BAB SEBELAS
SEBUAH KASUS UNTUK DISIDANGKAN
Persidangan John
Cavendish dengan tuduhan membunuh ibu tirinya dilakukan dua bulan kemudian. Pada
minggu-minggu antara saat John ditahan dan sidang dimulai tak banyak yang akan
saya ceritakan. Rasa simpati dan kagum saya pada Mary Cavendish semakin besar.
Dia berjuang mati-matian membela suaminya. Saya ceritakan hal itu pada Poirot,
dan dia mengangguk sambil termenung.
"Ya. Dia
salah seorang wanita yang baru kelihatan kebaikannya dalam situasi sulit. Dengan
begitu kita tahu, bahwa dia benar-benar mencintainya dengan tulus. Rasa angkuh
dan cemburunya—"
"Cemburu?"
tanya saya.
"Ya. Kau
tidak melihatnya sebagai seorang wanita yang mempunyai rasa cemburu yang besar?
Rasa angkuh dan cemburunya telah dikesampingkan. Dia hanya memikirkan suaminya
saja dan nasib buruk yang membayanginya."
Poirot berkata
dengan penuh perasaan. Saya memandangnya penuh perhatian sambil mengingatkan apa
yang dikatakannya siang ituapakah sebaiknya dia berkata atau tidak. Dengan
pertimbangan demi "kebahagiaan seorang wanita", saya ikut senang bahwa
keputusan itu pada akhirnya tidak lagi membebani pikirannya."Sampai sekarang
pun aku belum bisa percaya karena aku membayangkan Lawrence, dan bukannya John."
Poirot
menyeringai. "Aku tahu."
"Tapi—ah,
John! Temanku, John!"
"Setiap
pembunuh barangkali juga teman baik seseorang," kata Poirot berfilsafat. "Kau
tidak bisa mencampur sentimen dengan akal sehat."
"Setidaknya
kau bisa memberiku petunjuk."
"Mungkin
bisa, mon ami, tapi aku tidak melakukannya karena dia adalah teman baikmu"
Saya agak malu
mendengar hal itu, karena teringat bahwa saya mengatakan pada John pendapat
Poirot tentang Dr. Bauerstein yang ternyata keliru itu. Dr. Bauerstein memang
akhirnya dibebaskan dari tuduhan itu karena kecerdikannya. Namun demikian, dia
tak dapat lagi melakukan pekerjaan mata-matanya. Saya bertanya pada Poirot
apakah John akan kena hukuman. Tapi Poirot menjawab bahwa dia akan bebas. Saya
menjadi bingung.
"Tapi—"
saya memprotes.
"Bukankah
telah kukatakan bahwa aku tak punya bukti. Mengetahui bahwa seseorang bersalah
tidak sama dengan mampu membuktikan bahwa dia bersalah. Dan dalam kasus ini,
bukti itu bisa dikatakan tidak ada. Itulah persoalannya. Aku, Hercule Poirot,
tahu, tapi aku kehilangan mata rantai terakhir. Kalau aku tak bisa
menemukannya—" Dia menggelengkan kepala dengan sedih.
"Kapan kau
mulai mencurigai John Cavendish?" tanya saya.
"Apa kau
sama sekali tidak mencurigainya?"
'Tentu saja
tidak."
"Juga
setelah mendengar potongan pembicaraan antara Nyonya Cavendish dengan ibu mertuanya
dan sikap tidak terus terangnya dalam pemeriksaan?"
'Tidak."
"Apa kau
tidak mencoba menarik kesimpulan berdasarkan fakta-fakta dan membayangkan bahwa
bila bukan Alfred Inglethorp yang bertengkar dengan istrinya—dan ingat bahwa
Alfred menolak tuduhan itu mentah-mentah dalam pemeriksaan— jadi kalau bukan
Lawrence pasti John. Seandainya yang bertengkar dengan Nyonya Inglethorp adalah
Lawrence, maka sikap Mary itu tidak masuk akal. Tetapi bila John, semuanya
menjadi wajar."
"Jadi yang
bertengkar dengan Nyonya Inglethorp adalah John?"
"Benar."
"Dan kau
telah lama tahu hal itu?"
"Ya. Sikap
Nyonya Cavendish hanya bisa diterima bila kejadiannya demikian."
"Tapi kau
mengatakan bahwa dia punya kemungkinan dibebaskan?"
Poirot
mengangkat bahunya. "Tentu saja. Dalam pemeriksaan pendahuluan nanti akan
kita dengar tuduhannya, tapi aku rasa pengacaranya akan memberi tahu agar dia
lebih banyak diam. Dan baru membela diri dalam persidangan. Dan—o ya, aku akan
memberi tahu bahwa aku tak akan datang pada sidang itu."
