BAB TIGA BELAS
PENJELASAN POIROT
"Poirot!
Dasar! Ingin rasanya aku mencekikmu. Kenapa pakai mencurangi teman segala?"
Kami duduk di
ruang perpustakaan setelah melalui beberapa hari yang sibuk. Di ruang bawah
John dan Mary telah bersatu kembali, sedang Alfred Inglethorp dan Nona Howard
ditahan yang berwajib. Sekarang saya bisa bicara bebas dengan Poirot dan
bertanya dengan bebas. Poirot tidak langsung menjawab. Tapi akhirnya dia
berkata, "Aku tidak mencurangimu, mon ami. Aku hanya membiarkan dirimu
tertipu oleh dirimu sendiri."
"Ya. Tapi
mengapa?"
"Sulit
dijelaskan. Karena kau adalah seorang yang jujur. Setiap perubahan akan terlihat
di wajahmu—juga perubahan perasaanmu! Seandainya aku memberi tahu apa yang
kupikirkan itu kepadamu, pasti Tuan Inglethorp yang licin itu bisa menebak dan
menghindar. Jadi kita tak akan punya kesempatan untuk menangkap dia!"
"Rasanya
kau pernah mengatakan bahwa aku cukup pintar berdiplomasi."
"Jangan
marah, Kawan," kata Poirot menghibur. "Bantuan yang kau berikan
sungguh luar biasa. Kesulitannya adalah bahwa kau punya sifat yang terlalu
baik."
"Ya—"
kata saya mulai lunak. "Setidak-tidaknya kau kan bisa memberi satu atau
dua petunjuk."
"Lho, kan
sudah. Beberapa, malah. Tapi kau tidak mau tahu. Coba pikir sekarang. Apa aku
pernah mengatakan bahwa John Cavendish bersalah? Bukankah aku mengatakan bahwa
pasti dia bebas?"
"Ya,
tapi—"
"Dan
bukankah setelah itu aku mengatakan bahwa sulit menjatuhkan tuduhan pada si pembunuh?
Bukankah jelas bahwa aku berbicara tentang dua orang yang berbeda?"
"Tidak.
Tidak cukup jelas bagiku!"
"Lalu,
bukankah pada permulaan aku berulang kali mengatakan bahwa aku tidak ingin Tuan
Inglethorp ditahan sekarang? Tentunya hal itu bisa menjadi petunjuk
bagimu."
"Apa kau
mencurigai dia sejak lama?"
"Ya. Yang
pertama karena yang beruntung dengan kematian Nyonya Inglethorp adalah
suaminya. Itu tak bisa disangkal lagi. Lalu ketika aku datang pertama kali ke Styles,
memang aku belum punya gambaran bagaimana pembunuhan itu dilakukan, tapi ketika
aku kenal Tuan Inglethorp, aku tahu bahwa akan sulit menemukan bukti untuk
menghubungkan dia dengan pembunuhan tersebut. Kemudian aku tahu bahwa Nyonya
Inglethorplah yang membakar surat wasiat itu. Jadi kau tak perlu mengeluh, Kawan,
karena sebenarnya aku telah berusaha memberikan titik terang kepadamu."
"Ya,
ya," kata saya tak sabar. "Teruskan."
"Nah.
Keyakinanku bahwa Tuan Inglethorp bersalah menjadi guncang. Begitu banyak bukti
yang menolak keyakinan itu sehingga aku memikirkan adanya kemungkinan lain."
"Kapan kau
berubah pendapat?"
"Ketika
aku menyadari bahwa bertambah besar usahaku untuk membersihkan dia, bertambah
besar usahanya agar dirinya ditahan. Kemudian, ketika aku tahu bahwa dia tidak
punya hubungan apa-apa dengan Nyonya Raikes, dan bahwa Johnlah yang sebenarnya
berhubungan dengan Nyonya Raikes, maka aku menjadi yakin."
"Mengapa?"
