian dia berseru, "Kalian sangat baik!" Dan mencium saya, lalu Poirot. Lalu dia berlari ke luar.
"Apa maksudnya?" tanya saya, heran. Memang menyenangkan rasanya dicium Cynthia. Tapi kata – katanya tadi kok—
"Artinya dia tahu bahwa Lawrence ternyata tidak membencinya seperti yang dianggapnya," jawab Poirot.
"Tapi—"
"Ini dia."
Lawrence lewat di depan pintu. "Oh, Tuan Lawrence," panggil Poirot. "Kami harus memberi selamat pada Anda, bukan?"
Wajah Lawrence menjadi merah dan dia tersenyum kaku. Seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta memang merupakan tontonan yang menimbulkan belas kasihan. Dan Cynthia memang menarik. Saya menarik napas panjang.
"Ada apa, mon ami"
"Nggak ada apa-apa," kata saya sedih. "Mereka berdua adalah wanita-wanita yang menyenangkan!"
"Tapi tak seorang pun untukmu?" kata Poirot.
"Tak apa. Sudahlah. Kita mungkin akan mendapat yang lain. Siapa tahu?"


-=THE END=-

0 comments:

Post a Comment