"Kenapa?"
"Karena
secara resmi tak ada hubungannya. Aku tak akan tampil sebelum kutemukan mata
rantai terakhir. Nyonya Cavendish harus merasa bahwa aku bekerja membela
kepentingan suaminya, bukan sebaliknya."
"Ah, aku
rasa kau tak perlu bersikap begitu," protes saya.
"Kita
sedang berhadapan dengan seorang pembunuh yang cerdik dan licin. Karena itu kita
harus menggunakan kekuatan yang kita miliki agar dia tidak lepas dari genggaman.
Karena itu pula aku sangat hati-hati dan tak mau terlalu menonjolkan diri.
Semua penemuan dilakukan oleh Japp dan Japp-lah yang akan mendapat pujian. Seandainya
aku dipanggil untuk memberi kesaksian," katanya sambil tersenyum lebar—
"maka aku akan bertindak sebagai saksi untuk kepentingan terdakwa."
Saya sama sekali
tak bisa mempercayai pendengaran saya. "Memang agak en regie,"
sambungnya, "tapi aku memang punya satu bukti yang bisa melumpuhkan
penahanan itu."
"Yang
mana?"
"Yang
berhubungan dengan dihancurkannya sebuah surat wasiat itu." Poirot memang
nabi. Saya tak akan bercerita panjang-lebar tentang pemeriksaan pendahuluan
polisi. John Cavendish memang lebih banyak diam dan karena itu dia disidangkan.
Pada bulan September kami pindah ke London. Mary tinggal di sebuah rumah di Kensington
dan Poirot pun dianggap sebagai anggota keluarga. Saya sendiri bekerja di
Kantor Perang, jadi bisa menengok mereka setiap saat.
Minggu demi
minggu berlalu. Kegelisahan Poirot semakin mencemaskan. Mata rantai
terakhir itu masih belum ditemukannya. Secara pribadi saya berharap
agar situasi itu tetap demikian, karena saya tahu bahwa Mary tak akan bahagia
bila John dibebaskan.
Pada tanggal 15
September John Cavendish disidang dengan tuduhan 'Pembunuhan yang direncanakan
terhadap Emily Agnes Inglethorp', dan menolak tuduhan tersebut. Sir Ernest
Heavywether yang terkenal itu menjadi pembelanya. Tuan Philips yang membuka sidang. Dia
mengatakan pembunuhan itu direncanakan dan merupakan pembunuhan sadis yang
dilakukan oleh seorang anak tiri terhadap ibu tirinya yang menyayanginya. Sejak
kecil tertuduh diasuh seperti anaknya sendiri. Dia dan istrinya tinggal bersama
korban di Styles Court dengan segala kemewahan dan perhatian yang dilimpahkan
ibu tirinya.
Penuntut
menyarankan untuk memanggil saksi yang bisa menunjukkan betapa boros cara hidup
tertuduh, dan menunjukkan bahwa tertuduh sedang berada dalam kesulitan keuangan
yang serius. Penuntut juga menyatakan bahwa tertuduh telah melakukan hubungan
gelap dengan Nyonya Raikes, istri seorang petani. Hal ini didengar oleh ibu tirinya
dan keduanya bertengkar seru pada sore hari sebelum tragedi itu terjadi. Pada hari
sebelumnya, tertuduh membeli strychnine di toko obat desa dengan menyamar sebagai
orang lain, yaitu sebagai suami Nyonya Inglethorp. Untunglah Tuan Inglethorp
mempunyai alibi untuk membela dirinya.
Pada sore
tanggal 17 Juli, setelah bertengkar dengan anak tirinya, Nyonya Inglethorp membuat
surat wasiat baru. Surat wasiat itu ditemukan terbakar di perapian kamarnya keesokan
paginya. Surat wasiat tersebut menyatakan pewarisan harta untuk suaminya cukup
bukti untuk itu. Korban telah membuat surat wasiat yang menguntungkan suaminya
sebelum pernikahan, tapi tertuduh tidak mengetahui hal itu. Apa yang
menyebabkan korban membuat surat wasiat baru padahal yang lama masih ada, dia
sama sekali tidak tahu. Ada kemungkinan korban lupa karena sudah tua. Atau—yang
lebih mungkin—korban menyangka bahwa surat wasiat itu batal karena perkawinannya.
Sebab itu dia perlu membuat surat wasiat yang sama. Padahal tahun sebelumnya
korban membuat surat wasiat yang menguntungkan tertuduh. Biasanya wanita
tidaklah terlalu mengerti persoalan-persoalan demikian.