"Sederhana
saja. Seandainya Tuan Inglethorp memang punya hubungan gelap dengan Nyonya
Raikes, sikap diamnya bisa dimengerti. Tetapi ternyata seluruh desa tahu bahwa
Johnlah yang tertarik pada istri cantik petani itu. Jadi pasti ada sesuatu yang
disembunyikan-nya dengan sikapnya tersebut. Tak ada gunanya berpura-pura bahwa dia
takut akan skandal itu. Hal ini menyebabkan aku penasaran dan berpikir lebih jauh.
Akhirnya aku menyimpulkan bahwa Alfred Inglethorp memang ingin agar ditahan. Eh
bien. Sejak itu aku pun berhati-hati agar dia jangan sampai ditahan."
"Tunggu
sebentar. Aku tidak mengerti mengapa dia ingin ditahan?"
"Karena,
mon ami, hukum di negaramu mengatakan bahwa seseorang yang pernah dibebaskan
dari penahanan tidak bisa lagi diajukan ke pengadilan untuk perkara yang sama.
Aha! Tapi si Inglethorp itu memang lihai! Dia benar-benar punya cara. Dia tahu
benar bahwa dia dicurigai. Jadi dia membuat banyak bukti agar dia ditahan. Tapi
kalau sudah ditahan dia akan mengeluarkan senjata ampuhnya—alibi yang kuat dan—dia
akan selamat!"
"Tapi aku
masih tidak mengerti bagaimana mungkin dia bisa membuat alibi dan pergi
ke toko obat dalam waktu yang bersamaan."
Poirot
memandangku dengan heran. "Bagaimana mungkin? Ah, kasihan kau. Belum tahu
bahwa Nona Howard yang pergi ke toko obat itu?"
"Nona
Howard?"
"Ya. Siapa
lagi? Itu kan mudah. Tinggi badannya hampir sama, suaranya besar seperti laki-laki
dan dia dengan Inglethorp masih sepupu. Ada persamaan cara mereka berjalan.
Sederhana. Pasangan yang cerdik!"
"Tapi aku
masih tidak mengerti dengan bromida itu."
"Bon! Aku
akan merekonstruksinya. Aku rasa Nona Howardlah otak pembunuhan ini. Kau masih
ingat bukan, dia pernah berkata bahwa ayahnya adalah seorang dokter? Barangkali
dialah yang menyiapkan obat untuk pasien ayahnya. Atau barangkali dia
mendapatkan ide itu dari salah satu buku Nona Cynthia yang tergeletak begitu
saja ketika dia belajar untuk ujian. Pokoknya dia tahu bahwa dengan menambahkan
bubuk bromida dalam larutan yang mengandung strychnine akan menyebabkan
strychninenya mengendap. Barangkali ide itu tiba – tiba saja timbulnya. Nyonya
Inglethorp punya sekotak bubuk bromida yang kadang – kadang diminumnya pada malam hari. Tentunya sangat
mudah untuk memasukkan sedikit bubuk bromida ke dalam botol obat Nyonya
Inglethorp ketika baru datang dari Coot. Bahayanya tidak ada. Dan tragedi itu
baru akan terjadi dua minggu kemudian. Kalau ada orang melihat salah seorang
dari mereka memegang-megang botol itu,
maka dalam waktu dua minggu itu mereka akan melupakannya. Nona
Howard akan memulai pertengkaran itu, lalu pergi dari Styles. Waktu
kepergiannya akan cukup lama dan tidak akan menimbulkan kecurigaan. Memang ide
yang amat bagus! Kalau mereka berhenti sampai di situ barangkali kasus itu tak
akan pernah terbongkar. Tetapi mereka tidak cukup puas. Mereka menganggap
dirinya hebat—jadi akibatnya begitu."
Poirot
menghembuskan asap rokoknya yang kecil, Matanya tajam menatap langit - langit.