Penuntut juga
akan mengajukan saksi untuk membuktikan bahwa tertuduhlah yang memberikan kopi pada
korban pada malam naas itu. Pada malam harinya tertuduh berusaha masuk ke kamar
korban untuk mencari kesempatan memusnahkan surat wasiat baru tersebut
sehingga surat wasiat yang berlaku adalah yang menguntungkan
dirinya. Tertuduh ditahan karena Detektif Inspektur Japp yang brilyan itu
menemukan botol strychnine yang dijual toko obat kepada Tuan Inglethorp di
kamarnya. Juri akan memutuskan apakah fakta-fakta yang dikemukakan cukup
membuktikan kesalahan tertuduh.
Sambil
meyakinkan juri, Tuan Philips duduk dan menyapu keringat di dahinya. Saksi-saksi
yang dipanggil kebanyakan adalah mereka yang pernah menjadi saksi pada waktu
pemeriksaan. Pembuktikan secara medis pun diulangi lagi. Sir Ernest Heavywether
yang amat terkenal dengan sikapnya yang blak-blakan itu hanya menanyakan dua
pertanyaan.
"Benarkah,
Dokter Bauerstein, bahwa strychnine cair itu bereaksi dengan cepat?"
"Ya."
"Dan bahwa
Anda tidak bisa memastikan apa yang memperlambat reaksi itu dalam
kasus ini?"
"Ya."
"Terima
kasih."
Tuan Mace
mengenali botol strychnine yang pernah dijualnya pada 'Tuan Inglethorp.' Setelah
didesak, dia mengaku bahwa dia hanya tahu Tuan Inglethorp sepintas saja. Dia
belum pernah bicara dengannya. Saksi ini tak ditanyai pembela. Alfred
Inglethorp dipanggil dan menolak tuduhan bahwa dia pernah membeli strychnine.
Dia juga tidak merasa pernah bertengkar dengan istrinya. Beberapa saksi
membenarkan pernyataannya. Kedua tukang kebun dan Dorcas dipanggil. Dorcas yang
setia pada 'tuan muda'nya membela mati-matian dan mengatakan bahwa yang didengarnya
bukan suara John dan dia menyatakan bahwa Tuan Inglethorplah yang sore itu
bersama nyonyanya di ruang kerja Nyonya Inglethorp. John tersenyum saja
mendengar pembelaan yang tak membantu itu. Nyonya Cavendish tentu saja
tidak bisa dipanggil untuk menjadi saksi bagi suaminya. Setelah
melewati beberapa pertanyaan, Tuan Philips bertanya, "Pada bulan Juni yang
lalu, apa kau menerima paket untuk Tuan Lawrence Cavendish dari Parkson?"
Dorcas
menggelengkan kepala. "Saya tidak ingat, Tuan. Barangkali ada. Tapi Tuan
Lawrence bepergian pada bulan itu."
"Seandainya
ada paket datang untuknya ketika dia tidak di rumah, apa yang akan dilakukan?"
"Bisa
disimpan dalam kamarnya atau dikirim ke tempat Tuan Muda berada."
"Kau yang
melakukannya?"
"Bukan,
Tuan. Saya hanya meletakkannya di meja. Nona Howard-lah yang mengurus hal-hal
semacam itu."
Evelyn Howard
dipanggil. Setelah ditanyai tentang hal-hal lain, akhirnya pertanyaan sampai
pada soal paket. "Tak ingat. Banyak paket. Tak ingat yang mana untuk
siapa."
"Anda
tidak tahu apakah paket itu dikirim ke Tuan Cavendish di Wales atau diletakkan
di kamarnya?"
"Rasanya
tak dikirim. Pasti saya ingat kalau dikirim."
"Seandainya
ada paket untuk Tuan Lawrence Cavendish dan paket itu lenyap, apa Anda tahu
atau ingat?"
"Tidak.
Saya pasti mengira ada orang yang telah mengambilnya."
"Nona
Howard, Andakah yang menemukan lembar kertas coklat ini?" katanya sambil menunjukkan
kertas lusuh yang pernah kami lihat.
"Ya,
benar."
"Mengapa
Anda mencarinya?"
"Detektif
Belgia yang diminta membantu, menyuruh saya mencari kertas itu." "Di
mana Anda temukan kertas itu?"
"Di
atas—di atas lemari baju."
"Di atas
lemari baju terdakwa?"
"Saya—rasa
begitu."
"Apa Anda
sendiri yang menemukannya?"
"Ya."
"Kalau
begitu Anda tahu di mana Anda menemukannya?"
"Ya. Di
atas lemari baju terdakwa."
"Nah, begitu."
Seorang
.pegawai Perusahaan Kostum Teater Parkson memberi kesaksian bahwa pada tanggal
29 Juni mereka mengirimkan jenggot hitam pada Tuan L. Cavendish, sesuai permintaannya.
Pesanan itu lewat surat. Sayang mereka tidak menyimpan surat tersebut, karena
semua transaksi dicatat dalam buku. Mereka mengirim jenggot itu kepada 'L.
Cavendish, Esq., Styles Court'. Sir Ernest Heavywether bangkit dengan berat.
"Dari mana surat itu dikirim?"
"Dari Styles
Court."
"Alamat
yang sama dengan tempat Anda mengirim paket itu?"
"Ya."
"Dan surat
itu dari sana?"
"Ya."
Seperti seekor
binatang buas mengejar mangsanya, Heavy wether mengejar saksi. "Bagaimana
Anda tahu?"
"Saya—saya
tidak mengerti."
"Bagaimana
Anda tahu surat itu dari Styles? Anda memperhatikan cap posnya?"
"Tidak—tapi—"
"Ah, Anda
tidak memperhatikan cap posnya! Tapi Anda begitu yakin bahwa surat itu dari
Styles. Padahal bisa saja cap posnya lain, kan?"
"Y-a."
"Dengan
demikian surat yang dikirim itu bisa saja datang dari tempat lain. Misalnya Wales."
Saksi mengaku
bahwa hal itu mungkin saja terjadi dan Sir Ernest menyatakan bahwa dia puas. Elizabeth
Wells, seorang pelayan di Styles memberikan kesaksian. Dia mengatakan
bahwa sebelum tidur dia ingat telah menggerendel pintu depan,
padahal Tuan Inglethorp telah berpesan agar tidak digerendeli karena itu dia
turun lagi. Ketika mendengar suara di sayap barat, dia mengintip dan melihat
Tuan John Cavendish mengetuk pintu kamar Nyonya Inglethorp. Sir Ernest
Heavywether menangani hal itu sebentar saja. Akhirnya pelayan tersebut mundur
dengan sikap tak berdaya dan Sir Ernest duduk kembali dengan senyum puas. Dengan
kesaksian Annie tentang tetesan lilin di karpet dan kesaksiannya bahwa dia
melihat tertuduh membawa kopi ke ruang kerja Nyonya Inglethorp,
sidang dihentikan dan dilanjutkan keesokan paginya.
Dalam
perjalanan pulang, Mary mengomeli jaksa penuntut. "Orang itu keterlaluan.
Dia memasang perangkap untuk John! Dia memutarbalikkan fakta!"
"Ah,
tunggu saja besok. Situasi pasti akan berbalik," hibur saya.
"Ya,"
katanya sambil merenung, tiba-tiba dia berbisik, "Tuan Hastings, menurut Anda—ah,
pasti bukan Lawreoice—Ah, tak mungkin!"
Tapi saya
sendiri juga bingung, begitu tak ada orang kecuali Poirot, saya langsung minta
pendapatnya tentang Sir Ernest—apa yang dimauinya.
"Dia
memang pandai," jawab Poirot.
"Apa dia
yakin bahwa Lawrence yang bersalah?"
"Aku rasa
dia tidak percaya dan tidak peduli apa-apa! Yang dilakukannya hanyalah menimbulkan
kekacauan pada pikiran para juri sehingga pendapat mereka berbeda. Dia berusaha
menyatakan bahwa bukti-bukti untuk memberatkan John maupun Lawrence sama
banyaknya—dan aku yakin dia akan berhasil."
Saksi pertama
yang dipanggil keesokan paginya adalah Detektif Inspektur Japp. Dia memberikan
kesaksian yang singkat. Setelah sedikit menyinggung kejadian-kejadian sebelumnya,
dia melanjutkan, "Berdasarkan informasi yang kami terima, Inspektur Polisi
Summerhaye dan saya memeriksa kamar tertuduh pada waktu dia tidak ada. Pada
laci bajunya, tersembunyi dalam tumpukan baju dalam, kami menemukan: satu kaca
mata bulat berbingkai emas seperti milik Tuan Inglethorp, dan botol ini,"
katanya sambil menunjukkan kedua benda tadi.
Botol kecil
yang dikenali oleh pembantu toko obat itu berwarna biru dan mengandung bubuk
putih. Diluarnya terdapat label bertuliskan, "strychnine hydro-chloride.
RACUN." Sebuah benda baru yang ditemukan oleh para polisi adalah kertas
pengering tinta yang panjang. Benda itu ditemukan di buku cek Nyonya
Inglethorp. Setelah dihadapkan di depan kaca, terbaca tulisan berikut,
"... semua yang kumiliki setelah meninggal akan menjadi hak suamiku
tercinta, Alfred Ing...." Kata-kata tersebut dianggap merupakan isi surat
wasiat yang dimusnahkan. Japp kemudian mengeluarkan kepingan kertas dari
perapian yang ditemukan Poirot. Dengan jenggot yang ditemukan di gudang atas,
sempurnalah bukti-bukti yang mereka dapat. Tapi pemeriksaan Sir Ernest belumlah
dimulai. "Kapan Anda memeriksa kamar terdakwa?"