"Mereka
ingin melemparkan kecurigaan pada John Cavendish dengan membeli strychnine dan
menandatangani buku di toko obat itu. Pada hari Senin Nyonya Inglethorp akan
meminum sisa obatnya yang terakhir. Karena itu, pada jam enam sore, Alfred
Inglethorp berusaha agar dilihat sejumlah orang di tempat yang agak jauh dari
desa. Nona Howard sebelumnya telah menyebarkan gosip tentang hubungan gelap
antara Alfred dengan Nyonya Raikes, supaya Inglethorp punya alasan untuk
bersikap diam. Pada jam enam, dengan menyamar sebagai Inglethorp, Nona Howard
memasuki toko obat sambil mengobral cerita tentang anjing itu. Dia menuliskan
nama Inglethorp dengan tulisan yang dimiripkan dengan tulisan John
Cavendish—yang telah dia pelajari baik-baik sebelumnya."
"Tapi,
rencana itu bisa gagal, apabila John juga punya alibi yang kuat. Jadi, dia menulis
surat kaleng—dengan tulisan yang mirip tulisan John— dan menyuruh John datang
ke tempat terpencil. Sejauh itu, rencananya berhasil. Nona Howard kembali ke
Middlingham. Alfred Inglethorp kembali ke Styles. Tak ada yang akan bisa
menuduhnya, karena Nona
Howard-lah yang membeli strychnine itu—lagi pula, itu semua
dirancang agar kecurigaan dilimpahkan kepada John Cavendish."
"Tetapi
Nyonya Inglethorp ternyata tidak minum obatnya pada malam itu. Kabel bel
yang putus, ketidakhadiran Cynthia di kamarnya pada hari Senin
itu—semua diatur oleh Inglethorp. Tapi ternyata sia-sia. Lalu—dia membuat kekeliruan.
Nyonya Inglethorp pergi makan siang. Dia duduk menulis apa yang telah terjadi,
dia pikir mungkin Nona Howard gelisah karena rencana mereka tak berhasil.
Barangkali Nyonya Inglethorp pulang lebih cepat dari yang diperkirakannya.
Kemudian dia cepat-cepat menyembunyikan surat yang ditulisnya dan mengunci
mejanya. Dia takut, kalau tetap berada di kamar itu, dia pasti akan membuka
laci mejanya dan Nyonya Inglethorp akan melihatnya. Jadi dia ke luar dan
berjalan-jalan di hutan, sambil merenung apakah Nyonya Inglethorp membuka
mejanya atau tidak."
"Tapi,
seperti kita ketahui, Nyonya Inglethorp ternyata menemukan surat itu dan mengetahui
pengkhianatan suaminya dan Nona Howard. Sayangnya, kalimat yang menyebutkan
tentang bromida itu tidak punya arti apa-apa baginya. Dia tahu bahwa dia dalam
bahaya—tapi tidak tahu bentuk bahaya itu bagaimana. Dia memutuskan untuk tidak
mengatakan apa-apa pada suaminya, tapi dia menulis surat pada pengacaranya agar
datang keesokan paginya. Dia juga memusnahkan surat wasiat yang baru saja
dibuatnya. Dia menyimpan surat suaminya."
"Jadi
suaminya mencari surat itu dengan membuka paksa tas istrinya?"
"Ya. Dari
besarnya bahaya yang mungkin dihadapinya, kita tahu bahwa dia sadar akan pentingnya
surat itu. Kalau dia bisa menguasai surat itu, maka tak akan ada bukti yang
bisa menghubungkannya dengan pembunuhan itu."
"Ada yang
tidak kumengerti. Mengapa dia tidak memusnahkannya setelah surat itu
ada di tangannya?"
"Karena
dia tidak berani mengambil risiko yang lebih besar lagi—dengan menyimpan
surat tersebut."
"Aku tidak
mengerti!"
"Begini.
Aku telah memperhitungkan bahwa dia hanya punya waktu lima menit untuk
mencari surat itu—lima menit sebelum kedatangan kita ke kamar itu,
karena sebelumnya Annie membersihkan tangga dan dia pasti melihat siapa pun
yang pergi ke sayap kanan. Bayangkan saja! Dia masuk kamar, dengan memakai
kunci yang lain—banyak kunci yang mirip satu sama lain—dan terburu-buru mencari
tas istrinya. Ternyata tas itu dikunci dan dia tidak melihat kuncinya di
sekitarnva. Ini merupakan hal yang menyulitkan karena kehadirannya di kamar itu
pasti akan ketahuan. Tapi dia toh nekat juga, karena surat yang ada di tas itu
sangat penting. Dengan cepat dia membuka paksa kunci tas itu dengan pisau lipat
dan mengambil suratnya."
"Tapi
sebuah kesulitan lain timbul. Dia tidak berani menyimpan surat itu. Barangkali
ada orang yang melihatnya keluar kamar—dan dia takut digeledah.
Kalau surat itu ditemukan, dia tak akan bisa berkutik lagi. Barangkali pada
detik itu juga dia mendengar Tuan Wells dan John keluar dari ruang kerja Nyonya
Inglethorp. Dia harus bertindak cepat. Di mana dia bisa menyembunyikan surat
keparat itu? Isi keranjang sampah tetap disimpan dan pasti akan diperiksa. Tak
ada alat untuk memusnahkannya. Dia memandang berkeliling dan melihat—apa
kira-kira, mon ami"
Saya
menggelengkan kepala.
"Dia telah
menyobek surat itu menjadi lembaran-lembaran panjang dan memasukkannya ke dalam
salah satu vas di atas perapian."
Saya berseru
kagum.
"Tak
seorang pun akan berpikir untuk melihat-lihat isi vas itu," kata Poirot.
"Dan pada
kesempatan yang lebih baik, dia akan bisa mengambil surat
tersebut."
"Jadi
benda itu selama ini ada di depan hidung kita?" seru saya.
Poirot
mengangguk. "Ya, Kawan. Di situlah aku menemukan mata rantai terakhir itu
dan aku sangat berterima kasih padamu."
"Padaku?"
"Ya. Kau
ingat kan waktu mengatakan bahwa tanganku gemetar ketika membenahi benda-benda
pajangan di atas perapian?"
"Ya, tapi
aku tidak tahu—"
"Benar.
Tapi aku tahu. Aku ingat bahwa pagi harinya, ketika kita di dalam kamar itu,
aku telah membenahi benda-benda di atas perapian. Dan kalau
benda-benda itu sudah dibenahi, maka tidak perlu dibenahi lagi kecuali ada
orang lain yang menyentuhnya."
"Ah, jadi
karena itulah kau bertingkah aneh. Kau cepat-cepat ke Styles dan surat itu
ternyata masih ada di situ?"
"Ya. Aku
berpacu dengan waktu."
"Tapi aku
masih; belum mengerti mengapa Inglethorp setolol itu—membiarkan surat
tersebut tetap di situ walaupun dia punya kesempatan untuk
memusnahkannya."
"Ah, dia
nggak punya kesempatan. Aku telah mengaturnya."
"Kau?"
"Ya. Kau
ingat waktu kau marah-marah karena aku berteriak-teriak? Kau mengatakan
tak perlu berbuat begitu karena semua orang akan tahu?"
"Ya."
"Nah, pada
saat itu aku melihat hanya ada satu kesempatan. Aku belum yakin waktu
itu, apakah si pembunuh itu Inglethorp. Seandainya dia tidak
memegang dokumen itu atau menyembunyikannya di suatu tempat, dengan berteriak
begitu aku akan mendapat simpati setiap orang di rumah. Inglethorp telah
dicurigai. Dengan membuka persoalan itu di muka umum, aku mendapat pelayanan
sepuluh orang detektif amatir yang akan memperhatikan gerak-geriknya
terus-menerus. Inglethorp sendiri yang merasa dicurigai pasti tidak akan berani
bertindak gegabah. Karena itu, terpaksa dia meninggalkan rumah dan meninggalkan
surat itu di dalam vas."
"Tapi
tentunya Nona Howard punya kesempatan banyak untuk membantu dia."