"Selasa,
24 Juli."
"Tepat
satu minggu setelah tragedi?"
"Ya."
"Anda
menemukan kedua benda itu di laci baju. Apa laci tersebut terkunci?"
"Tidak."
"Apakah
menurut Anda tidak aneh kalau setelah seseorang melakukan pembunuhan lalu dia
menyimpan bukti-bukti dalam sebuah laci yang tak terkunci?"
"Dia
mungkin menyimpannya di situ karena tergesa-gesa."
"Tapi Anda
baru saja mengatakan bahwa pemeriksaan itu dilakukan satu minggu setelah
kematian. Pembunuh pasti punya cukup banyak waktu untuk mengeluarkan dan
memusnahkannya"
"Barangkali."
"Tak ada
barangkali tentang hal ini. Apakah dia punya cukup waktu atau tidak untuk memusnahkannya?"
"Ya."
"Apakah
tumpukan baju tempat dia menyembunyikan benda-benda itu berat atau
ringan?"
"Agak
berat."
"Dengan
kata lain, tumpukan baju tersebut merupakan tumpukan baju musim dingin. Jelas
bahwa tertuduh tidak akan sering membuka laci tersebut dalam cuaca seperti ini."
"Barangkali
tidak."
"Harap
Saudara menjawab dengan tegas. Mungkinkah terdakwa membuka-buka laci baju dalam
untuk musim dingin dalam cuaca panas seperti ini? Ya atau tidak?"
"Tidak."
"Kalau
begitu, apakah mungkin seseorang lain meletakkan kedua benda tadi di tempat yang
sama tanpa diketahui tertuduh?"
"Rasanya
tidak demikian."
"Tetapi
mungkin?"
"Ya."
"Baik. Itu
saja."
Lebih banyak
bukti menyusul. Kesaksian bahwa tertuduh dalam kesulitan uang pada akhir Juli.
Bukti bahwa tertuduh berhubungan gelap dengan Nyonya Raikes. Kasihan Mary,
pasti pedih rasanya mendengar suaminya ada main dengan wanita lain. Evelyn Howard
rupanya mempunyai fakta yang benar walaupun kesimpulannya salah. Dia menyangka
bahwa Alfred Inglethorp-lah yang berhubungan dengan Nyonya Raikes. Lawrence Cavendish
kemudian dipanggil. Dengan suara rendah dia menjawab pertanyaan jaksa bahwa dia
tidak memesan apa-apa dari Parkson pada bulan Juni. Dia bahkan ada di Wales
pada tanggal 29 Juni. Dagu Sir Ernest Heavy wether segera terangkat.
"Anda
menolak kenyataan bahwa anda telah memesan sebuah jenggot hitam dari Parkson
pada tanggal 29 Juni?"
"Ya."
"Ah!
Seandainya ada sesuatu yang menimpa kakak Anda, siapa yang akan menerima warisan
Styles Court?"
Kekasaran pertanyaan
itu membuat wajah pucat Lawrence berubah jadi merah. Jaksa
memperdengarkan gumaman tidak setuju dan terdakwa membungkuk ke
depan dengan marah. Tetapi Heavywether tidak peduli dengan kemarahan kliennya.
"Harap
jawab pertanyaan saya!"
"Saya
rasa, sayalah yang akan mewarisinya," kata Lawrence pelahan.
"Apa
maksud Anda dengan, 'saya rasa'? Kakak Anda tidak punya anak. Jadi Andalah yang
pasti akan menerimanya. Begitu, bukan?"
"Ya."
"Nah,
begitu," kata Heavywether dengan kejam. "Dan Anda juga akan mewarisi
uang,
bukan?"
"Sir
Ernest, pertanyaan tersebut kurang relevan," kata jaksa menyela.
Sir Ernest hanya
mengangguk. Setelah melemparkan anak panahnya, dia melanjutkan, "Pada hari
Selasa tanggal 17 Juli, Anda dengan beberapa teman mendatangi ruang obat Red Cross
Hospital di Tadminster?"
"Ya."
"Apakah
Anda—pada saat sendirian—membuka lemari racun dan memeriksa botol – botol di situ?"
"Barangkali."
"Saya
bertanya, apa Anda melakukannya?"
"Ya."
Sir Ernest
kemudian menembakkan pertanyaan berikut, "Apa Anda memeriksa sebuah botol
khusus?"
'Saya rasa
tidak."
"Hati-hati,
Tuan Cavendish. Pertanyaan saya menunjuk pada botol kecil berisi hydrochloride strychnine."
Wajah Lawrence
menjadi pasi kehijauan. "S-aya kira tidak."
"Jadi
bagaimana saya harus menunjukkan fakta bahwa sidik jari Anda menempel di botol
ini?"
Gertakan Sir
Ernest semakin menjadi-jadi menghadapi saksi yang gelisah. "Kalau—kalau
begitu tentunya saya telah memegang botol itu."
"Saya rasa
begitu! Apa Anda mengambil isi botol ini?"
"Tentu
saja tidak."
"Kalau
begitu kenapa Anda memegang botol ini?"
"Saya
pernah mempelajari ilmu kedokteran. Hal-hal semacam itu tentunya menarik perhatian
saya."
"Jadi
racun merupakan hal yang dengan sendirinya menarik perhatian Anda? Tapi mengapa
Anda perlu waktu sendirian untuk memuaskan rasa ingin tahu Anda yang wajar
itu?"
"Itu hanya
merupakan suatu kebetulan saja. Seandainya orang-orang lain ada di sana, saya
akan tetap melakukannya."
"Ya. Tapi
yang telah terjadi—tak ada siapa pun di sana, bukan?"
"Tetapi—"
"Kenyataannya,
selama Anda ada di ruang itu hanya ada waktu beberapa menit bagi Anda untuk
sendirian—dan yang terjadi—saya ulangi—yang terjadi—justru pada waktu itulah
Anda memuaskan 'rasa ingin tahu yang wajar' atas hydrochloride strychnine?"
Lawrence
tergagap dengan memelas, "Saya—saya—"
Dengan nada
puas Sir Ernest berkata, "Itu saja pertanyaan saya untuk Anda, Tuan
Cavendish."
Pemeriksaan itu
membuat ruang pengadilan menjadi ribut. Kepala-kepala wanita yang hadir dengan
busana modern saling menempel dan bisikan mereka bertambah lama bertambah
keras, sehingga hakim mengancam akan menghentikan sidang bila mereka tidak
segera diam. Sebuah pembuktian dilakukan. Ahli-ahli tulisan tangan dipanggil
untuk mengidentifikasi tanda tangan Tuan 'Alfred Ingiethorp' yang ada di daftar
toko obat. Mereka semua mengatakan bahwa tulisan itu bukan tulisan tangan asli
Tuan Inglethorp dan ada kemungkinan tulisan tersebut adalah tulisan palsu
terdakwa. Setelah diperiksa lagi pernyataan terakhir itu diulangi.
Kata pembukaan Sir
Ernest dalam pembelaannya tidaklah panjang-lebar, tapi pidatonya tersebut
dikuatkan oleh sikapnya yang tegas dan tidak ragu-ragu. Dia mengatakan, bahwa
sebelumnya tak pernah dia menemukan kasus pembunuhan dengan bukti yang begitu
sedikit. Dan kesaksian-kesaksian pun tidak hanya sedikit, tetapi juga tidak
bisa dibuktikan. Penemuan botol strychnine di dalam laci yang tak terkunci
bukan merupakan bukti bahwa terdakwalah yang melakukannya. Ada kemungkinan hal
tersebut dilakukan oleh pihak ketiga untuk menjatuhkan terdakwa. Penuntut juga
tidak bisa membuktikan bahwa terdakwalah yang memesan jenggot hitam dari
Parkson. Pertengkaran antara terdakwa dengan ibu tirinya bisa diterima dan dibenarkan,
tetapi masalah kesulitan keuangan terlalu dilebih-lebihkan.
Tuan Philips,
rekan Sir Ernest, mengatakan bahwa apabila terdakwa memang tidak bersalah,
seharusnya dia bisa mengatakan dengan terus terang bahwa dialah yang telah
bertengkar dengan ibunya dan bukan Tuan Inglethorp. Kejadian tersebut disalah tafsirkan.
Yang terjadi adalah begini. Ketika pulang pada hari Selasa malam, dia diberi
tahu bahwa ada pertengkaran hebat antara Nyonya dan Tuan Inglethorp. Terdakwa
tidak menyangka bahwa orang salah mengira suaranya sebagai suara Tuan Inglethorp.
Dan tentu saja dia tahu bahwa ibu tirinya bertengkar dua kali dengan dua orang.