"Ya, tapi
dia kan tidak tahu apa-apa tentang surat itu. Dan sesuai dengan rencana mereka,
dia tak akan bicara dengan Inglethorp. Mereka bersikap sebagai musuh. Sampai
John Cavendish diputuskan bersalah, mereka tak akan berani bertemu. Tentu saja
aku sudah menyuruh seseorang untuk selalu memata-matai Inglethorp. Aku berharap
cepat atau lambat dia akan menunjukkan tempat dokumen itu disembunyikan. Tapi
dia cukup cerdik dan bersikap baik-baik saja. Surat itu aman di tempatnya,
karena tak ada orang yang berpikir untuk mencarinya pada minggu pertama. Mungkin
dalam minggu berikut dan seterusnya pun akan demikian. Tapi karena kaulah,
semuanya jadi terbongkar."
"Aku
mengerti sekarang. Tapi kapan kau mulai mencurigai Nona Howard?"
"Ketika
aku tahu bahwa dia berbohong tentang surat yang diterimanya dari Nyonya Inglethorp
pada waktu pemeriksaan."
"Apa yang
terjadi?"
"Kau
melihat surat itu? Masih ingat rupa surat itu?"
"Ya—samar-samar."
"Kau masih
ingat kan, bahwa tulisan Nyonya Inglethorp sangat jelas dengan jarak yang cukup
lebar antara satu kata dengan kata lainnya? Tetapi kalau kau melihat tanggal di
bagian atas surat, 17 Juli, ditulis amat berbeda. Kau mengerti maksudku?"
"Tidak,"
saya mengaku.
"Surat itu
tidak ditulis pada tanggal 17 Juli tapi tanggal 7 Juli—sehari setelah kepergian
Nona Howard. Tapi karena ada tambahan angka 1, maka tanggalnya menjadi
17."
"Mengapa
dia menambahkannya?"
"Pertanyaan
itulah yang ingin kuketahui jawabnya. Mengapa dia menyembunyikan surat yang
ditulis pada tanggal 17 dan menggantinya dengan surat palsu? Karena dia tidak
ingin menunjukkan surat yang bertanggal 17. Mengapa? Waktu itu juga aku langsung
curiga. Kau pasti ingat kata-kataku agar kita hati-hati pada orang yang tidak mengatakan
hal yang sebenarnya."
"Tapi
setelah itu, kau meyakinkanku dengan dua alasan mengapa Nona Howard tidak
mungkin 'melakukan' kejahatan itu!" seruku.
"Aku punya
alasan bagus," jawab Poirot. "Untuk saat yang cukup lama hal itu membuatku
bingung sampai aku teringat bahwa dia dan Alfred adalah saudara sepupu. Dia tak
akan bisa melaksanakan rencananya sendirian. Tapi alasan itu tidak membuatnya
mundur. Lalu juga sikap bencinya yang berlebihan! Sikap yang demikian biasanya
menyembunyikan perasaan yang sebaliknya. Pasti ada ikatan di antara mereka
sebelum keduanya datang ke Styles. Mereka telah merencanakan semuanya—bahwa
Alfred harus menikah dengan wanita tua yang kaya tetapi agak bodoh itu, dan
berusaha agar dia meninggalkan semua hartanya untuknya. Seandainya mereka
berhasil, mungkin mereka akan pergi meninggalkan Inggris. Dan hidup bersama
dari uang si korban."
"Mereka
adalah pasangan yang lihai dan bejat. Di satu pihak kecurigaan-kecurigaan dilemparkan
pada Alfred. Di pihak lain Nona Howard membuat persiapan untuk tujuan yang
berbeda. Dia datang dari Middlingham dengan meyakinkan. Tak ada kecurigaan
padanya. Dia bebas melakukan apa saja di rumah itu. Dia bebas menyembunyikan
botol strychnine di kamar John. Dia meletakkan jenggot di loteng. Dia mengatur
sedemikian rupa sehingga cepat atau lambat benda itu akan ditemukan."
"Aku tak
mengerti mengapa mereka mencoba melemparkan kecurigaan pada John. Seandainya
Lawrence yang kena, rasanya akan lebih mudah."
"Ya. Itu
hanya kebetulan saja. Semua bukti yang memberatkan dia juga merupakan kebetulan.
Tentu sangat menjengkelkan keduanya,"
"Dan
sikapnya juga tidak membantu," kata saya merenung.
"Ya. Kau
pasti tahu apa yang menyebabkannya?"
"Tidak."
"Kau tidak
tahu bahwa dia mengira Nona Cynthia yang bersalah?"
"Tidak,"
seru saya terkejut. "Tak mungkin!"
"Mungkin
saja. Aku dulu juga hampir berpikir begitu. Aku sudah punya pikiran begitu
ketika aku bertanya kepada Tuan Wellls tentang surat wasiat itu. Lalu ada bubuk
bromida yang disiapkannya. Dan kebolehannya berakting sebagai laki-laki seperti
diceritakan Dorcas. Sebenarnya banyak sekali bukti yang memberatkan dia."
"Jangan
main-main, Poirot."
"Tidak.
Aku serius. Kau tahu apa yang membuat Lawrence pucat ketika dia masuk ke
kamar ibunya pada malam yang naas itu? Karena ketika ibunya sedang
tergeletak bergulat dengan maut, dia melihat bahwa pintu yang menghubungkan
kamar ibunya dengan kamar Nona Cynthia tidak digerendel."
"Tapi dia
mengatakan bahwa pintu itu digerendel!" seru saya.
"Tepat,"
kata Poirot. "Dan justru hal itulah yang membuatku bertambah yakin bahwa
pintu itu tidak digerendel. Dia ingin melindungi Nona
Cynthia."
"Tapi
kenapa dia melindunginya?"
"Karena
dia jatuh cinta pada gadis itu."
Saya tertawa. "Nah,
sekarang kau yang keliru! Kebetulan aku tahu dari sebuah fakta bahwa dia bukannya
sedang jatuh cinta tapi sangat benci pada Cynthia."
"Siapa
yang mengatakan hal itu, mon ami"
"Cynthia
sendiri."
"La pauvrc
pctitel Dan dia sedih?"
"Katanya
dia tidak apa-apa."
"Kalau
begitu dia pasti apa-apa," kata Poirot. "Memang wanita biasanya
begitu!"
"Yang
kaukatakan tentang Lawrence tadi membuatku heran."
"Mengapa?
Itu kan kelihatan jelas. Bukankah dia selalu bermuka masam setiap kali Nona
Cynthia tertawa dan bicara dengan kakaknya? Dia menyangka gadis itu jatuh cinta
pada kakaknya. Ketika dia masuk kamar ibunya yang kena racun, dia mengira bahwa
gadis itu terlibat di dalamnya. Dia jadi kacau. Lalu dia menghancurkan cangkir kopi
itu karena dia ingat bahwa Cynthia pergi ke luar malam sebelumnya. Dia
bermaksud melenyapkan semua bukti yang memberatkan Cynthia. Karena itulah dia mengemukakan
pendapat tentang kematian yang wajar."
"Bagaimana
dengan cangkir kopi ekstra itu?"
"Aku yakin
bahwa Nyonya Cavendish-lah yang menyembunyikannya, tapi aku harus membuktikannya.
Mula-mula Lawrence tidak tahu apa yang aku maksud, tetapi setelah berpikir, dia
menarik kesimpulan bahwa kalau dia bisa menemukan cangkir ekstra itu, gadis
yang dicintainya itu akan bebas dari tuduhan. Dan dia memang benar."
"Satu hal
lagi. Apa yang dimaksud Nyonya Inglethorp dengan kata-kata terakhirnya?"
"Tentu
saja tuduhan pada suaminya."
"Ah,
rasanya kau telah menerangkan semuanya padaku. Aku senang karena semua berakhir
dengan baik. John dan istrinya juga sudah berbaik kembali."
"Karena
aku."
"Apa
maksudmu?
"Apakah
kau tidak mengerti bahwa penahanan John-lah yang menyebabkan mereka
berkumpul kembali? Bahwa John Cavendish masih cinta pada istrinya itu
aku yakin. Juga bahwa istrinya mencintai dia. Tapi mereka bertambah lama
bertambah jauh. Semuanya itu karena salah pengertian. Nyonya Cavendish memang
dulu tidak cinta pada suaminya. Dan suaminya tahu. Dia adalah seorang laki-laki
yang sensitif dan tidak mau memaksa kalau istrinya tidak mau. Tetapi ketika dia
mundur, cinta istrinya tumbuh. Tapi keduanya adalah manusia angkuh dan
keangkuhan mereka justru memisahkan mereka. John kemudian bermain-main dengan
Nyonya Raikes. Dan istrinya dengan sadar memupuk persahabatan dengan Dokter
Bauerstein. Kau masih ingat waktu aku ragu-ragu membuat keputusan?"