Penuntut
menyatakan bahwa pada hari Senin, 16 Juli, terdakwa masuk ke dalam toko obat di
desa dengan menyamar sebagai Tuan Inglethorp. Sebaliknya, pada hari itu terdakwa
sebenarnya sedang berada di tempat terpencil bernama Marston's Spinney, karena
diminta datang oleh seseorang yang tak mau menyebut dirinya. Dia terpaksa pergi
karena mendapat ancaman dari orang tak dikenal tersebut yang bermaksud membeberkan
beberapa rahasia pribadinya pada istrinya kalau dia tidak pergi. Terdakwa tentu
saja pergi ke tempat tersebut. Tapi setelah menunggu dengan sia-sia selama
setengah jam, akhirnya dia kembali. Sayang dia tidak bertemu dengan siapa pun
di jalan. Tapi dia masih menyimpan surat kaleng tersebut.
Karena pernah
belajar hukum dan berpraktek, terdakwa mengerti arti pernyataan dalam surat
wasiat yang dibuat setahun yang lalu. Surat wasiat yang menguntungkan dirinya
itu otomatis batal, karena ibu tirinya menikah lagi. Pembela akan memanggil saksi
untuk mengatakan siapa yang memusnahkan surat wasiat yang baru. Akhirnya,
pembela menunjukkan bahwa masih ada bukti lain yang memberatkan orang lain di
samping John Cavendish. Dia menunjuk Lawrence Cavendish yang dikatakannya
mempunyai bukti yang lebih memberatkan daripada John. Dia sekarang akan
memanggil terdakwa.
John bersikap
sangat baik. Dengan bimbingan Sir Ernest yang meyakinkan, dia menceritakan apa
yang terjadi dengan baik. Surat kaleng yang ditujukan kepadanya dikeluarkan
untuk diperiksa juri. Dengan terus terang dia mengakui kesulitan keuangannya
dan pertengkaran dengan ibu tirinya. Pada akhir pemeriksaannya dia diam
sebentar, lalu berkata, "Saya ingin menjelaskan satu hal. Saya menolak dan
tidak setuju dengan insinyuasi Sir Ernest terhadap adik saya. Saya yakin bahwa
adik saya tidak punya sangkut-paut dengan pembunuhan ini. " Sir Ernest
hanya tersenyum dan berkata dengan matanya bahwa ucapan John memberikan kesan
yang baik terhadap juri. Kemudian pemeriksaan dilakukan.
"Tadi Anda
katakan bahwa Anda tidak menyangka orang lain akan salah mengira suara Anda
sebagai suara Tuan Inglethorp. Bukankah itu aneh?"
"Saya kira
tidak. Saya diberi tahu bahwa Ibu bertengkar dengan Tuan Inglethorp, karena itu
saya tidak pernah berpikir bahwa hal itu terjadi."
"Juga
tidak terpikir ketika Dorcas mengulang-ulang beberapa bagian dari percakapan
itu—yang tentunya Anda kenali?"
"Tidak."
"Ingatan
Anda benar-benar tumpul!"
"Tidak.
Ibu dan saya pada waktu itu bertengkar seru. Dan saya begitu marah sehingga tidak
memperhatikan apa yang dikatakan Ibu."
Sikap tidak percaya
Tuan Philips yang ditunjukkan di depan umum pada saat itu hanya merupakan
kebiasaan yang dilakukannya di sidang pengadilan. Dia berpindah pokok
pembicaraan.
"Anda
mengeluarkan surat ini pada saat yang tepat. Apa Anda mengenali tulisan tangan
ini?"
"Tidak."
"Bukankah
tulisan ini mempunyai ciri-ciri yang sama dengan tulisan Anda—hanya divariasikan
saja?"
"Tidak."
"Saya
menganggap tulisan ini adalah tulisan tangan Anda!"
"Bukan."
"Saya menganggap
bahwa karena Anda memerlukan suatu alibi, Anda lalu menulis surat palsu ini dan
mengarang-ngarang suatu pertemuan yang tak pernah ada."
"Tidak."
"Bukankah
fakta ini benar? Pada waktu Anda mengatakan sedang berada di tempat terpencil,
sebenarnya Anda menyaru sebagai Tuan Inglethorp dan pergi ke toko obat di
Styles St. Mary untuk membeli strychnine atas nama Tuan Alfred
Inglethorp?"
"Tidak!
Itu bohong."
"Saya
menganggap bahwa dengan memakai baju seperti Tuan Inglethorp dan memakai
jenggot palsu. Anda pergi ke toko obat itu dan membeli strychnine atas nama
Tuan Inglethorp!"
"Itu sama
sekali tidak benar."
"Kalau
demikian saya akan menyerahkan pada juri untuk mempertimbangkan kesamaan antara
tulisan tangan pada surat, buku catatan toko obat, dan tulisan Anda," kata
Tuan Philips. Dia duduk dengan sikap seorang yang telah selesai melakukan tugasnya,
tetapi tidak peduli dengan keputusan juri.