"Ya. Aku
bisa mengerti kesulitanmu."
"Maaf,
Kawan, aku rasa kau tak mengerti sama sekali. Aku berpikir apakah sebaiknya aku
membebaskan John Cavendish dari tuduhan itu sama sekali. Aku bisa saja
membebaskannya sekaligus saat itu, walaupun itu berarti kegagalan untuk
menangkap si pembunuh. Mereka sama sekali tidak mengerti sikapku sampai saat
terakhir."
"Maksudmu
sebenarnya kau bisa membebaskan John Cavendish dari awal supaya tidak dibawa ke
pangadilan?"
"Ya,
betul. Tapi aku memutuskan dengan pertimbangan 'demi kebahagiaan seorang wanita'.
Kesulitan dan bahaya yang mereka hadapi ituia yang akan membawa kedua orang
angkuh itu bersatu kembali."
Saya memandang
Poirot dengan kagum. Benar-benar hebat orang ini. Tak seorang pun pernah
berpikir bahwa suatu pengadilan pembunuhan bisa menjadi alat perukun kebahagiaan!
"Aku
mengerti apa yang kaupikir, mon ami," katanya sambil tersenyum. "Tak
seorang pun kecuali Hercule Poirot akan mencoba hal seperti itu! Sebenarnya
memang itulah yang terpenting. Kebahagiaan seorang laki-laki dan seorang wanita.
Kata-katanya membuat saya merenungkan beberapa hal yang telah lewat. Saya teringat
pada Mary yang terbaring pucat di sofa, mendengar, dan mendengar. Lalu lonceng
berbunyi di bawah. Dia terkejut. Poirot membuka pintu, dan sambil menatap matanya
yang pedih dia berkata, "Ya, Nyonya, saya membawanya kembali pada Anda."
Poirot minggir
dan saya ke luar. Tapi saya sempat melihat sinar cinta dalam mata Mary dan John
Cavendish mendekap istrinya.
"Barangkali
kau benar, Poirot," kata saya pelahan. "Memang itulah yang paling penting
di dunia."
Tiba-tiba
terdengar ketukan di pintu dan Cynthia melongokkan kepalanya. "Saya—saya
hanya—"
"Masuklah,"
sahut saya sambil berdiri. Dia masuk tapi tidak duduk.
"Saya—hanya
ingin mengatakan—"
"Ya?"
Cynthia
memain-mainkan benang di tarikannya. Kemudian dia berseru, "Kalian sangat
baik!" Dan mencium saya, lalu Poirot. Lalu dia berlari ke luar.
"Apa
maksudnya?" tanya saya, heran. Memang menyenangkan rasanya dicium Cynthia.
Tapi kata – katanya tadi kok—
"Artinya
dia tahu bahwa Lawrence ternyata tidak membencinya seperti yang
dianggapnya," jawab Poirot.
"Tapi—"
"Ini
dia."
Lawrence lewat
di depan pintu. "Oh, Tuan Lawrence," panggil Poirot. "Kami harus
memberi selamat pada Anda, bukan?"
Wajah Lawrence
menjadi merah dan dia tersenyum kaku. Seorang laki-laki yang sedang jatuh cinta
memang merupakan tontonan yang menimbulkan belas kasihan. Dan Cynthia memang
menarik. Saya menarik napas panjang.
"Ada apa,
mon ami"
"Nggak ada
apa-apa," kata saya sedih. "Mereka berdua adalah wanita-wanita yang
menyenangkan!"
"Tapi tak
seorang pun untukmu?" kata Poirot.
"Tak
apa. Sudahlah. Kita mungkin akan mendapat yang lain. Siapa tahu?"
-=THE END=-
0 comments:
Post a Comment