Karena sudah
terlalu sore, persidangan akan dilanjutkan pada hari Senin. Poirot kelihatannya
memikirkan sesuatu. Saya melihat kerut di antara kedua matanya.
"Ada apa,
Poirot?" tanya saya.
"Ah, mon
ami. Persoalan menjadi bertambah ruwet, ruwet."
Anehnya, saya
merasa lega. Kelihatannya ada harapan besar bagi John Cavendish untuk lepas
dari tuduhan. Ketika kami sampai di rumah, kawan kecil saya itu menolak tawaran
Mary untuk minum teh.
"Terima
kasih, Nyonya. Saya ingin masuk ke kamar saya."
Saya mengikuti
dia. Dengan wajah tetap berkerut, Poirot mendekati meja dan mengeluarkan kartu
permainan. Kemudian dia menarik kursi. Lalu dengan tenang menyusun rumah-rumahan
dengan kartu-kartu tersebut. Saya merasa gemas. Tapi dia berkata mendahului
saya, "Tidak, mon ami. Aku tidak sedang dalam masa kanak-kanak kedua! Aku
hanya ingin menenangkan syarafku. Itu saja. Yang sedang kulakukan ini
memerlukan ketrampilan dan ketepatan gerakan jari-jari. Dan dengan ketrampilan
jari-jariku ini, kecekatan otak pun terbentuk. Dan aku memerlukannya
sekarang!"
"Persoalannya
apa?" tanya saya.
Dengan gebrakan
di meja, Poirot merobohkan susunan kartu-kartu itu. "Begini, mon ami, Aku
bisa membuat rumah bersusun tujuh, tapi aku tak bisa"—bruk—
"menemukan"—bruk—" mata rantai terakhir yang pernah kukatakan padamu."
Karena saya tak
tahu harus berkata apa, saya diam saja. Dia mulai menyusun rumah – rumahan itu
lagi sambil berbicara terpatah-patah. "Begini! Disusun
dengan—menumpuk—satu kartu—di atas—kartu lain—dengan—ketepatan matematis!"
Saya memperhatikan
rumah kartu yang bertambah tinggi. Dia tak pernah ragu-ragu
ataupun gemetar. Benar-benar ketrampilan yang memerlukan kecepatan
seorang tukang sulap. "Tanganmu sangat mantap. Aku hanya pernah melihatnya
gemetar satu kali."
"Pasti
ketika aku marah," kata Poirot dengan tenang.
"Ya! Kau
sangat marah waktu itu. Kau masih ingat? Ketika kau menemukan ada seseorang
yang telah membuka tas ungu Nyonya Inglethorp dengan paksa. Kau berdiri didekat
perapian. Memegang-megang benda pajangan dengan tangan yang gemetar hebat!
Pasti—" Saya berhenti bicara. Karena, dengan suara parau Poirot berseru
dan sekali lagi merombak susunan rumah kartunya. Sambil menutup mata dengan
kedua tangannya dia mengayunkan tubuhnya ke depan dan ke belakang seolah-olah
menahan rasa sakit.
"Ya,
Tuhan. Kenapa Poirot? Kau sakit?"
"Tidak—tidak,"
katanya tersendat. "Aku ha¬nya—ada ide timbul!"
"Oh! Salah
satu 'ide-ide kecilmu' itu?"
"Ah,
mafoiy bukan!" jawabnya. "Kali ini bukan ide kecil, tapi ide yang
hebat! Menakjubkan! Dan kau—Kawan, yang telah memberikannya padaku!"
Tiba-tiba dia
menggenggam lengan saya, dan mencium kedua pipi saya dengan hangat. Sebelum
saya sadar dari rasa terkejut, dia telah lari ke luar. Mary Cavendish masuk ke
kamar sesaat kemudian. "Ada apa dengan Tuan Poirot? Dia berlari-lari
melewati saya sambil berteriak, 'Garasi! Tunjukkan di mana garasi Anda,
Nyonya!' Sebelum saya sempat menjawab, dia sudah sampai di jalan."
Saya
cepat-cepat melihat ke luar jendela. Memang dia ada di luar, tidak memakai
topi. Saya menghadapi Mary dengan isyarat tanpa daya. "Sewaktu-waktu dia
bisa dihentikan polisi. Itu dia—sampai di belokan!"
Kami saling
berpandangan tanpa bisa berbuat sesuatu.
"Ada apa
sebenarnya?"
Saya
menggelengkan kepala. "Saya tidak tahu. Dia tadi menyusun rumah-rumahan
dari kartu. Tiba-tiba sebuah ide muncul di kepalanya, lalu dia lari ke luar
seperti yang Anda lihat."
"Baiklah.
Saya rasa dia akan kembali sebelum makan malam."
0 comments:
Post a Comment